Bank Indonesia memprediksi inflasi di Sumatera Utara pada 2020 lebih rendah dari inflasi 2019 atau terkendali di sekitar 3 plus minus satu persen.

"Kalau 2019 inflasi diprediksi 3,5 plus minus satu persen maka 2020 di bawah angka itu atau 3 plus minus satu persen," ujar Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumut Wiwiek Sisto Widayat di Medan, Rabu.

Dia mengatakan itu pada Pertemuan Tahunan BI Sumut 2019, Sinergi Transformasi Inovasi Menuju Indonesia Maju yang dihadiri berbagai kalangan.

Namun untuk bisa mencapai angka inflasi di angka 3 plus minus satu persen, katanya, banyak yang harus dijaga.

Mulai dari kecukupan pasokan dan keterjangkauan harga pangan strategis khususnya cabai merah yang kerap menjadi penyebab inflasi.

"Cabai merah perlu mendapat perhatian serius.Ke depan, pekerjaan rumah bagi semua adalah mengumpulkan data produksi, distribusi dan konsumsi secara akurat cabai itu dan bahan pangan strategis lainnya," katanya.

Dengan data akurat, pengambilan keputusan untuk mengendalikan harga bisa lebih cepat dan tepat.

Gubernur Sumut H Edy Rahmayadi mengaku pernah tidak tidur memikirkan inflasi saat dikabarkan inflasi di Sumut tinggi khususnya didorong kenaikan harga cabai merah di pasar.

Saat turun ke lapangan, katanya, dia kaget karena ternyata harga cabai merah di tingkat petani murah dan produksi banyak seperti di Kabupaten Batubara.

"Nyatanya harga cabai merah yang mahal di pasar itu dampak gangguan distribusi termasuk banyaknya biaya dalam proses distribusi hingga ke pasar," katanya.

Untuk itu dia berharap  tidak terjadi lagi hal seperti itu.

"Semua harus sadar untuk menjaga kebaikan di Sumut dalam segala hal.Saya harap semua yang di ruangan ini (acara pertemuan tabunan BI) bisa berlaku baik dalam menjalankan fungsinya," ujar Edy Rahmayadi.

 

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019