Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh secara tegas menolak tambang emas PT Linge Mineral Resource (LMR), karena akan menimbulkan dampak serius kerusakan lingkungan hidup, Hak Asasi Manusia (HAM), dan sosial budaya di dataran tinggi Gayo.

"Demi kepentingan lingkungan hidup, HAM, dan sosial budaya menjadi alasan utama bagi WALHI Aceh untuk menolak kehadiran tambang emas di Kecamatan Linge, Aceh Tengah," kata Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Muhammad Nur melalui telepon seluler di Takengon, Sabtu.

Ia menyebut, kehadiran perusahaan tambang emas tersebut akan menimbulkan dampak kerusakan serius terhadap lingkungan hidup, karena lokasi izin PT LMR berada di dataran tinggi Gayo sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut.

Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) ini diterbitkan merupakan kawasan hulu dari sub daerah aliran sungai, seperti Lumut, Linge, Owaq, dan Penarun.

Ia mengatakan, kondisi ini cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat di Aceh Tengah, dan Bener Meriah. Selain itu juga akan menimbulkan dampak terhadap objek wisata Danau Laut Tawar yang merupakan bagian dari hulu daerah aliran sungai Peusangan.

"Sungai Peusangan merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat tiga kabupaten, yakni Bireuen, Lhokseumawe, dan Aceh Utara. Ini menjadi ancaman terhadap pemenuhan HAM untuk hidup sehat, dan bersih dengan mendapatkan air yang berkualitas tanpa terkontaminasi limbah bahan berbaya dan beracun," katanya.

Ia mengaku, pihaknya telah melakukan investigasi dan menemukan sejumlah data dan informasi, sehingga memperkuat alasan penolakan tambang emas oleh PT LMR di daerah dataran tinggi wilayah tengah Aceh.

Pada awalnya tahun 2006, bupati Aceh Tengah telah menerbitkan kontrak karya kepada PT LMR, dan pada 2009 perusahaan pertambang tersebut mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Lalu di tahun yang sama perusahaan ini mendapatkan IUP eksplorasi dengan luas areal 98.143 hektare (ha), melalui Surat Keputusan Bupati Aceh Tengah No.530/2296/IUP-EKSPLORASI/2009 tentang Peningkatan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Kepada PT Linge Mineral Resources tertanggal 28 Desember 2009 semasa Bupati Nasaruddin.

Penerbitan izin itu sesuai surat permohonan dari PT LMR Nomor LMR/101/20/XII/2009 tanggal 9 Desember 2009. Namun WIUP yang diterbitkan terjadi penciutan menjadi sekitar 36.420 hektare.

"Penciutan area WIUP diduga dilakukan ketika LMR mengurus sertifikat 'Clear and Clean (CnC)', sehingga harus menciutkan 61.723 hektare akibat masuknya Taman Buru yang merupakan kawasan konservasi. Areal IUP eksplorasi menjadi 36.420 hektare berada di dua kecamatan, yakni Linge dan Bintang," uajrnya.

Ia menerangkan, sesuai rencana analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) pada 4 April 2019, luas areal PT LMR yang diusulkan menjadi 9.684 hektare berlokasi di proyek Abong meliputi empat desa di Kecamatan Linge, yakni Lumut, Linge, Owaq, dan Penarun dengan angka produksi maksimal 800.000 ton per tahun.

"LMR melakukan kegiatan pertambangan dan pengolahan bijih emas dan mineral pengikut. Data planologi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh menyebut dari luas 9.684 hektare, sekitar 7.678 hektare di antaranya di hutan produksi, sedangkan sisanya berada di APL. PT LMR berstatus penanaman modal asing yang merupakan anak perusahaan dari East Asia Mineral dari Canada selaku pemegang saham 80 persen," tutur Nur.

Aksi unjuk rasa dilakukan mahasiswa dan penggiat lingkungan baik di kantor bupati dan DPRK Aceh Tengah maupun Kantor Gubernur Aceh dan Bundaran Simpang Lima di Banda Aceh menolak tambang emas PT LMR hingga kini terus berlanjut.

Seperti yang dilakukan oleh Sri Wahyuni (41), perempuan asal Kabupaten Bener Meriah, Aceh, menggelar aksi tunggal di Bundaran Simpang Lima dalam upaya penolakan perizinan aktivitas tambang emas di kawasan Kecamatan Linge, Aceh Tengah di Banda Aceh, Kamis.

"Kami ingin memberitahukan kepada pemerintah daerah dan menggugah Presiden Jokowi untuk menyelamatkan tanah Gayo ini yang memiliki kekayaan alam melimpah terutama ekosistem leuser yang menjadi pusat sumber air seluruh sungai di Aceh," kata Sri.

Baca juga: Kurir narkotika asal Aceh tujuan Surabaya dibayar Rp 10 Juta

Baca juga: Media diharapkan ambil peran gaungkan Sumut-Aceh tuan rumah PON 2024

Pewarta: Muhammad Said

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019