Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Rokhmin Dahuri mengungkapkan penyebab minimnya kapasitas iptek dan inovasi di sektor kelautan dan perikanan dalam mendorong kemakmuran bangsa.
"Penyebab rendahnya kapasitas inovasi disebabkan oleh berbagai hal yakni, banyak aktivitas litbang hanya untuk menghasilkan tulisan ilmiah dan prototipe teknologi, serta rendahnya kreativitas, daya inovasi, dan entrepreneurship kebanyakan peneliti," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Stapsus Menteri KP: Peraturan Menteri No.12/2020 terkait ekspor benih lobster untungkan semua pihak
Selain itu, ujar Rokhmin, mayoritas pengusaha industri mengharapkan keuntungan cepat (quick-short wins), sedangkan sebagian besar inovasi bisa komersial dan diproduksi massal setelah sekitar lima tahun, serta minimnya dana, prasarana, dan sarana.
Rokhmin yang juga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini berpendapat, rendahnya inovasi juga disebabkan karena peran pemerintah sebagai match maker antara peneliti yang menghasilkan prototipe dengan industriawan jauh dari optimal.
Ia juga berpendapat bahwa saat ini masih rendahnya penghargaan ekonomi maupun sosial dari pemerintah dan masyarakat kepada peneliti, serta kurangnya insentif dan penghargaan dari pemerintah kepada industriawan yang mau mengindustrikan dan mengomersialkan invensi para peneliti.
Baca juga: Memanfaatkan peluang ekspor dalam masa pemulihan pandemi
"Penyebab lainnya yaitu, minimnya kerja sama sinergis antara peneliti-swasta atau industri-pemerintah, hasil riset minim yang telah sukses diindustrikan menjadi produk teknologi made in Indonesia yang laku di pasar domestik maupun global, terdapat kegagalan sistem pendidikan, di mana mayoritas lulusan hanya bisa menghafal, tetapi lemah dalam hal analytical capability and problem solving, kreativitas, inovasi, teamwork, dan etos kerja unggul/akhlak mulia, rendahnya status gizi dan kesehatan masyarakat; dan political commitment pemerintah, DPR, dan elit pemimpin bangsa yang sangat rendah terhadap R & D dan inovasi," katanya.
Sementara itu, Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Laode M Kamaluddin menjelaskan bahwa kebijakan kelautan dan perikanan perlu memenuhi beberapa hal, diP antaranya yakni, penguatan SDM dan inovasi riset kelautan dan perikanan.
"Untuk itu, BRSDM (Badan Riset dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) harus dapat meningkatkan transformasi digital untuk menguatkan peran data menjadi peran informasi dalam analisa ilmiah dan pemodelan," kata Laode.
Baca juga: KKP amankan dua kapal ikan asing di Laut Natuna Utara
Ia juga menekankan pentingnya strategi pengembangan SDM agar dilakukan secara dinamis berdasarkan analisa big data dan menetapkan fokus riset sebagai penopang utama mendukung kinerja KKP serta mendukung keberhasilan pembangunan kelautan dan perikanan.
Kepala BRSDM KKP Sjarief Widjaja menyatakan keberhasilan pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia tidak lepas dari peran penting dari riset inovatif dan sumber daya manusia yang unggul.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan SDM dan riset yang inovatif untuk pembangunan nasional lima tahun ke depan sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020-2024.
"Adanya riset inovatif tentunya akan mendukung penguatan ketahanan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sedangkan SDM sebagai modal utama pembangunan nasional akan mendorong adanya peningkatan produktivitas dan daya saing nasional," ujar Sjarief.
Dari aspek riset dan inovasi iptek, BRSDM mendorong seluruh satker untuk dapat meningkatkan sinergi dari hulu ke hilir, di mana penelitian harus dirancang secara terintegrasi.
Selain itu, penyelenggaraan pendidikan vokasi, pelatihan, penyuluhan dan riset didorong untuk menciptakan banyak kegiatan ekonomi dan melakukan beragam terobosan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
"Penyebab rendahnya kapasitas inovasi disebabkan oleh berbagai hal yakni, banyak aktivitas litbang hanya untuk menghasilkan tulisan ilmiah dan prototipe teknologi, serta rendahnya kreativitas, daya inovasi, dan entrepreneurship kebanyakan peneliti," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Stapsus Menteri KP: Peraturan Menteri No.12/2020 terkait ekspor benih lobster untungkan semua pihak
Selain itu, ujar Rokhmin, mayoritas pengusaha industri mengharapkan keuntungan cepat (quick-short wins), sedangkan sebagian besar inovasi bisa komersial dan diproduksi massal setelah sekitar lima tahun, serta minimnya dana, prasarana, dan sarana.
Rokhmin yang juga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini berpendapat, rendahnya inovasi juga disebabkan karena peran pemerintah sebagai match maker antara peneliti yang menghasilkan prototipe dengan industriawan jauh dari optimal.
Ia juga berpendapat bahwa saat ini masih rendahnya penghargaan ekonomi maupun sosial dari pemerintah dan masyarakat kepada peneliti, serta kurangnya insentif dan penghargaan dari pemerintah kepada industriawan yang mau mengindustrikan dan mengomersialkan invensi para peneliti.
Baca juga: Memanfaatkan peluang ekspor dalam masa pemulihan pandemi
"Penyebab lainnya yaitu, minimnya kerja sama sinergis antara peneliti-swasta atau industri-pemerintah, hasil riset minim yang telah sukses diindustrikan menjadi produk teknologi made in Indonesia yang laku di pasar domestik maupun global, terdapat kegagalan sistem pendidikan, di mana mayoritas lulusan hanya bisa menghafal, tetapi lemah dalam hal analytical capability and problem solving, kreativitas, inovasi, teamwork, dan etos kerja unggul/akhlak mulia, rendahnya status gizi dan kesehatan masyarakat; dan political commitment pemerintah, DPR, dan elit pemimpin bangsa yang sangat rendah terhadap R & D dan inovasi," katanya.
Sementara itu, Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Laode M Kamaluddin menjelaskan bahwa kebijakan kelautan dan perikanan perlu memenuhi beberapa hal, diP antaranya yakni, penguatan SDM dan inovasi riset kelautan dan perikanan.
"Untuk itu, BRSDM (Badan Riset dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) harus dapat meningkatkan transformasi digital untuk menguatkan peran data menjadi peran informasi dalam analisa ilmiah dan pemodelan," kata Laode.
Baca juga: KKP amankan dua kapal ikan asing di Laut Natuna Utara
Ia juga menekankan pentingnya strategi pengembangan SDM agar dilakukan secara dinamis berdasarkan analisa big data dan menetapkan fokus riset sebagai penopang utama mendukung kinerja KKP serta mendukung keberhasilan pembangunan kelautan dan perikanan.
Kepala BRSDM KKP Sjarief Widjaja menyatakan keberhasilan pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia tidak lepas dari peran penting dari riset inovatif dan sumber daya manusia yang unggul.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan SDM dan riset yang inovatif untuk pembangunan nasional lima tahun ke depan sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020-2024.
"Adanya riset inovatif tentunya akan mendukung penguatan ketahanan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sedangkan SDM sebagai modal utama pembangunan nasional akan mendorong adanya peningkatan produktivitas dan daya saing nasional," ujar Sjarief.
Dari aspek riset dan inovasi iptek, BRSDM mendorong seluruh satker untuk dapat meningkatkan sinergi dari hulu ke hilir, di mana penelitian harus dirancang secara terintegrasi.
Selain itu, penyelenggaraan pendidikan vokasi, pelatihan, penyuluhan dan riset didorong untuk menciptakan banyak kegiatan ekonomi dan melakukan beragam terobosan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020