Terdakwa perkara dugaan akta palsu, David Putra Negoro alias Lim Kwek Liong (64) dituntut onslag oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Itu menjadi yang pertama di Sumatera Utara. 

Dalam nota tuntutannya, JPU Chandra Naibaho dan Kasi Pidum Kejari Medan, Riachad Sihombing menyatakan perbuatan terdakwa terbukti bersalah seperti dalam dakwaan, namun perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata.

Longser Sihombing, penasehat hukum koban bernama Jong Nam Liong,  mengatakan tuntutan onslag baru pertama kali terjadi di Sumut. 

Baca juga: KAI lantik eks Direktur PDAM Tirtanadi Sumut jadi advokat baru

Longser menyebutkan, tuntutan yang diberikan oleh JPU telah mengabaikan fakta-fakta penyidikan, penelitian berkas P16, dan mengabaikan fakta-fakta paling utama di persidangan. 

"Fakta-fakta persidangan yang diakui hukum di negeri ini ada pasal 184 KUHAP. Lima alat bukti yang sudah sah, satu alat bukti yang sah itu keterangan saksi," ujarnya, Senin (3/1). 

Ia menambahkan, terkait dugaan akta palsu yang dilaporkan para saksi menerangkan bahwa tidak pernah datang ke kantor Notaris Fujiyanto dan juga tidak pernah hadir di rumah almarhum Yong Tjin Boen. 

"Yakni dalam rangka sebagai penghadap untuk menandatangani serta membubuhi sidik jari pada Minut Akta Nomor 8 tanggal 21 Juli 2008 dibuat oleh Notaris Fujiyanto Ngariawan yang dalam akta tersebut disaksikan pegawai notaris bernama Rismawati dan Yeti," ucapnya. 

Longser menuturkan, sejak tanggal 13 Juli 2008 saksi Jong Nam Liong, Jong Gwek Jan, Mimiyanti Jong berada di Singapore tepatnya di RS Mount Elizabeth Singapore dalam rangka besuk almarhum Yong Tjin Boen yang sedang sakit.

Hal-hal tersebut dikuatkan dengan fakta-fakta objektif yakni Paspor atas nama  Jong Tjin Boen, Paspor Saudara Jong Nam Liong, Paspor Saudari Jong Gwek Jan dan Paspor Mimiyanti. 

"Ini kan semua sudah ditunjukkan di saat persidangan. Gimana mungkin bisa JPU Chandra Naibaho dan Riachad Sihombing menuntut terdakwa dengan onslag," ujarnya. 

Longser menuturkan, dengan keterangan ahli yang dihadirkan JPU Chandra Naibaho yang menyatakan bahwa perkara ini jelas ada unsur tindak pidananya.

Prof DR. Ediwarman,SH,M.Hum Ahli Pidana menerangkan bahwa tentang pemalsuan unsur subjektif barang siapa dengan maksud/sengaja ada kehendaknya dan apa akibatnya, unsur objektif membuat surat palsu, dapat menerbitkan hak dan atau surat perjanjian, menggunakan dan menggunakan, menyuruh orang lain menggunakan, dapat mendatangkan kerugian.

"Maka sesuai teori ini pelaku dihukum melakukan peristiwa pidana. Keterangan palsu dalam suatu akta dilarang. Dalam pasal 1872 KUHPerdata ada pidananya jika adanya pemalsuan atau keadaan palsu, dipergunakan atau tidak dipergunakan itu diatur dalam pasal 266 KUHP, Akta autentik dibuat pejabat berwenang," sebutnya.

Ia mengatakan hal yang sama juga disampaikan DR.Alfi Sahari dengan mejelaskan bahwa seseorang itu dapat diminta pertanggungjawaban adalah kesalahan, perbuatan melawan hukum, kemampuan bertanggungjawab, alasan pemaaf dan pembenaran.

 

Pewarta: Andika Syahputra

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022