Pemerintah menekankan menghormati kemerdekaan berpendapat dan juga independensi pers sepanjang berada di atas koridor hukum dan etika, sebagaimana dicantumkan dalam buku laporan Capaian Kinerja 2021 bertajuk "Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh 2021" yang diluncurkan pemerintah dari Jakarta, Rabu.
"Pemerintah menghormati kemerdekaan berpendapat dan independensi pers di atas koridor hukum dan etika. Di koridor yang sama, kita membangun demokrasi, partisipasi, legitimasi publik," jelas keterangan dalam laporan tersebut yang dikutip di Jakarta, Rabu (20/10).
Baca juga: Tim sekretariat kabinet RI monitoring dan tindak lanjuti arahan Presiden terkait food estate di Tapteng
Pemerintah menekankan bahwa dialog konstruktif perlu dihidupkan secara persisten di ruang-ruang publik untuk melawan hoaks, fitnah, ujaran kebencian serta "virus-virus" jahat yang menodai kebebasan berekspresi atas nama kebebasan berekspresi.
Dalam laporannya pemerintah mengutip data Dewan Pers mengenai Indeks Kemerdekaan Pers Nasional yang mengalami peningkatan dari sebelumnya 75,27 pada 2020 menjadi 76,02 pada 2021.
Lebih jauh dalam laporannya, Pemerintah juga menyampaikan bahwa sejarah mengajarkan betapa banyak bangsa yang hancur oleh intoleransi. Maka pemerintah menekankan Indonesia mesti setia merawat kebinekaan, termasuk moderasi beragama.
Menurut Pemerintah, slogan “berbeda itu kekuatan” perlu menjadi pilar pluralitas Indonesia. Konsensus keberagaman ini diyakini akan menjadi jaring penyelamat bangsa dari jebakan ekstremisme, radikalisme, serta kekerasan.
Pemerintah dalam laporan tersebut memberikan sejumlah contoh kasus intoleransi yang telah diselesaikan antara lain konflik pengungsi Ahmadiyah di NTB, konflik GKI Yasmin, konflik Sampang yang sudah masuk proses rekonsiliasi, hingga penyegelan Sunda Wiwitan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
"Pemerintah menghormati kemerdekaan berpendapat dan independensi pers di atas koridor hukum dan etika. Di koridor yang sama, kita membangun demokrasi, partisipasi, legitimasi publik," jelas keterangan dalam laporan tersebut yang dikutip di Jakarta, Rabu (20/10).
Baca juga: Tim sekretariat kabinet RI monitoring dan tindak lanjuti arahan Presiden terkait food estate di Tapteng
Pemerintah menekankan bahwa dialog konstruktif perlu dihidupkan secara persisten di ruang-ruang publik untuk melawan hoaks, fitnah, ujaran kebencian serta "virus-virus" jahat yang menodai kebebasan berekspresi atas nama kebebasan berekspresi.
Dalam laporannya pemerintah mengutip data Dewan Pers mengenai Indeks Kemerdekaan Pers Nasional yang mengalami peningkatan dari sebelumnya 75,27 pada 2020 menjadi 76,02 pada 2021.
Lebih jauh dalam laporannya, Pemerintah juga menyampaikan bahwa sejarah mengajarkan betapa banyak bangsa yang hancur oleh intoleransi. Maka pemerintah menekankan Indonesia mesti setia merawat kebinekaan, termasuk moderasi beragama.
Menurut Pemerintah, slogan “berbeda itu kekuatan” perlu menjadi pilar pluralitas Indonesia. Konsensus keberagaman ini diyakini akan menjadi jaring penyelamat bangsa dari jebakan ekstremisme, radikalisme, serta kekerasan.
Pemerintah dalam laporan tersebut memberikan sejumlah contoh kasus intoleransi yang telah diselesaikan antara lain konflik pengungsi Ahmadiyah di NTB, konflik GKI Yasmin, konflik Sampang yang sudah masuk proses rekonsiliasi, hingga penyegelan Sunda Wiwitan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021