Seratusan warga Desa Banuaji I,  II dan IV Kecamatan Adiankoting, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, bersama LSM Pencegahan Korupsi Anggaran Pemerintah RI menggelar aksi unjukrasa dan menuding aktivitas Sarulla Operation Limited selaku konsorsium Pembangkit Listrik Panas Bumi Sarulla telah memunculkan gas beracun yang menewaskan seorang warga Desa Banuaji, beberapa waktu lalu.

"Kami menduga bahwa penyebab kematian salah seorang petani Banuaji IV Adiankoting atas nama Sabungan Sinaga, 67 tahun, pada 16 Mei 2019 adalah akibat polusi gas asam sulfit atau H2S," ujar Dolfri Sihombing, Koordinator lapangan LSM PKAP RI, di tengah aksi demo yang digelar di depan kantor Bupati Taput, Senin (17/2).

Baca juga: Rp15 miliar bonus produksi SOL untuk Pemkab Taput

Aksi yang digelar dengan mendatangi kantor Bupati Tapanuli Utara mendesak pengusutan tuntas dugaan gas beracun H2S yang menelan korban jiwa tersebut.

Dalam aksi damai itu, terpantau sejumlah sejumlah kaum hawa dilibatkan turun ke jalan untuk menyuarakan poin tuntutan dengan memegang poster tutup PT SOL bergambar sesosok jenazah yang tergeletak di areal sawah. 

Donfri Sihombing dalam orasinya meminta Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara menindaklanjuti surat lembaganya yang sudah dilayangkan pada 9 Desember 2019 lalu ke Dinas Lingkungan Hidup Taput.

Dalam surat itu, pihaknya telah memaparkan temuannya akan adanya penyebaran polusi gas beracun asam sulfit atau H2S di areal persawahan warga Desa Banuaji IV Adiankoting.

Dimana, semburan gas tersebut diduga telah menimbulkan korban jiwa saat seorang warga sedang berada di areal pertaniannya.

"Seluas lebih kurang 130 hektar, bahkan sudah melebar ke tiga desa yakni desa Banuaji I, II dan desa Banuaji IV yang terdampak semburan gas. Kita takutkan ini adalah dampak kegiatan di PT SOL. Sehingga, harapan kita Bupati menyikapi hal ini dan menghadirkan ahli dalam bidang ini," kata Donfri. 

Menjawab orasi massa, Bupati Nikson Nababan membenarkan temuan gas beracun di lokasi areal pertanian warga Banuaji IV Adiankoting. 

"Kejadian ini tahun 2019, kita sudah surati Bapedal. Dan ditemukan di situ gas H2S yang melewati ambang batas," sebutnya.

Demi mengungkap pembuktian akan hal ini, pihaknya berharap kerjasama dari insan pers untuk turut andil mendorong Walhi dan Kementerian ESDM dalam melakukan penelitian obyektif. 

"Kita sudah minta lembaga independen agar melakukan penelitian secara objektif. Dan tanah warga yang gagal panen akan kita bantu dari dinas sosial.  Nanti ada kajian, dan sesuai keterangan Kades bahwa timbulnya gas H2S baru tahun ini," imbuh Nikson.  

Diungkapkan, dugaan fenomena serupa, pernah terjadi di areal PT SOL tepatnya di Pahae Julu. 

"Maka perlu penelitian yang objektif, pernah kejadian di Pahae Julu tahun lalu. Gas H2S membuat lahan mereka kering. Jadi kita tunggu pendapat Walhi dan Kementerian ESDM," tukasnya.

Terpisah, Kepala Teknik Panas Bumi (KTPB) SOL, Donny Tambunan mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemkab Taput dan Polres setempat dalam menyikapi aksi unjukrasa atas nama masyarakat Desa Banuaji perihal adanya gelembung cairan panas (fumarol) yang terjadi di Desa Banuaji IV, Kecamatan Adiankoting, Taput.

"Fenomena fumarol atau keluarnya uap air dan gas seperti karbon dioksida, belerang dioksida, asam klorida, dan hidrogen sulfida, ke permukaan merupakan salah satu bentuk jenis-jenis manifestasi alam di dalam sesar besar sumatera yang memiliki tektonik aktif," jelasnya dalam siaran pers yang diterima ANTARA, Senin (17/2).

Dikatakan, Desa Banuaji berlokasi sekitar 10 km ke arah barat laut di atas hulu dari lokasi produksi PLTP Sarulla.

Lokasinya cukup jauh dari lokasi operasional PLTP Sarulla dan Desa Banuaji tidak terkategori sebagai desa terdampak dalam AMDAL milik SOL.

"Sehingga dapat disimpulkan bahwa apa yang terjadi di Desa Banuaji tidak terkait dengan kegiatan operasional SOL," pungkas Donny.

Pewarta: Rinto Aritonang

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020