Pemerintah menargetkan angka buta aksara yang pada tahun 2020 sudah turun menjadi 1,71 persen bisa terus turun menjadi kurang dari satu persen pada 2024.
“Pemerintah telah membuat strategi penurunan angka buta aksara menjadi kurang dari satu persen pada 2024 dan menjadi kurang dari 0,05 persen pada akhir 2030,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Jumeri pada peringatan Hari Aksara Internasional 2021 yang dipantau dari Jakarta, Rabu (8/9).
Menurut data pemerintah, jumlah penduduk yang buta aksara pada 2019 sebanyak 3.081.136 orang atau 1,78 persen dari penduduk berusia 15 tahun ke atas.
Pada tahun 2020, jumlah penduduk buta aksara berkurang menjadi menjadi 2.961.060 orang atau 1,71 persen dari populasi berusia 15 tahun ke atas.
Baca juga: UMSU berantas buta aksara di Secanggang Langkat
Namun ada beberapa provinsi yang angka buta aksaranya masih tergolong tinggi, yakni Papua (22,03 persen), Nusa Tenggara Barat (7,52 persen), Sulawesi Barat (4,46 persen), Nusa Tenggara Timur (4,24 persen), dan Sulawesi Selatan (4,11 persen).
Jumeri mengatakan bahwa masalah literasi di Indonesia di antaranya masih rendahnya tingkat literasi di kalangan remaja.
"Hasil PISA 2018, Indonesia meraih skor 371 atau urutan 73 dari 79 negara untuk literasi,” katanya mengutip skor kemampuan siswa Indonesia dalam membaca menurut data Programme for International Student Assessment (PISA).
Menurut Jumeri, strategi pemerintah untuk menurunkan angka buta aksara mencakup upaya peningkatan literasi remaja melalui pengembangan kurikulum, peningkatan kualitas pendidikan dan penguatan literasi masyarakat, dan kolaborasi satuan pendidikan.
Direktur UNESCO Jakarta Mohammed Djelid berharap program-program penurunan angka buta aksara bisa terus ditingkatkan di tengah pembatasan-pembatasan yang diterapkan pada masa pandemi COVID-19.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021