Pemerintah Indonesia akan mengusung peran "blue carbon" untuk mengurangi emisi karbon dalam Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) yang mulai berlangsung Senin ini di Bonn, Jerman.
Alternate Ketua Delegasi Republik Indonesia, Duta Besar Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir menegaskan Pemerintah Indonesia ingin berkontribusi aktif untuk mengurangi emisi karbon sesuai kesepakatan dalam Pertemuan Paris tahun 2015 silam.
"Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia kita ingin menyatakan keberpihakan dan perhatian besar Pemerintah RI untuk mengurangi emisi karbon antara 29-41 persen pada tahun 2030," katanya seperti dikutip dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.
Menurut Kartini, pada 2020 Indonesia akan memasukkan "blue carbon" dalam pengurangan emisi sesuai dengan persetujuan Paris tahun 2015 lantaran perannya yang masih belum diakomodasi.
"Blue carbon" atau karbon biru merupakan karbon yang diserap dan disimpan pada ekosistem pesisir dan laut, seperti ekosistem bakau, padang lamun, rawa payau maupun phytoplankton.
"Sebagai negara kepulauan terbesar, kita kurang memahami peran mangrove, 'seagrass meadow' (padang lamun) di mana setidaknya 25 persen pasokan mangrove dan 'seagrass meadow' dunia ada di Indonesia," tambahnya.
Dengan persentase tersebut, kata dia, karbon biru Indonesia punya arti besar dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global.
"Kita berharap dengan kontribusi 'blue carbon', kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celcius pada 2050 dapat ditekan sedemikian rupa," katanya.
Pemerintah Indonesia membawa tim lengkap lintas kementerian/lembaga yang akan menjadi negosiator dalam isu mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim, serta isu peningkatan kapasitas dan "trust fund" (dana perwalian) untuk perubahan iklim.
Delegasi RI yang terdiri atas pejabat Kemenko Bidang Kemaritiman, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, Kementerian PPA dan Badan Meteorologi dan Geofisika akan mengikuti forum UNFCCC pada 17-27 Juni 2019.
Selain karbon biru, Indonesia juga mengusulkan karbon hijau (green carbon) untuk mengurangi efek perubahan iklim.
Menurut Kartini, pengusulan kedua karbon oleh Indonesia terbilang unik karena biasanya negara lain hanya punya salah satunya saja.
Tidak hanya akan diusulkan dalam forum iklim PBB di Jerman, pemerintah akan terus berbicara mengenai komitmen dan kontribusinya dalam pengurangan emisi karbon di berbagai forum dunia.
"Kita ingin didengar dalam forum dunia dan puncaknya di COP (Conference of Parties) Santiago de Chile pada awal Desember tahun ini," katanya seraya menambahkan Pemerintah RI tidak ingin hadir hanya sebagai pengamat saja, akan tetapi sebagai pemain dalam Blue COP 25 yang akan datang.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
Alternate Ketua Delegasi Republik Indonesia, Duta Besar Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir menegaskan Pemerintah Indonesia ingin berkontribusi aktif untuk mengurangi emisi karbon sesuai kesepakatan dalam Pertemuan Paris tahun 2015 silam.
"Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia kita ingin menyatakan keberpihakan dan perhatian besar Pemerintah RI untuk mengurangi emisi karbon antara 29-41 persen pada tahun 2030," katanya seperti dikutip dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.
Menurut Kartini, pada 2020 Indonesia akan memasukkan "blue carbon" dalam pengurangan emisi sesuai dengan persetujuan Paris tahun 2015 lantaran perannya yang masih belum diakomodasi.
"Blue carbon" atau karbon biru merupakan karbon yang diserap dan disimpan pada ekosistem pesisir dan laut, seperti ekosistem bakau, padang lamun, rawa payau maupun phytoplankton.
"Sebagai negara kepulauan terbesar, kita kurang memahami peran mangrove, 'seagrass meadow' (padang lamun) di mana setidaknya 25 persen pasokan mangrove dan 'seagrass meadow' dunia ada di Indonesia," tambahnya.
Dengan persentase tersebut, kata dia, karbon biru Indonesia punya arti besar dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global.
"Kita berharap dengan kontribusi 'blue carbon', kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celcius pada 2050 dapat ditekan sedemikian rupa," katanya.
Pemerintah Indonesia membawa tim lengkap lintas kementerian/lembaga yang akan menjadi negosiator dalam isu mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim, serta isu peningkatan kapasitas dan "trust fund" (dana perwalian) untuk perubahan iklim.
Delegasi RI yang terdiri atas pejabat Kemenko Bidang Kemaritiman, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, Kementerian PPA dan Badan Meteorologi dan Geofisika akan mengikuti forum UNFCCC pada 17-27 Juni 2019.
Selain karbon biru, Indonesia juga mengusulkan karbon hijau (green carbon) untuk mengurangi efek perubahan iklim.
Menurut Kartini, pengusulan kedua karbon oleh Indonesia terbilang unik karena biasanya negara lain hanya punya salah satunya saja.
Tidak hanya akan diusulkan dalam forum iklim PBB di Jerman, pemerintah akan terus berbicara mengenai komitmen dan kontribusinya dalam pengurangan emisi karbon di berbagai forum dunia.
"Kita ingin didengar dalam forum dunia dan puncaknya di COP (Conference of Parties) Santiago de Chile pada awal Desember tahun ini," katanya seraya menambahkan Pemerintah RI tidak ingin hadir hanya sebagai pengamat saja, akan tetapi sebagai pemain dalam Blue COP 25 yang akan datang.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019