Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan, menegaskan, peristiwa yang dialami anak didik di SDN 173377, Desa Batu Arimo, Kecamatan Parmonangan, Taput, sama sekali tidak ada kaitannya dengan politik di tengah perhelatan pemilihan kepala desa serentak di wilayah itu.
"Saya tegaskan, tidak ada unsur politis dalam peristiwa tersebut," ujar Nikson kepada ANTARA, Selasa (16/11).
Menurutnya, berdasarkan laporan Kepala Dinas Pendidikan setempat, Bontor Hutasoit, yang secara langsung diperintahkan untuk menelusuri kebenaran peristiwa tersebut, fakta-fakta terkait kondisi siswa yang belum fasih dalam membaca menjadi sebab yang mendasari pengakomodiran anak didik untuk turut belajar membaca di kelas 2, meski si anak telah duduk di kelas 4 dan kelas 6.
Baca juga: Gila! 2 anak SD di Taput disebut jadi korban politik, diintimidasi hingga dipaksa turun kelas
"Hasil penelusuran dinas terkait, terdapat kesalahan penerapan pembelajaran oleh tenaga pendidik di sekolah tersebut, di tengah pandemi COVID-19, saat ini," sebutnya.
Dikatakan, anak didik yang belum fasih membaca atau dalam bidang pendidikan dikenal istilah "calistung' (baca, tulis, berhitung) seharusnya dibimbing khusus pada sesi pembelajaran tambahan atau ekstrakurikuler calistung, meski kemampuan dimaksud telah diprogramkan untuk dikuasai setiap anak sejak duduk di kelas 1 hingga kelas 3.
"Pada sisi ini tenaga pendidiknya justru mengikutsertakan siswa kelas 4 dan kelas 6 yang belum fasih membaca untuk turut belajar di kelas 2. Seyogianya, hal tersebut harus dilakukan dalam sesi pembelajaran tambahan, atau pada sesi ektrakurikuler calistung," terangnya.
Kata Nikson, peristiwa yang terjadi di SD Batu Arimo harus dijadikan dinas terkait sebagai bahan introspeksi untuk pembenahan penerapan pembelajaran siswa.
"Tentunya, oknum kepala sekolah akan menerima teguran. Dan, teguran keras juga akan disampaikan kepada oknum wali kelas si anak, utamanya bagi wali kelas yang mengakomodir kenaikan kelas siswa hingga kelas 6, meski belum bisa membaca," jelasnya.
Bupati Nikson juga telah memerintahkan Kadis Bontor untuk segera melakukan evaluasi sistem penerapan pembelajaran demi menyikapi persoalan tersebut, terutama sudut penerapan pembelajaran siswa di tengah pandemi COVID-19 dalam dua tahun terakhir.
Sebelumnya diberitakan, peristiwa ini telah menjadi atensi aparat penegak hukum pascadilaporkan Roder Nababan, Direktur LBH Sekolah Jakarta.
Menurut Roder, peristiwa tak lazim mendera 2 anak, yakni R (12) dan W (10), keduanya siswa kelas VI dan IV SDN 173377, Desa Batu Arimo, Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara.
"R dan W mengalami intimidasi hingga dipaksa turun kelas diduga hanya karena kedua orangtuanya tidak ingin memilih suami sang Kepala Sekolah di Pilkades mendatang. Tadinya R sudah duduk dibangku kelas VI harus rela duduk di kelas II, demikian juga W dari kelas IV ke kelas II," sebutnya.
Kebetulan, selain sebagai Kasek SDN 173377, si oknum juga menjadi Pelaksana tugas Kepala Desa Batu Arimo.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
"Saya tegaskan, tidak ada unsur politis dalam peristiwa tersebut," ujar Nikson kepada ANTARA, Selasa (16/11).
Menurutnya, berdasarkan laporan Kepala Dinas Pendidikan setempat, Bontor Hutasoit, yang secara langsung diperintahkan untuk menelusuri kebenaran peristiwa tersebut, fakta-fakta terkait kondisi siswa yang belum fasih dalam membaca menjadi sebab yang mendasari pengakomodiran anak didik untuk turut belajar membaca di kelas 2, meski si anak telah duduk di kelas 4 dan kelas 6.
Baca juga: Gila! 2 anak SD di Taput disebut jadi korban politik, diintimidasi hingga dipaksa turun kelas
"Hasil penelusuran dinas terkait, terdapat kesalahan penerapan pembelajaran oleh tenaga pendidik di sekolah tersebut, di tengah pandemi COVID-19, saat ini," sebutnya.
Dikatakan, anak didik yang belum fasih membaca atau dalam bidang pendidikan dikenal istilah "calistung' (baca, tulis, berhitung) seharusnya dibimbing khusus pada sesi pembelajaran tambahan atau ekstrakurikuler calistung, meski kemampuan dimaksud telah diprogramkan untuk dikuasai setiap anak sejak duduk di kelas 1 hingga kelas 3.
"Pada sisi ini tenaga pendidiknya justru mengikutsertakan siswa kelas 4 dan kelas 6 yang belum fasih membaca untuk turut belajar di kelas 2. Seyogianya, hal tersebut harus dilakukan dalam sesi pembelajaran tambahan, atau pada sesi ektrakurikuler calistung," terangnya.
Kata Nikson, peristiwa yang terjadi di SD Batu Arimo harus dijadikan dinas terkait sebagai bahan introspeksi untuk pembenahan penerapan pembelajaran siswa.
"Tentunya, oknum kepala sekolah akan menerima teguran. Dan, teguran keras juga akan disampaikan kepada oknum wali kelas si anak, utamanya bagi wali kelas yang mengakomodir kenaikan kelas siswa hingga kelas 6, meski belum bisa membaca," jelasnya.
Bupati Nikson juga telah memerintahkan Kadis Bontor untuk segera melakukan evaluasi sistem penerapan pembelajaran demi menyikapi persoalan tersebut, terutama sudut penerapan pembelajaran siswa di tengah pandemi COVID-19 dalam dua tahun terakhir.
Sebelumnya diberitakan, peristiwa ini telah menjadi atensi aparat penegak hukum pascadilaporkan Roder Nababan, Direktur LBH Sekolah Jakarta.
Menurut Roder, peristiwa tak lazim mendera 2 anak, yakni R (12) dan W (10), keduanya siswa kelas VI dan IV SDN 173377, Desa Batu Arimo, Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara.
"R dan W mengalami intimidasi hingga dipaksa turun kelas diduga hanya karena kedua orangtuanya tidak ingin memilih suami sang Kepala Sekolah di Pilkades mendatang. Tadinya R sudah duduk dibangku kelas VI harus rela duduk di kelas II, demikian juga W dari kelas IV ke kelas II," sebutnya.
Kebetulan, selain sebagai Kasek SDN 173377, si oknum juga menjadi Pelaksana tugas Kepala Desa Batu Arimo.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021