Kisah hidup tokoh pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Prof Lafran Pane, diangkat ke layar lebar. Judul film yang diproduksi berkat inisiatif KAHMI (organisasi alumni HMI) dan Keluarga besar Lafran Pane ini adalah "Demi Waktu".  

Shooting perdana film Pahlawan Nasional ini ditandai dengan pemotongan tumpeng di Perpustakaan Lafran Pane di Desa Pangurabaan, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Senin (7/10).

Akbar Tanjung, tokoh pendiri KAHMI merangkap sebagai produser eksekutif proyek film "Demi Waktu" hadir dalam shooting perdana film yang pada November 2019 sudah rampung dan pada April 2020 diputar serentak di bioskop.

"Film sejarah hidup Lafran Pane ini akan melengkapi film-film sebelumnya yang mengangkat sosok tokoh nasional seperti Hasyim Azhary, KH Ahmad Dahlan, dan lain lain," kata Akbar sembari berharap jasa-jasa Lafran Pane bagi bangsa dan negara menjadi inspirasi bagi generasi muda.

Film "Demi Waktu" banyak mengisahkan perjalanan hidup Lafran Pane dari sudut pandang istrinya. Kisah dibuka dengan hubungan surat menyurat antara Lafran Pane dengan seorang perempuan yang kelak menjadi istrinya.

Kemudian di dalam surat itu Lafran Pane mengisahkan riwayat dirinya sejak kecil sampai menjadi sosok intelektual yang antipenjajah di zaman Jepang.

Dikisahkan juga bagaimana Lafran Pane mendirikan HMI, sebagai sebuah organisasi pengkaderan mahasiswa yang punya peran sejarah dalam menjaga dan mengisi kermerdekaan RI.

Film yang skenarionya ditulis oleh Jujur Prananto ini digarap oleh sutradara film "Habibie Ainun". Sosok Lafran Pane diperankan oleh Dimas Anggara dan sosok ayah Lafran Pane, Sutan Pangurabaan Pane diperankan oleh Mathias Mucus.

"Pengambilan gambar dilakukan di Klaten dan Sipirok. Di Sipirok hanya beberapa shooting, karena banyak setting yang tidak bisa dihadirkan dan terpaksa dipindahkan ke Yogjakarta," kata Rizky, bagian casting film saat ditemui waktu survei di Desa Pangurabaan.

Budi Hatees, sastrawan asal Sipirok, yang ditemui di sela-sela acara pemotongan tumpeng, menilai pembuatan film Lafran Pane sebagai langkah positif dalam mengapresiasi peran kesejarahan sosok Pahlawan Nasional.

Dengan adanya film ini, dia berharap agar masyarakat lebih mengenal sosok Lafran Pane. "Pengalaman hidupnya harus menjadi inspirasi bagi masyarakat, bahwa berjuang itu diawali dengan keperdulian pada nasib orang lain dan kemauan untuk memperjuangkan orang lain," katanya.

Budi Hatees yang juga sedang meneliti dan menulis riwayat hidup Sutan Pangurabaan Pane, menilai sosok Lafran Pane merupakan potret generasi muda zaman lampau yang lahir dan besar di Kota Sipirok.

"Mereka telah cerdas karena mengikuti pendidikan formal sejak kecil, sehingga matang secara intelektual. Ketika mereka merantau, mereka sudah punya bahan atau bekal untuk sukses di perantauan," katanya.

Lafran Pane lahir dari ayah seorang guru, sastrawan, intelektual, dan tokoh pergerakan nasional yang antipenjajah. Selama berjuang untuk menggerakkan masyarakat, Sutan Pangurabaan Pane hampir tidak memperhatikan anak-anaknya.

"Hidup dalam keluarga yang terdidik dari segi ilmu pengetahuan, membentuk anak-anak Sutan Pangurabaan Pane menjadi tokoh tokoh nasional seperti ayahnya," katanya.

Lafran Pane dan saudaranya, Sanusi Pane dan Armijn Pane, dikenal sebagai intelektual berkarakter yang mencintai tradisi daerahnya.
 

Pewarta: Kodir Pohan

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019