Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebutkan putusan Mahkamah Agung terhadap judicial review yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah bersifat final.
"Putusan MA kalau judicial review itu adalah putusan yang final. Tidak ada banding terhadap judicial review," katanya, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin petang.
Baca juga: MA batalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan
Berbeda, kata dia, dengan gugatan perkara perdata atau pidana di pengadilan yang masih bisa diajukan peninjauan kembali (PK) setelah diputus kasasi oleh MA.
Baca juga: BPJS Kesehatan berikan perhatian khusus penanganan Covid-19 di Medan
"Kalau judicial review itu sekali diputus final dan mengikat. Oleh sebab itu yang kita ikuti saja. Pemerintah kan tidak boleh melawan putusan pengadilan," ujar Mahfud.
Sebagaimana diwartakan, MA mengabulkan sebagian permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Dikutip dari laman MA di Jakarta, Senin, uji materi yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir diputus hakim agung Yosran, Yodi Martono Wahyunadi dan Supandi.
Baca juga: Pemerintah tanggung biaya pelayanan kesehatan pasien virus corona
Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal tersebut mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi sebesar Rp42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III, Rp110 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas II dan Rp 160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I.
Besaran iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Sebelumnya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mengajukan uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 karena menilai kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen tidak disertai alasan logis.
Menurut komunitas itu, Perpres 75 Tahun 2019 bertentangan dengan Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
"Putusan MA kalau judicial review itu adalah putusan yang final. Tidak ada banding terhadap judicial review," katanya, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin petang.
Baca juga: MA batalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan
Berbeda, kata dia, dengan gugatan perkara perdata atau pidana di pengadilan yang masih bisa diajukan peninjauan kembali (PK) setelah diputus kasasi oleh MA.
Baca juga: BPJS Kesehatan berikan perhatian khusus penanganan Covid-19 di Medan
"Kalau judicial review itu sekali diputus final dan mengikat. Oleh sebab itu yang kita ikuti saja. Pemerintah kan tidak boleh melawan putusan pengadilan," ujar Mahfud.
Sebagaimana diwartakan, MA mengabulkan sebagian permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Dikutip dari laman MA di Jakarta, Senin, uji materi yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir diputus hakim agung Yosran, Yodi Martono Wahyunadi dan Supandi.
Baca juga: Pemerintah tanggung biaya pelayanan kesehatan pasien virus corona
Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal tersebut mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi sebesar Rp42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III, Rp110 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas II dan Rp 160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I.
Besaran iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Sebelumnya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mengajukan uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 karena menilai kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen tidak disertai alasan logis.
Menurut komunitas itu, Perpres 75 Tahun 2019 bertentangan dengan Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020