Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari) dan komunitas perempuan korban kekerasan mendesak Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) tetap masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2020. 
 
"Pada penghujung Juni 2020, kita dihentakkan dengan berita bahwa RUU PKS dikeluarkan dari Prolegnas prioritas 2020. Kabar ini jelas menyakitkan, di tengah maraknya kasus-kasus kekerasan seksual yang terus terjadi dan menimpa siapapun," kata Ketua Dewan Pengurus Hapsari Sumatera Utara, Lely Zailani, Selasa.
 
Menurut Lely, hampir sepuluh tahun sejak 2014 Hapsari bersama Forum Pengada Layanan (FPL) melakukan advokasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak. 

Baca juga: Soal kekerasan seksual di kampus, Mendikbud Nadiem minta waktu untuk cari solusinya
 
Hingga 2020, kata Lely, lebih dari 500 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak telah ditangani, mulai dari Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT), penelantaran, pencabulan, pelecehan seksual, hingga perkosaan.
 
Pada 2018, HAPSARI mencatat bahwa sebanyak 133 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak telah ditangani bersama anggota dan mitra. Tahun 2019 bertambah 75 kasus menjadi 208, atau meningkat 56,4 persen dan hingga Juli 2020 bertambah 32 kasus menjadi 208. Rata-rata 15 persen diantara kasus yang ditangani adalah kekerasan seksual.
 
Selain itu, Lely mengatakan bahwa ditingkat nasional angka kekerasan terhadap perempuan lebih memprihatinkan lagi. Komnas Perempuan mencatat 406,178 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi pada 2019, di mana kasus kekerasan seksual di ranah publik sebanyak 2.521 kasus dan di ranah privat 2.988 kasus. 
 
"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebutkan bahwa pada Januari hingga 19 Juni 2020 saja terjadi 329 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dewasa dan 1.849 kasus kekerasan seksual terhadap anak baik perempuan maupun laki-laki," katanya.
 
Bahkan kata Lely, selama pandemi COVID-19 jumlah kasus kekerasan seksual terutama lewat media internet juga meningkat secara signifikan. 
 
Satu-satunya harapan bagi korban kekerasan seksual dan keluarganya juga bagi para pendamping korban kekerasan seksual, adalah segera disahkannya RUU PKS yang sudah berada dalam daftar prioritas Prolegnas tahun 2020.
 
"Oleh karena itu, Hapsari bersama komunitas perempuan korban kekerasan yang sedang memperjuangkan keadilannya, menyatakan mengapresiasi anggota DPR yang hingga hari ini masih mengupayakan di sahkannya RUU PKS menjadi UU," ujarnya.
 
 

Pewarta: Nur Aprilliana Br. Sitorus

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020