Pengembang PT ACR dinilai telah melanggar hukum karena menguasai lahan obyek sitaan eks HGU PTPN II seluas 74 hektar yang belum dieksekusi oleh Kejaksaan Agung di desa Helvetia, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Sumanggar Siagian menyatakan bahwa lahan eks HGU PTPN II seluas 74 hektar di Helvetia yang saat ini dikuasai pengembang merupakan sitaan Kejaksaan Agung.
Ia menegaskan tidak ada dasar hukum bagi pengembang maupun massa untuk menguasai lahan obyek sitaan eks HGU PTPN II tersebut karena sejauh ini salinan putusan untuk mengeksekusi lahan tersebut belum diterima oleh Kejaksaan Agung.
“Tidak ada dasar mereka untuk mengambil lahan itu. Kita harus tetap tunggu keputusan sahnya,” kata Sumanggar kepada wartawan, Rabu (10/7).
Sumanggar menerangkan berdasarkan ketentuan undang-undang, kejaksaan harus menunggu salinan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap sebagai dasar untuk melakukan eksekusi.
Akhir bulan Mei lalu, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Kejaksaan Agung dan terdakwa Tamin Sukardi dengan perbaikan. MA dalam putusannya memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Tinggi (PT) Medan dari 8 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.
Kemudian, MA juga memperbaiki status penentuan sejumlah barang-bukti yang menyangkut mengenai tanah diantaranya tanah seluas 74 hektar yang merupakan bagian dari tanah seluas 126 hektar di pasar IV, desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, tetap berada dalam penguasaan PT. Agung Cemara Realty (ACR) yang diwakili oleh Mujianto selaku Direktur dengan kewajiban hukum untuk membayar kekurangan pembayaran yang belum dilunasi kepada Terdakwa selaku kuasa Direktur PT. Erni Putera Terari untuk menerima uang dan selanjutnya disetor ke kas negara sebagai pengganti kerugian negara.
“Sejauh ini, salinan putusan kasasi perkara ini belum diterima kejaksaan,” ungkap Sumanggar.
Pakar hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU), Edi Yunara menyatakan hal yang sama bahwa tindakan pengembang PT ACR yang menguasai obyek sitaan lahan eks HGU PTPN II, sementara belum ada eksekusi dari kejaksaan merupakan perbuatan melanggar hukum.
“Namun yang menarik perhatian dalam kasus ini adalah kenapa Tamin Sukardi dipidana tapi tanah diberikan kepada pihak swasta dalam hal ini PT ACR. Mahkamah Agung dalam hal ini secara tidak langsung telah mengakui keabsahan tanah tersebut yang diperoleh PT Erni Putera Terari dari masyarakat ahli waris pemegang hak dan dialihkan kepada PT ACR,” katanya.
Edi Yunara menjelaskan sesuai putusan kasasi MA disebutkan bahwa lahan eks HGU PTPN II seluas 74 hektar tersebut dikembalikan ke pihak PT ACR. Namun, menurutnya, lahan tersebut sebenarnya sudah menjadi hak para ahli waris setelah memenangkan gugatan perdata terhadap PTPN II & Yayasan Al Washliyah sampai tingkat Peninjauan Kembali dan telah dieksekusi.
Jadi, katanya, masyarakat dan praktisi hukum pun bingung apa salah Tamin Sukardi sebenarnya. “Secara hukum kita bingung bagaimana melakukan eksekusi atas lahan yang sudah pernah dieksekusi sebelumnya. Apalagi putusan PK dan eksekusi terhadap lahan tersebut belum pernah dibatalkan. Kalau sita jaminan diangkat, secara otomatis hak atas tanah kembali ke masyarakat ahli waris yang memenangkan perkara dulu,” ungkap Edi Yunara yang saat ini menjabat Kepala Laboratorium Hukum USU.
Edi mengatakan, untuk mengantisipasi timbulnya konflik di atas lahan sitaan tersebut, sebaiknya pemerintah melalui Kejaksaan Agung memasang tanda plang bahwa tanah itu masih dalam sitaan sesuai nomor perkaranya. Setelah itu meluruskan duduk permasalahan tentang status hukum atas lahan tersebut.
Ratusan massa mendatangi lahan eks HGU PTPN II di pasar IV, desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Senin (8/7). Kedatangan massa ingin merebut lahan yang dikuasai oleh PT ACR. Massa ingin alat berat dan sejumlah pekerja PT ACR tidak berada di areal lahan tersebut.
"Kami kemari mau mengambil hak kami, ini tanah peninggalan orangtua kami. Kami tidak ingin tanah ini dikuasai PT ACR, kami ingin mengambil kembali lahan ini," ujar salah seorang warga Torodozho Zega.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Sumanggar Siagian menyatakan bahwa lahan eks HGU PTPN II seluas 74 hektar di Helvetia yang saat ini dikuasai pengembang merupakan sitaan Kejaksaan Agung.
Ia menegaskan tidak ada dasar hukum bagi pengembang maupun massa untuk menguasai lahan obyek sitaan eks HGU PTPN II tersebut karena sejauh ini salinan putusan untuk mengeksekusi lahan tersebut belum diterima oleh Kejaksaan Agung.
“Tidak ada dasar mereka untuk mengambil lahan itu. Kita harus tetap tunggu keputusan sahnya,” kata Sumanggar kepada wartawan, Rabu (10/7).
Sumanggar menerangkan berdasarkan ketentuan undang-undang, kejaksaan harus menunggu salinan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap sebagai dasar untuk melakukan eksekusi.
Akhir bulan Mei lalu, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Kejaksaan Agung dan terdakwa Tamin Sukardi dengan perbaikan. MA dalam putusannya memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Tinggi (PT) Medan dari 8 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.
Kemudian, MA juga memperbaiki status penentuan sejumlah barang-bukti yang menyangkut mengenai tanah diantaranya tanah seluas 74 hektar yang merupakan bagian dari tanah seluas 126 hektar di pasar IV, desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, tetap berada dalam penguasaan PT. Agung Cemara Realty (ACR) yang diwakili oleh Mujianto selaku Direktur dengan kewajiban hukum untuk membayar kekurangan pembayaran yang belum dilunasi kepada Terdakwa selaku kuasa Direktur PT. Erni Putera Terari untuk menerima uang dan selanjutnya disetor ke kas negara sebagai pengganti kerugian negara.
“Sejauh ini, salinan putusan kasasi perkara ini belum diterima kejaksaan,” ungkap Sumanggar.
Pakar hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU), Edi Yunara menyatakan hal yang sama bahwa tindakan pengembang PT ACR yang menguasai obyek sitaan lahan eks HGU PTPN II, sementara belum ada eksekusi dari kejaksaan merupakan perbuatan melanggar hukum.
“Namun yang menarik perhatian dalam kasus ini adalah kenapa Tamin Sukardi dipidana tapi tanah diberikan kepada pihak swasta dalam hal ini PT ACR. Mahkamah Agung dalam hal ini secara tidak langsung telah mengakui keabsahan tanah tersebut yang diperoleh PT Erni Putera Terari dari masyarakat ahli waris pemegang hak dan dialihkan kepada PT ACR,” katanya.
Edi Yunara menjelaskan sesuai putusan kasasi MA disebutkan bahwa lahan eks HGU PTPN II seluas 74 hektar tersebut dikembalikan ke pihak PT ACR. Namun, menurutnya, lahan tersebut sebenarnya sudah menjadi hak para ahli waris setelah memenangkan gugatan perdata terhadap PTPN II & Yayasan Al Washliyah sampai tingkat Peninjauan Kembali dan telah dieksekusi.
Jadi, katanya, masyarakat dan praktisi hukum pun bingung apa salah Tamin Sukardi sebenarnya. “Secara hukum kita bingung bagaimana melakukan eksekusi atas lahan yang sudah pernah dieksekusi sebelumnya. Apalagi putusan PK dan eksekusi terhadap lahan tersebut belum pernah dibatalkan. Kalau sita jaminan diangkat, secara otomatis hak atas tanah kembali ke masyarakat ahli waris yang memenangkan perkara dulu,” ungkap Edi Yunara yang saat ini menjabat Kepala Laboratorium Hukum USU.
Edi mengatakan, untuk mengantisipasi timbulnya konflik di atas lahan sitaan tersebut, sebaiknya pemerintah melalui Kejaksaan Agung memasang tanda plang bahwa tanah itu masih dalam sitaan sesuai nomor perkaranya. Setelah itu meluruskan duduk permasalahan tentang status hukum atas lahan tersebut.
Ratusan massa mendatangi lahan eks HGU PTPN II di pasar IV, desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Senin (8/7). Kedatangan massa ingin merebut lahan yang dikuasai oleh PT ACR. Massa ingin alat berat dan sejumlah pekerja PT ACR tidak berada di areal lahan tersebut.
"Kami kemari mau mengambil hak kami, ini tanah peninggalan orangtua kami. Kami tidak ingin tanah ini dikuasai PT ACR, kami ingin mengambil kembali lahan ini," ujar salah seorang warga Torodozho Zega.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019