Otoritas Jasa Keuangan atau OJK telah memblokir 2.591 fintech lending ilegal atau pinjaman online sejak 2018 hingga tahun 2020 dan kemungkinan kegiatan fintech lending ilegal ini diduga mendapatkan dukungan dari kelompok mafia atau kejahatan terorganisir internasional lainnya.
"Di tahun 2020 fintech lending ilegal yang dihentikan oleh Satgas Waspada Investasi OJK mencapai 694 fintech ilegal. Jadi secara total sejak 2018 hingga saat ini, Satgas Waspada Investasi telah menghentikan 2.591 fintech ilegal," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK Tongam L Tobing dalam diskusi dari di Jakarta, Senin.
Baca juga: OJK ungkap 95 bank restrukturisasi kredit senilai Rp458, 8 triliun
Baca juga: Satgas Waspada Investasi temukan 508 fintech lending ilegal
Selain itu Tongam juga menambahkan bahwa fintech-fintech lending ilegal ini banyak sekali aktivitasnya yang dilakukan di media sosial, dan server-server fintech ilegal ini banyak terdapat di luar negeri, seperti Amerika Serikat, China, Singapura, dan negara-negara lainnya.
"Kegiatan-kegiatan fintech lending ilegal ini kalau boleh kami katakan ada (dukungan) mafia internasional, seperti mafia Rusia, mafia India dan kelompok-kelompok kejahatan terorganisir lainnya yang mencari dan mengambil keuntungan besar dari masyarakat," katanya.
Yang menjadi perhatian OJK adalah sebenarnya fintech lending ilegal ini tidak murni menjalankan bisnis fintech lending yang sesungguhnya. Kalau kami melihat bisnis fintech lending legal adalah sebagai jembatan antara pemberi dana (lender) dengan peminjam dana (borrower).
Fintech lending ilegal bahkan tidak melakukan penghimpunan dana dari pemberi pinjaman dan tidak menyalurkan dana dari fintech lending ilegal itu sendiri. Mereka hanya bertindak sebagai penghubung.
"Kegiatan fintech-fintech lending ilegal ini lebih cenderung pada kegiatan perusahaan-perusahaan pembiayaan yang dilakukan secara elektronik, mengingat tidak ada pemberi pinjaman yang mengadu kepada OJK dan sebaliknya banyak korban dari penerima pinjaman yang mengadu ke OJK," kata Ketua Satgas Waspada Investasi OJK tersebut.
OJK sendiri sudah melakukan pengumuman kepada masyarakat, menghentikan kegiatan fintech lending ilegal melalui pemblokiran, Kami juga sudah menyampaikan laporan kepada kepolisian untuk melakukan proses hukum apabila terdapat tindak pidana.
Namun demikian dengan kemajuan teknologi informasi saat ini yang sangat memudahkan orang untuk membuat aplikasi dan sebagainya, membuat fintech lending ilegal dapat berganti nama atau bentuk.
Dengan demikian yang bisa OJK lakukan adalah kegiatan-kegiatan yang secara rutin melakukan patroli cyber bersama Kemenkominfo.
Dalam paparannya, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK Tongam L Tobing mengungkapkan server-server fintech lending ilegal yang beroperasi di luar negeri antara lain 170 server di Amerika Serikat, 94 server di Singapura, 70 server di China, 22 server di Malaysia, sembilan server di Hong kong dan tujuh server di Rusia.
Sedangkan sebanyak 530 server fintech lending ilegal lainnya berada di lokasi yang tidak diketahui, dan 272 server fintech lending ilegal berada di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
"Di tahun 2020 fintech lending ilegal yang dihentikan oleh Satgas Waspada Investasi OJK mencapai 694 fintech ilegal. Jadi secara total sejak 2018 hingga saat ini, Satgas Waspada Investasi telah menghentikan 2.591 fintech ilegal," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK Tongam L Tobing dalam diskusi dari di Jakarta, Senin.
Baca juga: OJK ungkap 95 bank restrukturisasi kredit senilai Rp458, 8 triliun
Baca juga: Satgas Waspada Investasi temukan 508 fintech lending ilegal
Selain itu Tongam juga menambahkan bahwa fintech-fintech lending ilegal ini banyak sekali aktivitasnya yang dilakukan di media sosial, dan server-server fintech ilegal ini banyak terdapat di luar negeri, seperti Amerika Serikat, China, Singapura, dan negara-negara lainnya.
"Kegiatan-kegiatan fintech lending ilegal ini kalau boleh kami katakan ada (dukungan) mafia internasional, seperti mafia Rusia, mafia India dan kelompok-kelompok kejahatan terorganisir lainnya yang mencari dan mengambil keuntungan besar dari masyarakat," katanya.
Yang menjadi perhatian OJK adalah sebenarnya fintech lending ilegal ini tidak murni menjalankan bisnis fintech lending yang sesungguhnya. Kalau kami melihat bisnis fintech lending legal adalah sebagai jembatan antara pemberi dana (lender) dengan peminjam dana (borrower).
Fintech lending ilegal bahkan tidak melakukan penghimpunan dana dari pemberi pinjaman dan tidak menyalurkan dana dari fintech lending ilegal itu sendiri. Mereka hanya bertindak sebagai penghubung.
"Kegiatan fintech-fintech lending ilegal ini lebih cenderung pada kegiatan perusahaan-perusahaan pembiayaan yang dilakukan secara elektronik, mengingat tidak ada pemberi pinjaman yang mengadu kepada OJK dan sebaliknya banyak korban dari penerima pinjaman yang mengadu ke OJK," kata Ketua Satgas Waspada Investasi OJK tersebut.
OJK sendiri sudah melakukan pengumuman kepada masyarakat, menghentikan kegiatan fintech lending ilegal melalui pemblokiran, Kami juga sudah menyampaikan laporan kepada kepolisian untuk melakukan proses hukum apabila terdapat tindak pidana.
Namun demikian dengan kemajuan teknologi informasi saat ini yang sangat memudahkan orang untuk membuat aplikasi dan sebagainya, membuat fintech lending ilegal dapat berganti nama atau bentuk.
Dengan demikian yang bisa OJK lakukan adalah kegiatan-kegiatan yang secara rutin melakukan patroli cyber bersama Kemenkominfo.
Dalam paparannya, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK Tongam L Tobing mengungkapkan server-server fintech lending ilegal yang beroperasi di luar negeri antara lain 170 server di Amerika Serikat, 94 server di Singapura, 70 server di China, 22 server di Malaysia, sembilan server di Hong kong dan tujuh server di Rusia.
Sedangkan sebanyak 530 server fintech lending ilegal lainnya berada di lokasi yang tidak diketahui, dan 272 server fintech lending ilegal berada di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020