Data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menunjukkan, sebanyak 49,4 persen dari kasus kematian akibat infeksi virus corona tipe SARS-CoV-2 di Indonesia terjadi pada warga berusia lanjut, 60 tahun ke atas.

Kasus kematian akibat COVID-19 pada kelompok warga lanjut usia, menurut data Satuan Tugas, lebih tinggi dibandingkan pada kelompok warga berusia 46 sampai 59 tahun (35,5 persen) maupun kelompok warga berusia 31 sampai 45 tahun (11,2 persen).

Baca juga: Menteri BUMN terima kedatangan 8 juta dosis vaksin Sinovac


Selain itu, Koordinator Unit Bisnis Nutrisi Dewasa KALBE Nutritionals Boy Sinaga mengutip data tahun 2020 yang menunjukkan sekitar 24 dari 100 warga lanjut usia (lansia) di Indonesia jatuh sakit setiap bulan.

Dengan jumlah warga lansia yang menurut data Kementerian Kesehatan sekitar 26 juta jiwa, proporsi warga lansia yang setiap bulan jatuh sakit cukup besar, sekitar 6,2 jutaan.

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengemukakan bahwa warga lansia termasuk kelompok yang rentan, 

Daya tahan tubuh orang berusia lanjut lebih rendah dibandingkan orang dewasa muda sehingga mereka lebih mudah lebih mudah terserang penyakit dan membutuhkan waktu lebih lama untuk pemulihan. 

Dokter ahli penyakit dalam dan konsultan geriatri Lazuardhi Dwipa mengemukakan bahwa kerentaan mendatangkan risiko gangguan kesehatan seperti kelemahan otot rangka atau sarkopenia, kelelahan sepanjang waktu akibat depresi, gangguan penyakit yang berlangsung dua tahun lebih, penurunan performa fisik, serta malnutrisi.

Guna menangani masalah tersebut, ia mengatakan, warga yang berusia lanjut harus dipastikan mendapat asupan kalori dan protein cukup dan suplementasi zat gizi lain yang diperlukan serta menjalani olahraga untuk menguatkan stamina dan kelenturan tubuh.

Makanan dengan kandungan protein, serat, antioksidan, vitamin, mineral, serta Omega 3 dan Omega 6, menurut dia, baik untuk menangkal radikal bebas, mendukung fungsi organ tubuh, membantu menjaga massa otot, serta memperkuat kekebalan tubuh pada orang lanjut usia. 

Staf pengajar di Universitas Padjajaran itu juga menyarankan pemberian suplemen vitamin D untuk mencegah efek negatif dari obat yang dikonsumsi secara berlebihan terhadap kesehatan warga lansia.

Dia menambahkan, konsumsi makanan yang rendah laktosa bisa mencegah terjadinya gangguan pencernaan pada orang berusia lanjut.

Lazuardhi menekankan pentingnya membantu orang lanjut usia menurunkan risiko mengalami penyakit seperti jantung, stroke, diabetes, depresi, demensia, dan gangguan kesehatan akibat gaya hidup yang tidak banyak bergerak.

"Menjaga tubuh tetap sehat dan bugar di masa tua adalah suatu hal yang penting untuk kesehatan fisik maupun emosional," katanya.
 
Arsip Foto. Petugas memandu seorang lansia menggunakan alat olahraga di sebuah panti jompo di Jakarta.(ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna)



Memperkuat Ketahanan

Selain mengonsumsi makanan dengan kandungan nutrisi sesuai kebutuhan, dokter spesialis kedokteran olahraga Antonius Andi Kurniawan mengatakan, warga lansia perlu rutin berolahraga untuk menjaga tubuh tetap sehat dan bugar.

Menurut dia, pada warga lansia manfaat dari gaya hidup yang aktif jauh lebih besar daripada risikonya.

"Memang benar bahwa lansia mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh dan pulih dari cedera, tetapi lansia disarankan untuk melakukan olahraga intensitas ringan agar mereka tetap kuat dan aktif," katanya.

Andi mengemukakan, orang yang sudah berusia lanjut bisa berolahraga selama 30 menit setiap hari dengan melakukan kombinasi gerakan fleksibilitas, kardio, kekuatan otot, dan keseimbangan.

Pada masa pandemi COVID-19 seperti sekarang, warga lansia juga harus mendapatkan suntikan vaksin agar pertahanannya terhadap penyakit meningkat.

Kendati demmkian, Menurut data Kementerian Kesehatan, cakupan vaksinasi COVID-19 pada kelompok sasaran warga lansia di 456 kabupaten/kota di Indonesia masih rendah, masih di bawah 25 persen.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Reni Rondonuwu mengemukakan, penyebab cakupan vaksinasi pada lansia masih rendah antara lain masalah akses menuju lokasi vaksinasi.

Dengan kondisi fisik yang sudah menurun, warga lansia membutuhkan kemudahan mengakses tempat pelayanan vaksinasi serta pendamping untuk menjalani vaksinasi.

"Kami membuat kebijakan, satu pendamping yang membawa dua lansia akan ikut disuntik vaksin. Mudah-mudahan daerah juga akan diimplementasikan," kata Maxi. 

"Saya kira daerah perlu mencontoh DKI Jakarta, yang camat maupun lurah ikut terlibat untuk memobilisasi lansia," ia menambahkan.

Koordinator PMO Komunikasi Publik Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Arya Sinulingga mengatakan bahwa pemerintah berusaha mendekatkan pelayanan vaksinasi kepada masyarakat, utamanya bagi warga lansia.

"Ini tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di sejumlah kota di Indonesia. Ada juga layanan drive thru (lantatur)," kata Arya.

Di samping itu, dia berharap kerabat dan keluarga terdekat warga lansia mengajak dan membantu mereka menjalani vaksinasi COVID-19 agar lebih terlindung dari penyakit tersebut.

Ketua Komnas Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (PP KIPI) Profesor Hindra Irawan Satari mengatakan, kesadaran warga lansia menjalani vaksinasi sebenarnya cukup baik, hanya saja kadang ada anggota keluarga yang tidak mengizinkan mereka divaksinasi karena khawatir dengan efek sampingnya.

"Karena ternyata memperoleh informasi yang kurang tepat atau pihak yang tidak berwenang terkait imunisasi atau vaksinasi," katanya.

Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Profesor Sri Rezeki S Hadinegoro mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu terlalu khawatir atau ketakutan terhadap efek samping vaksinasi COVID-19 pada warga lansia, 

Selama pelaksanaan vaksinasi COVID-19, ia mengemukakan, kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) pada kelompok warga lansia tergolong sangat rendah.

Gejala yang ditemukan setelah penyuntikan vaksin COVID-19 pada warga lansia, menurut dia, umumnya juga ringan dan mudah diatasi.

"Efek samping kedua vaksin ini (Sinovac dan AstraZeneca) cukup ringan, tidak ada yang masuk rumah sakit atau sampai meninggal. KIPI pada lansia ini justru sangat sangat sedikit dibandingkan yang usia muda," kata Sri Rezeki.

Profesor Hindra mengatakan bahwa Komnas PP KIPI memantau kejadian ikutan setelah vaksinasi COVID-19 serta menyelidiki dan menganalisisnya. 

"Kalau gejala lebih dua hari laporkan saja nanti gejala itu diinvestigasi, dianalisis, dan dikaji. Apa pun keluhannya silakan lapor, kita justru mengharapkan laporan," katanya.

Sebagai orang berusia lanjut, Profesor Hindra juga menjalani vaksinasi COVID-19 meski mengalami gangguan irama jantung dan hipertensi serta kadar kolesterol dan asam uratnya sempat tinggi.

"Alhamdulillah sehat, saya sudah dua kali divaksinasi, jadi jangan ragu-ragu," kata profesor berumur 66 tahun tersebut.

Dia menyatakan bahwa vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi nasional sudah diuji keamanan dan khasiatnya, jadi masyarakat tidak perlu terlalu mengkhawatirkan efek samping penggunaannya.

Vaksin COVID-19 yang digunakan dalam program vaksinasi nasional juga telah dinyatakan aman bagi warga berusia lanjut, yang membutuhkan vaksin untuk meningkatkan ketahanan tubuh yang sudah renta terhadap penyakit tersebut.
 

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021