Minyak turun lebih dari satu persen pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), menghapus sebagian besar keuntungan minggu lalu dan jatuh bersamaan saham Amerika Serikat karena ketidakpastian atas kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat dan China.
Minyak mentah berjangka Brent ditutup pada 62,44 dolar AS per barel, turun 86 sen, atau 1,4 persen. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berakhir 67 sen atau 1,2 persen lebih rendah pada 57,05 dolar AS per barel.
Kedua harga acuan tersebut membukukan kenaikan mingguan kedua berturut-turut pekan lalu, dengan Brent naik 1,3 persen dan WTI naik 0,8 persen.
Tiga indeks saham utama Wall Street juga turun dari rekor tertinggi pekan lalu menyusul laporan yang memicu kekhawatiran kesepakatan perdagangan Amerika Serikat-China mungkin tidak akan tercapai, yang mendorong harga minyak lebih rendah, kata para analis.
“Minyak mentah telah menjadi sangat reaktif terhadap arah angin mana pun yang bertiup dalam pembicaraan perdagangan (AS-China). Ketika terputus-putus, harga akan dihukum,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York. “Headwind (hambatan) dari pertumbuhan permintaan yang kendur ini terus menahan kami.”
Perang dagang 16 bulan antara dua ekonomi terbesar dunia telah memperlambat pertumbuhan global, mendorong para analis untuk menurunkan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak dan meningkatkan kekhawatiran bahwa kelebihan pasokan akan berkembang pada 2020.
China dan Amerika Serikat melakukan "pembicaraan konstruktif" tentang perdagangan dalam pembicaraan telepon tingkat tinggi pada Sabtu (16/11/2019), media pemerintah Xinhua melaporkan pada Minggu (17/11/2019), tetapi tanpa memberikan beberapa rincian lainnya.
Pada Senin (18/11/2019), CNBC mengutip sumber Pemerintah China yang mengatakan bahwa suasana di Beijing tentang kesepakatan perdagangan adalah pesimistis karena keengganan Presiden AS Donald Trump untuk menurunkan tarif.
"Situasi perdagangan yang suram telah menghentikan reli," kata Robert Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York, menambahkan harga minyak mentah telah naik di awal sesi tetapi memudar ketika pasar New York dibuka.
Ekspektasi permintaan musiman yang lebih rendah untuk bensin di Amerika Serikat juga menekan harga minyak, kata Andy Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.
Kekhawatiran tentang pasokan minyak mentah yang berlimpah pada 2020 membebani pasar. Stok minyak mentah AS terlihat naik 1,1 juta barel minggu lalu, yang akan menjadi kenaikan mingguan keempat beruntun, sebuah jajak pendapat pendahuluan menunjukkan.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan pekan lalu pihaknya memperkirakan permintaan minyaknya akan jatuh pada 2020, mendukung pandangan bahwa ada kasus untuk kelompok dan produsen lain seperti Rusia -- secara kolektif dikenal sebagai OPEC + -- untuk mempertahankan batasan pada produksi.
OPEC + akan membahas kebijakan produksi pada pertemuan 5-6 Desember di Wina. Kesepakatan produksi yang ada berjalan hingga Maret.
Baca juga: Emas naik dipicu pelemahan dolar AS dan turunnya imbal hasil obligasi AS
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
Minyak mentah berjangka Brent ditutup pada 62,44 dolar AS per barel, turun 86 sen, atau 1,4 persen. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berakhir 67 sen atau 1,2 persen lebih rendah pada 57,05 dolar AS per barel.
Kedua harga acuan tersebut membukukan kenaikan mingguan kedua berturut-turut pekan lalu, dengan Brent naik 1,3 persen dan WTI naik 0,8 persen.
Tiga indeks saham utama Wall Street juga turun dari rekor tertinggi pekan lalu menyusul laporan yang memicu kekhawatiran kesepakatan perdagangan Amerika Serikat-China mungkin tidak akan tercapai, yang mendorong harga minyak lebih rendah, kata para analis.
“Minyak mentah telah menjadi sangat reaktif terhadap arah angin mana pun yang bertiup dalam pembicaraan perdagangan (AS-China). Ketika terputus-putus, harga akan dihukum,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York. “Headwind (hambatan) dari pertumbuhan permintaan yang kendur ini terus menahan kami.”
Perang dagang 16 bulan antara dua ekonomi terbesar dunia telah memperlambat pertumbuhan global, mendorong para analis untuk menurunkan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak dan meningkatkan kekhawatiran bahwa kelebihan pasokan akan berkembang pada 2020.
China dan Amerika Serikat melakukan "pembicaraan konstruktif" tentang perdagangan dalam pembicaraan telepon tingkat tinggi pada Sabtu (16/11/2019), media pemerintah Xinhua melaporkan pada Minggu (17/11/2019), tetapi tanpa memberikan beberapa rincian lainnya.
Pada Senin (18/11/2019), CNBC mengutip sumber Pemerintah China yang mengatakan bahwa suasana di Beijing tentang kesepakatan perdagangan adalah pesimistis karena keengganan Presiden AS Donald Trump untuk menurunkan tarif.
"Situasi perdagangan yang suram telah menghentikan reli," kata Robert Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York, menambahkan harga minyak mentah telah naik di awal sesi tetapi memudar ketika pasar New York dibuka.
Ekspektasi permintaan musiman yang lebih rendah untuk bensin di Amerika Serikat juga menekan harga minyak, kata Andy Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.
Kekhawatiran tentang pasokan minyak mentah yang berlimpah pada 2020 membebani pasar. Stok minyak mentah AS terlihat naik 1,1 juta barel minggu lalu, yang akan menjadi kenaikan mingguan keempat beruntun, sebuah jajak pendapat pendahuluan menunjukkan.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan pekan lalu pihaknya memperkirakan permintaan minyaknya akan jatuh pada 2020, mendukung pandangan bahwa ada kasus untuk kelompok dan produsen lain seperti Rusia -- secara kolektif dikenal sebagai OPEC + -- untuk mempertahankan batasan pada produksi.
OPEC + akan membahas kebijakan produksi pada pertemuan 5-6 Desember di Wina. Kesepakatan produksi yang ada berjalan hingga Maret.
Baca juga: Emas naik dipicu pelemahan dolar AS dan turunnya imbal hasil obligasi AS
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019