Tidak lama lagi Indonesia akan memasuki situasi yang disebut bonus demografi. Bonus demografi merupakan situasi dimana rasio jumlah angkatan kerja berada pada kisaran dua kali lipat dari jumlah usia non-produktif dimana hal ini merupakan fenomena penambahan jumlah penduduk usia kerja yang membawa
keuntungan bagi perekonomian. 

Generasi milenial merupakan angkatan kerja yang berada pada puncak bonus demografi tersebut. Generasi ini akan menyerbu dunia kerja dalam jumlah besar menggantikan generasi sebelumnya, yaitu generasi baby boomers dan generasi X.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada bulan Maret tahun 2020, angkatan kerja di Indonesia yang berusia 15 tahun keatas telah mencapai 140 juta orang. 

Dari jumlah angkatan kerja tersebut, Generasi Millenial sudah mendominasi angkatan kerja yang ada yaitu sebanyak 36.42% atau 51 juta orang, Generasi X berjumlah sekitar 44 juta orang, sedangkan Baby Boomer jumlahnya paling rendah, sekitar 24 juta orang.

Generasi milenial akan menjadi penerus dan penentu arah bangsa ini dimasa yang akan datang. Tentu saja mereka akan menjadi pelaku utama di sektor-sektor penting, baik sektor perekonomian, maupun pemerintahan. 

Di sektor pemerintahan, telah banyak generasi milenial yang mengambil peran penting dan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka menjadi ujung tombak dalam menyukseskan program pemerintah, dalam hal ini kinerja mereka akan menentukan kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat Indonesia.

Akan tetapi dalam suatu instansi pemerintah, generasi milenial ini akan berinteraksi dengan ASN lain yang berbeda generasi. Perbedaan generasi ini sedikit banyak akan mempengaruhi cara berinteraksi, dan cara kerja dalam instansi tersebut. 

Setiap generasi tentunya memiliki karakteristik tersendiri yang membentuk pola pikir dan kepribadian mereka. Perbedaan ini kemungkinan akan menimbulkan beberapa persoalan yang dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja generasi milenial.

Oleh sebab itu, dapat dipastikan terdapat permasalahan yang timbul dalam mengantisipasi kinerja para generasi milenial yang berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Perbedaan karakteristik antara Generasi Milenial dengan Generasi X dan Baby Boomer harus dapat diantisipasi oleh pemerintah selaku pemberi kerja.

Pemerintah sebagai harus dapat mengidentifikasi dan mengantisipasi persoalan apa saja yang akan dihadapi generasi milenial ketika bekerja sebagai ASN dengan memberikan tindakan nyata dalam mengatasi permasalahan yang dapat menghambat peningkatan kinerja para Generasi Milenial yang berprofesi sebagai ASN.

Karakteristik Generasi Milenial

Generasi milenial adalah generasi yang lahir tahun 1980 ke atas. Generasi ini disebut milenial karena kedekatan mereka pada era millennium dan dibesarkan pada era digital. 

Generasi milenial memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi dibanding generasi sebelum mereka pada usia yang sama. Kepercayaan diri ini diwujudkan dalam bentuk optimisme. Mereka tidak mudah menyerah untuk menyelesaikan suatu masalah. 

Sebab, mereka punya banyak instrumen yang dapat dimanfaatkan untuk mencari solusi, salah satunya adalah teknologi.

Generasi Milenial lahir diera digital. Hal ini memunculkan anggapan bahwa generasi milenial sangat menguasai teknologi. Mereka juga tumbuh dan berkembang bersamaan dengan perkembangan teknologi dan informasi. 

Kondisi tersebut sangat relevan dengan realita saat ini bahwa hampir setiap instansi swasta maupun pemerintah bersandar pada teknologi dan informasi. 
Kedekatan mereka dengan teknologi menumbuhkan keyakinan bahwa mereka layak dipertimbangkan untuk posisi kepemimpinan di tempat kerja.
 
Generasi Milenial selalu ingin diandalkan baik sebagai individu ataupun organisasi. Mereka memiliki hasrat yang tinggi terhadap keberhasilan organisasi.
Generasi milenial lebih bersedia untuk melakukan upaya ekstra untuk membantu organisasi berhasil dibanding generasi sebelumnya. 

Mereka juga memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diberikan dan selalu fokus pada pencapaian tujuan. Milenial lebih menikmati bekerja dalam tim dan lebih toleran dibanding generasi sebelumnya. 

Sistem belajar yang lebih menekankan pada kerja sama seperti kelompok belajar, tim olah raga, menciptakan nilai-nilai positif dalam diri milenial dan diyakini akan terbawa di dunia kerja.

Generasi milenial juga senang mengemukakan ide dan gagasan. Mereka selalu ingin didengar dan ikut dalam pengambilan keputusan. Mereka suka dengan pemimpin yang penuh dengan inovasi dan inspiratif. 

Hal ini berkaitan dengan hasrat mereka yang ingin terus berkembang, sehingga mereka butuh seorang panutan untuk itu.

ASN Milenial Di Lingkungan Kerja

Peningkatan kinerja merupakan isu yang sangat penting bagi setiap pegawai. Oleh karena itu, pengembangan sumber daya manusia menjadi perhatian penting bagi setiap instansi. Hal ini juga berlaku bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Kinerja merupakan hal utama yang harus terus ditingkatkan secara berkesinambungan. 

Demi mendorong peningkatan kinerja ASN, pemerintah melakukan berbagai upaya, termasuk mengadakan penilaian kinerja ASN yang berimplilkasi kepada tunjangan kinerja.

Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan kinerja pegawai. Disamping faktor kompensasi, faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan kinerja pegawai secara signifikan adalah faktor kepemimpinan dan budaya organisasi. 

Oleh karena itu, kualitas kepemimpinan dan budaya organisasi sangat penting untuk ditingkatkan. Kedua hal ini berkaitan dengan penciptaan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif yang berujung pada peningkatan kinerja pegawai.

Bagi ASN milenial, lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif sangat mendukung kinerja mereka. Lingkungan kerja selalu berhubungan dengan pimpinan, rekan kerja, dan fasilitas tempat bekerja. 

Pimpinan dan rekan kerja bisa jadi berasal dari generasi yang berbeda. Perbedaan generasi ini akan menimbulkan persoalan yang dapat berpengaruh pada kinerja ASN milenial. 

Aspek kepemimpinan Generasi milenial menyukai gaya kepemimpinan yang demokratis. Mereka senang mengemukakan ide dan berkontribusi pada hasil kerja tim. Mereka ingin didengarkan dan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. 

Milenial juga suka dengan pemimpin yang  inspiratif dan mau terlibat langsung dalam menyelesaikan pekerjaan dan bukan hanya memberikan perintah.

Melihat karakteristik milenial dalam aspek kepemimpinan, maka bila dihubungkan dengan instansi pemerintah saat ini, hambatan-hambatan yang akan dihadapi ASN milenial dalam meningkatkan kinerjanya dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Gaya kepemimpinan yang buruk

Kepemimpinan di instansi pemerintah saat ini sebagian besar masih diisi oleh Generasi X. 

Gaya kepemimpinan Generasi X cenderung bersifat otoriter. Hirarki kepemimpinan dalam organisasi juga sangat kental. Akibatnya, ide-ide dari bawahan jarang sampai kepada pucuk pimpinan.

Kondisi ini sangat bertentangan dengan karakter ASN milenial. ASN milenial mempunyai hasrat untuk berkontribusi terhadap pengambilan keputusan. 

Apabila mereka tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, hal ini akan menurunkan semangat kerja mereka yang berujung pada penurunan kinerja.

Hal ini dapat diantisipasi dengan beberapa tindakan yaitu dengan mengadakan pelatihan atau diklat kepemimpinan secara berkala, menetapkan indikator-indikator penilaian kepemimpinan yang mengarah pada kepemimpinan demokratis.

Serta merubah kebiasaan mengambil keputusan sendiri dengan melakukan diskusi bersama rekan kerja secara berkala melalui media rapat, sharing season, capacity building dan kegiatan lain yang sejenis. 

2. Krisisnya pemimpin teladan

ASN milenial membutuhkan pimpinan yang menginspirasi dan penuh inovasi. Saat ini sistem KKN dalam dunia birokrasi masih banyak terjadi. 

Dalam pemberian jabatan misalnya, pemilihan seorang pejabat sering kali didasarkan pada kedekatan pribadi, like & dislike atau bahkan hasil suap-menyuap.

Pemimpin yang dihasilkan dengan cara seperti ini akan minim prestasi dan inovasi. Mereka tidak dapat dijadikan teladan oleh ASN milenial.

Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan seorang pemimpin
berkualitas adalah:

• Menerapkan lelang jabatan dalam mencari seorang pimpinan instansi. Proses lelang jabatan melibatkan penilai independen untuk menghindari kecurangan dan diawasi dengan ketat.

• Merumuskan suatu aturan, lelang jabatan hanya dapat diikuti oleh ASN dengan
kinerja terbaik.

3. Kesenjangan usia

Kesenjangan usia antara ASN milenial dengan generasi sebelumnya menjadi hambatan bagi ASN milenial untuk berkontribusi pada pengambilan keputusan.

Pimpinan yang lebih tua cenderung menganggap remeh bawahannya yang masih muda. Dalam hal ini pimpinan masih menganggap bahwa mereka masih belum matang dan tidak memiliki pengalaman, sehingga ide-ide mereka cenderung diabaikan.

Selain itu, perbedaan usia juga dapat menumbuhkan perasaan segan dalam diri ASN milenial. Meskipun dia ingin bekontribusi dan memiliki ide yang lebih baik, namun dia tidak menyampaikannya karena rasa enggan.

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan kesenjangan usia
ini antara lain dengan cara :

a. Menciptakan wadah berkumpul bersama antar pegawai, misalnya rekreasi bersama sekaligus menjadi kegiatan Capacity Building, melaksanakan kegiatan olah raga bersama.

Merubah kebiasaan rapat atau kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM) yang kaku menjadi bersifat santai dan akrab tanpa mengurangi maksud dan tujuan rapat dan kegiatan lain yang memupuk keakraban dan saling mengenal sifat dan karakter sesama rekan kerja.

b. Pimpinan secara probadi dapat bersikap pro aktif mendekatkan diri dengan mereka para milenial untuk membangun hubungan yang akrab namun bersikap tegas dalam hal kedinasan.

4. Disiplin ASN yang buruk

Masih banyak ASN yang tingkat disiplinnya sangat rendah. Bahkan hampir di setiap instansi pemerintah kita akan menemukan ASN tidak disiplin. ASN yang berkeliaran di luar kantor pada saat jam kerja masih sering dijumpai. 

Banyak juga ASN yang datang terlambat dan pulang sebelum waktunya. Hal ini mencerminkan budaya kerja yang sangat buruk.

Bagi milenial, budaya kerja seperti ini tidak mendukung semangat mereka dalam meningkatkan kinerja. Kebiasaan dari pegawai-pegawai lama yang merupakan generasi sebelumnya dapat merusak pola pikir mereka. 

Bekerja di lingkungan seperti ini pada akhirnya akan menyebabkan ASN milenial akan mengikuti budaya kerja yang buruk.

Disiplin yang buruk setidaknya dapat diantisipasi dengan cara :

• Menggunakan mesin absen digital untuk seluruh instansi pemerintah.
• Memberikan sanksi berat terhadap pelanggaran disiplin dalam instansi.
• Melakukan pengawasan melekat oleh pimpinan terhadap bawahannya dengan turun ke bawah meninjau secara langsung pelayanan yang dilakukan ASN.

5. Bekerja tidak sesuai SOP

Pelanggaran terhadap SOP masih banyak ditemukan di instansi pemerintah. Bahkan ASN yang tidak memahami peraturan dalam instansinya masih dapat ditemukan. Akibatnya, banyak ASN yang berkerja tidak sesua SOP yang ditetapkan. 

Kesalahpahaman dan ketidaktahuan terhadap aturan instansi menyebabkan ASN tidak maksimal dalam memberikan pelayanan. 

Keadaan seperti ini dapat diatasi dengan memberikan sanksi tegas atas setiap pelanggaran SOP yang dilakukan, memberikan sosialisasi tentang pentingnya menerapkan SOP dalam setiap pelayanan, serat melakukan pengawasan yang berkesinambungan atas proses kerja yang dilakukan.

Budaya organisasi tercipta dari penegakan aturan organisasi yang dilakukan secara tegas dan konsisten. Apabila penegakan aturan dalam suatu organisasi lemah, maka budaya organisasi di instansi tersebut juga lemah. 

Milenial menyukai budaya organisasi dengan beberapa aturan untuk membimbing mereka dalam pengambilan keputusan. 

Oleh karena itu, budaya organisasi harus mencerminkan aturan dalam organisasi tersebut. Budaya organisasi yang menyimpang dari aturan organisasi memberikan dampak buruk bagi ASN milenial. 

Budaya organisasi adalah guide bagi milenial. Budaya organisasi yang menyimpang menyebabkan ASN milenial melakukan kesalahan-kesalahan dalam mengambil keputusan yang berdampak pada penurunan kinerja.

Pemerintah diharapkan memperhatikan kualitas kepemimpinan pada setiap instansi di lingkungan pemerintahan. Sangat perlu diadakan survey indeks kepemimpinan di setiap instansi pemerintah, sehingga dapat dilakukan perbaikan yang diperlukan. 

Penegakan kedisiplinan ASN juga harus menjadi perhatian utama pemerintah. Hal ini bertujuan untuk membangun budaya organisasi yang berkualitas berlandaskan peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan.

*) Penulis adalah Kepala Seksi Bank KPPN Padang Sidempuan
 

Pewarta: Elias K. Sinaga *)

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020