Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menegaskan bahwa insiden penusukan terhadap Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto di Pandeglang, Banten, bukanlah rekayasa.
"Secara logika, tidak mungkin (rekayasa)," kata Brigjen Dedi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan, dalam proses penyebaran paham radikal, teroris menyebarkan pemahamannya dengan menyentuh emosi seseorang sehingga mereka tanpa sadar mengikuti paham tersebut.
"Dalam terorisme, yang dimainkan emosi, bukan logika," katanya.
Dedi menjelaskan, tahapan yang dibutuhkan agar seseorang bisa memiliki pemikiran radikal membutuhkan proses yang panjang.
Baca juga: Penyerangan Wiranto disebut setingan, Watimpres: statemen sangat kejam
"Ketika seseorang terpapar radikal, prosesnya cukup panjang. Bagaimana dia punya keberanian untuk menyerang aparat, itu berproses (butuh waktu)," kata Dedi.
Hal ini membantah dugaan sejumlah pihak yang menganggap bahwa insiden penusukan ini merupakan rekayasa.
Ia menyebut proses hukum tersangka terorisme tidak ditutup-tutupi. Fakta dan bukti sejumlah kasus terorisme dibuka dalam persidangan yang digelar secara terbuka sehingga masyarakat bisa menyaksikannya langsung.
"Proses persidangan bisa dilihat secara langsung, digelar terbuka," katanya.
Baca juga: Luhut B Pandjaitan: Isu radikalisme tidak perlu dibesar-besarkan
Sebelumnya pada Kamis (10/10), terjadi insiden penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto saat kunjungan kerjanya ke Universitas Mathla'ul Anwar (Unma), Pandeglang, Banten.
Saat itu Wiranto dan rombongan meninggalkan Kampus Unma menuju Lapangan Alun-alun Menes, Desa Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, menggunakan mobil. Rencananya Wiranto akan kembali ke Jakarta menggunakan helikopter.
Saat Wiranto turun dari mobil untuk menuju ke helipad di Alun-alun Menes, tersangka Syahril Alamsyah alias Abu Rara menusuk perut Wiranto menggunakan pisau dan melukai dada kiri seorang warga bernama Haji Fuad.
Sementara istri Syahril, Fitri Andriana menyerang Kapolsek Menes Kompol Dariyanto menggunakan gunting sehingga membuat Dariyanto luka di punggungnya.
Baca juga: Penusukan Wiranto, pengamanan sudah sesuai prosedur atau kecolongan?
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
"Secara logika, tidak mungkin (rekayasa)," kata Brigjen Dedi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan, dalam proses penyebaran paham radikal, teroris menyebarkan pemahamannya dengan menyentuh emosi seseorang sehingga mereka tanpa sadar mengikuti paham tersebut.
"Dalam terorisme, yang dimainkan emosi, bukan logika," katanya.
Dedi menjelaskan, tahapan yang dibutuhkan agar seseorang bisa memiliki pemikiran radikal membutuhkan proses yang panjang.
Baca juga: Penyerangan Wiranto disebut setingan, Watimpres: statemen sangat kejam
"Ketika seseorang terpapar radikal, prosesnya cukup panjang. Bagaimana dia punya keberanian untuk menyerang aparat, itu berproses (butuh waktu)," kata Dedi.
Hal ini membantah dugaan sejumlah pihak yang menganggap bahwa insiden penusukan ini merupakan rekayasa.
Ia menyebut proses hukum tersangka terorisme tidak ditutup-tutupi. Fakta dan bukti sejumlah kasus terorisme dibuka dalam persidangan yang digelar secara terbuka sehingga masyarakat bisa menyaksikannya langsung.
"Proses persidangan bisa dilihat secara langsung, digelar terbuka," katanya.
Baca juga: Luhut B Pandjaitan: Isu radikalisme tidak perlu dibesar-besarkan
Sebelumnya pada Kamis (10/10), terjadi insiden penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto saat kunjungan kerjanya ke Universitas Mathla'ul Anwar (Unma), Pandeglang, Banten.
Saat itu Wiranto dan rombongan meninggalkan Kampus Unma menuju Lapangan Alun-alun Menes, Desa Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, menggunakan mobil. Rencananya Wiranto akan kembali ke Jakarta menggunakan helikopter.
Saat Wiranto turun dari mobil untuk menuju ke helipad di Alun-alun Menes, tersangka Syahril Alamsyah alias Abu Rara menusuk perut Wiranto menggunakan pisau dan melukai dada kiri seorang warga bernama Haji Fuad.
Sementara istri Syahril, Fitri Andriana menyerang Kapolsek Menes Kompol Dariyanto menggunakan gunting sehingga membuat Dariyanto luka di punggungnya.
Baca juga: Penusukan Wiranto, pengamanan sudah sesuai prosedur atau kecolongan?
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019