Retno Lestari Priansari Marsudi kembali terpilih sebagai menteri luar negeri RI dalam Kabinet Indonesia Maju di bawah pimpinan Presiden RI periode 2019-2024 Joko Widodo. Terpilihnya Retno telah diprediksi banyak pihak, meskipun dia tidak mengunjungi Istana Merdeka sebagaimana calon menteri lain yang menemui Presiden Jokowi sejak satu atau dua hari sebelum pelantikan.

Pasalnya saat Jokowi memanggil para calon menteri ke istana, Retno tengah menjalani tugas mendampingi Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin dalam kunjungan ke Jepang untuk menghadiri upacara penobatan Kaisar Naruhito. Ma'ruf Amin saat itu menjadi perwakilan pemerintah Indonesia untuk menghadiri acara naik takhta kaisar baru Jepang.

Retno tak sempat menikmati cuti singkat usai jabatannya di Kementerian Luar Negeri RI untuk periode 2014-2019 berakhir pada bulan ini. Dia justru lanjut bekerja mendampingi Jokowi di Istana Merdeka menemui para tamu negara yang hadir pada pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024.

Beberapa tamu negara yang hadir, di antaranya Perdana Menteri Australia Scott Morrison, PM Malaysia Tun Dr Mahathir Mohamad, PM Singapura Lee Hsien Loong, PM Kamboja Hun Sen, Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, Raja Mswati III dari Eswantini, Wakil Presiden China Wan Qishan, Wapres Myanmar Henry Van Thio, Wapres Vietnam Dang Thi Ngoc Thinh.


Tangan dingin

Dari tangan dingin Retno, Indonesia dapat mengukir berbagai prestasi di tingkat kawasan dan di tingkat global. Selama lima tahun menjabat sebagai Menlu RI, Retno berhasil mengantar Indonesia duduk sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk periode 2019-2020. Tidak cukup sampai di sana, Indonesia juga terpilih kembali sebagai anggota Dewan HAM PBB untuk periode 2020-2022.

Terpilihnya Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB dan anggota Dewan HAM PBB tentu bukan pekerjaan mudah. Saat meneguhkan niat untuk mencalonkan diri, Retno maju sebagai garda terdepan menghubungi negara-negara sahabat untuk menggalang dukungan. Setidaknya, selama 2-3 tahun, upaya penggalangan dukungan itu konsisten dilakukan oleh Retno bersama jajarannya di Kemlu RI.

Retno sendiri punya “senjata ampuh” untuk membangun kedekatan dengan negara-negara sahabat. Ia terbiasa membina hubungan yang tidak hanya terbatas pada pertemuan formal dengan para petinggi-petinggi negara, melainkan juga relasi non-formal. Dari obrolan ringan bersama para pejabat tinggi negara sahabat, Retno dapat mengakrabkan diri sehingga modal itu yang nantinya berguna dalam berbagai proses perundingan pada forum-forum internasional.

Retno memang satu dari sedikit diplomat RI yang istimewa. Alumnus Universitas Gadjah Mada dan Haaggse Hogeschool itu telah mencetak sejarah sebagai perempuan pertama yang menduduki posisi menlu RI, tetapi sebelumnya ia juga menjadi wanita pertama yang menduduki posisi Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda (2012-2014).

Dari pencapaian serba “perempuan pertama” itu, Retno pernah mendapat anugerah Certificate of Merit sebagai “The Best Ambassador” dari majalah diplomatik bergengsi Diplomat Magazine pada 2015. Pada tahun yang sama, Retno juga menerima penghargaan tertinggi Ridder Grootkruis in de Orde van Oranje-Nassau dari Kepala Negara Belanda Raja Willem-Alexander di Istana Noordeinde, Den Haag, Belanda.

Tidak berhenti sampai di sana, berbagai macam penghargaan di tingkat mancanegara dan dalam negeri telah diraih Retno, di antaranya, Agen Perubahan Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan dari UN Women (Badan PBB untuk Perempuan) dan Partnership Global Forum pada 2017; Penghargaan Perlindungan Buruh Migran dari Serikat Buruh Migran Indonesia pada 2017; “El Sol del Peru” atau Matahari Peru pada 2018; Elle Style Awards 2018 kategori Outstanding Achievement; Penghargaan Khusus untuk Pemimpin Diplomasi Kemanusiaan dari PKPU Human Initiative pada 2018; dan Penghargaan Indonesia Awards 2019 kategori Pejabat Publik dari iNews TV.

Lanjut bekerja

Dalam periode kedua kepemimpinannya, publik tentu menanti gebrakan baru yang akan dibuat oleh Menlu Retno Marsudi. Berkaca dari pengalaman lima tahun terakhir, Retno kerap menegaskan bahwa perlindungan warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri, diplomasi ekonomi, dan perdamaian mancanegara akan selalu jadi prioritas politik luar negeri Indonesia.

Selama 2014-2019, catatan Capaian Lima Tahun Politik Luar Negeri RI menunjukkan pemerintah berhasil menyelamatkan 43 WNI dari penyanderaan di luar negeri. Bahkan, 304 WNI yang terancam dihukum mati pun berhasil diselamatkan oleh pemerintah RI melalui lobi dan negosiasi yang digencarkan Kemlu dan perwakilan RI di luar negeri.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah mendampingi 91.754 kasus hukum yang menimpa WNI di luar negeri, mengevakuasi 4.789 WNI dari wilayah perang, konflik politik dan bencana alam, serta merepatriasi atau memulangkan 181.942 tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

Pencapaian lainnya, pemerintah Indonesia juga berhasil menyelamatkan hak finansial para buruh migran senilai Rp574 miliar.

Kinerja baik Kemlu RI di bawah kepemimpinan Menlu Retno pun turut diakui oleh lembaga kajian Centre for Strategic and International Studies (CSIS) melalui Analisis Kinerja Kementerian Luar Negeri Indonesia (2015-2018). Menurut CSIS, kinerja Kemlu dalam periode tersebut “terjaga di atas 90 persen”. Penilaian itu diberikan CSIS terhadap kinerja Kemlu RI di sektor keamanan dan perdamaian, diplomasi ekonomi, perlindungan WNI dan BHI (badan hukum Indonesia) di luar negeri, kerja sama ASEAN, dan diplomasi maritim.

Dari catatan itu, CSIS menyoroti selama 2015, diplomasi ekonomi Indonesia berhasil mencapai nilai realisasi 98,32 persen dari target sebesar 79 persen. Lanjut pada 2016, ada sekitar 194 perjanjian ekonomi bilateral dan multilateral yang telah disepakati.

“Pencapaian diplomasi Indonesia berhasil mendorong produk karya anak bangsa seperti PT Inka yang mengekspor 150 gerbong kereta senilai 72,3 juta dolar AS ke luar negeri, PT Dirgantara Indonesia yang mengekspor pesawat CN 235 ke Senegal dan Thailand, dan pembangunan pabrik mi instan di Serbia senilai 11 juta Euro untuk memenuhi pasar Eropa,” demikian analisis CSIS.

Terlepas dari banyaknya apresiasi, pengakuan, dan pujian yang ditujukan ke Retno, istri dari seorang arsitek Agus Marsudi itu tidak pernah terlihat arogan di depan publik. Retno senantiasa terlihat rendah hati, bahkan ia kerap menjaga penampilannya agar tetap sederhana.
 

 

Dalam sesi wawancara dengan awak media, misalnya, Retno mampu menunjukkan gaya komunikasi yang luwes dan tak berjarak. Bahkan pernah pada satu waktu, sebelum ia menemui tamu negara di Gedung Pancasila, Retno tak sungkan untuk duduk bersila di lantai bersama wartawan untuk berdiskusi mengenai perkembangan politik luar negeri.

Oleh karena itu, tidak heran apabila kembali terpilihnya Retno L.P Marsudi sebagai menteri luar negeri RI periode 2019-2024 disambut suka cita oleh banyak pihak. Selamat kembali bekerja Ibu Retno!

Pewarta: Genta Tenri Mawangi

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019