Anggota Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Asro Kamal Rokan mengenang mendiang Jakob Oetama (JO) sebagai sosok yang santun dan tidak membedakan wartawan senior dengan junior.
"Beberapa tahun lalu, semasa Pak JO masih sering hadir dalam berbagai acara, saya sering bertemu. Dalam setiap pertemuan, Pak JO yang lebih dahulu menyapa dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman," kata Asro dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Rabu (9/9).
Asro menyebutkan kuatnya daya ingat JO yang disebutkannya dalam suatu pertemuan yang sudah lama sekali disapa terlebih dulu oleh JO dengan suaranya yang lembut.
Baca juga: Obituari - Jacob Oetama, maestro jurnalistik Indonesia itu telah pergi
"'Asro sudah di TVOne sekarang, saya sering lihat,' ujar Pak JO ramah. Saya jawab, masih di LKBN Antara Pak, sedangkan di TVOne terkadang sebagai narasumber acara Minggu Pagi," kata Asro.
Mantan Pemimpin Umum Perum LKBN Antara itu sangat terkesan dan menghormati JO, apalagi karakternya yang ramah, santun, dan sangat menghormati setiap orang itu menular pada wartawan dan karyawan Kompas.
Setiap bertemu dengan pemimpin di redaksi Kompas, di antaranya Suryo Pratomo, Rikard Bagun, Budiman Tanurejo, Ninuk Mardiana Pambudi, Rosiana Silalahi (KompasTV), juga Tri Agung Kristanto, dan Mohammad Bakir, kata dia, mereka santun dan menghormati setiap orang, seperti JO.
Jakob Oetama awalnya seorang guru, yang kemudian meniti karier sebagai wartawan Mingguan Penabur pada 1956.
Kemudian, JO bersama PK Ojong mendirikan majalah Intisari (1963). Ketertarikan JO terhadap penerbitan pers berlanjut dua tahun kemudian dengan mendirikan Harian Kompas bersama PK Ojong.
Di Kompas, awalnya JO dan PK Ojong berbagi tugas, yakni JO membidangi ediorial, sedangkan PK Ojong membidangi bisnis. Namun, situasi berubah ketika PK Ojong meninggal pada 31 Mei 1980 yang membuat JO harus pula menangani bidang bisnis.
Di bawah kendali JO, Asro bercerita, Kompas yang kemudian menjadi Kompas Gramedia group semakin besar, dengan anak-anak perusahaan yang tumbuh pesat, di antaranya media massa, toko buku, percetakan, radio, hotel, lembaga pendidikan, "event organizer", stasiun TV hingga universitas.
Di PWI Pusat, kata Asro, JO yang selalu mendukung PWI menjabat sebagai pembina pengurus pusat.
Tokoh besar dunia pers Indonesia itu wafat di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta, Rabu siang, pada usia 88 tahun.
"Selamat jalan Pak Jakob, keteladanan Bapak jadi contoh bagi kami yang lebih muda. Kami kehilangan Bapak," pungkas Asro.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
"Beberapa tahun lalu, semasa Pak JO masih sering hadir dalam berbagai acara, saya sering bertemu. Dalam setiap pertemuan, Pak JO yang lebih dahulu menyapa dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman," kata Asro dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Rabu (9/9).
Asro menyebutkan kuatnya daya ingat JO yang disebutkannya dalam suatu pertemuan yang sudah lama sekali disapa terlebih dulu oleh JO dengan suaranya yang lembut.
Baca juga: Obituari - Jacob Oetama, maestro jurnalistik Indonesia itu telah pergi
"'Asro sudah di TVOne sekarang, saya sering lihat,' ujar Pak JO ramah. Saya jawab, masih di LKBN Antara Pak, sedangkan di TVOne terkadang sebagai narasumber acara Minggu Pagi," kata Asro.
Mantan Pemimpin Umum Perum LKBN Antara itu sangat terkesan dan menghormati JO, apalagi karakternya yang ramah, santun, dan sangat menghormati setiap orang itu menular pada wartawan dan karyawan Kompas.
Setiap bertemu dengan pemimpin di redaksi Kompas, di antaranya Suryo Pratomo, Rikard Bagun, Budiman Tanurejo, Ninuk Mardiana Pambudi, Rosiana Silalahi (KompasTV), juga Tri Agung Kristanto, dan Mohammad Bakir, kata dia, mereka santun dan menghormati setiap orang, seperti JO.
Jakob Oetama awalnya seorang guru, yang kemudian meniti karier sebagai wartawan Mingguan Penabur pada 1956.
Kemudian, JO bersama PK Ojong mendirikan majalah Intisari (1963). Ketertarikan JO terhadap penerbitan pers berlanjut dua tahun kemudian dengan mendirikan Harian Kompas bersama PK Ojong.
Di Kompas, awalnya JO dan PK Ojong berbagi tugas, yakni JO membidangi ediorial, sedangkan PK Ojong membidangi bisnis. Namun, situasi berubah ketika PK Ojong meninggal pada 31 Mei 1980 yang membuat JO harus pula menangani bidang bisnis.
Di bawah kendali JO, Asro bercerita, Kompas yang kemudian menjadi Kompas Gramedia group semakin besar, dengan anak-anak perusahaan yang tumbuh pesat, di antaranya media massa, toko buku, percetakan, radio, hotel, lembaga pendidikan, "event organizer", stasiun TV hingga universitas.
Di PWI Pusat, kata Asro, JO yang selalu mendukung PWI menjabat sebagai pembina pengurus pusat.
Tokoh besar dunia pers Indonesia itu wafat di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta, Rabu siang, pada usia 88 tahun.
"Selamat jalan Pak Jakob, keteladanan Bapak jadi contoh bagi kami yang lebih muda. Kami kehilangan Bapak," pungkas Asro.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020