Mantan Kepala Polda Metro Jaya, Komisaris Jenderal Polisi (Purnawirawan) Mochammad Sofyan Jacob, ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar atas pidatonya di kediaman Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 17 April 2019.
Polisi menyebutkan, pensiunan jenderal bintang tiga polisi itu ikut pemufakatan makar dan menyebarkan berita bohong yang terekam dalam sebuah video. Namun kuasa hukum yang bersangkutan, Ahmad Yani, membantah tuduhan tersebut, karena menurutnya pernyataan kliennya pada 17 April 2019 di Kertanegara sama sekali tidak ada unsur makar.
"Kalau menurut kami dari pidatonya Pak Sofyan yang jadi rujukan pada 17 April 2019, belum ada memenuhi unsur kualifikasi pasal-pasal yang dimaksudkan," kata Yani, di Polda Metro Jaya, Senin.
Ketika ditanyakan sebab lainnya, ia mengaku baru mengetahui satu rujukan itu yang membuat kliennya ditetapkan sebagai tersangka dan tak tahu apalaj ada bukti-bukti lainnya.
"Nah, kami tidak tahu apakah penyidik mempunyai bukti-bukti yang lain. Karena, menetapkan orang sebagai tersangka apalagi kasus makar ini kan ngeri-ngeri sedap kasus ini," ujar dia.
Oleh karena itu, ia meminta polisi untuk membeberkan bukti-bukti apa saja yang menjadi kualifikasi kuat menetapkan Jacob sebagai tersangka. Kemudian, alat bukti yang didapat itu, harus diikuti dengan permulaan perbuatan oleh seseorang yang disangkakan.
"Banyak ahli pidana menyatakan tidak masuk kualifikasi makar. Ini kan kebebasan berserikat, berekspresi. Apalagi dalam kontestasi pilpres. Jadi, pada 17 April kan sejumlah survei mengumumkan hasil penghitungan sementara. Pertanyaannya atas dasar apa juga quick count mengumumkan," tutur dia.
Baca juga: Polisi sebut Sofyan Jacob sempat tolak pemeriksaan
Yani menuturkan, kliennya berorasi di Kertanegara kediaman capres nomor urut 02 Prabowo Subianto hanya untuk menenangkan para pendukung. Agar tidak mempercayai hasil penghitungan Pilpres sementara atau quick count yang dimenangkan oleh capres cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Melainkan diminta untuk mempercayai hasil rela count dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Berdasarkan data yang Pak Sofyan dapat input dari BPN, yang menang adalah 02. Kalau hanya dikatakan yang menang 02, itu masih dalam konteks pilpres. Jadi agak sulit jika menggunakan pasal makar. Makar itu kan merongrong pemerintahan yang sah. Sekarang ini kan Pak Jokowi adalah capres, bukan sebagai presiden. Itu yang harus dibedakan," pungkas dia.
Atas dasar itu, menurut dia sah saja jika seseorang ingin mengganti kepemimpinan melalui mekanisme demokrasi. Hal itu juga bukanlah perbuatan makar sepanjang tidak melakukan kekerasan, masih dalam kebebasan berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat.
"Hal itu dijamin betul oleh Undang-undang Dasar (UUD)," tuturnya.
Adapun isi pidato Sofyan Jacob di Kertanegara pada Rabu, 17 April 2019, adalah:
"Saya Komisaris Jenderal Polisi Mochammad Sofyan Jacob, pada kesempatan ini menghimbau seluruh relawan saya dari aceh sampai ke ujung. Pertama tetap semangat, kita tunggu penghitungan quick count kita tunggu. Jangan percaya karena masih ada perhitungan real count dari KPU. Jangan terpengaruh dengan hasil quick count. Saya melihat laporan dari daerah bahwa Prabowo-Sandi menang. Data yamg saya terima dari seluruh daerah bisa dikatakan dari TPS, Prabowo-Sandi menang dengan sekian puluh persen."
Sebelumnya, di RS Polri Raden Said Sukanto, Jakarta, Sabtu (15/6), Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, mengatakan, Jacob diperiksa terkait pernyataannya di dua tempat yakni di kediaman Prabowo Subianto Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, dan di kawasan Menteng.
"Jadi berdasarkan rekaman video bahwa ada penyataan beliau sampaikan kecurangan pemilu (di Kertanegara) kan hasilnya (waktu itu) belum ada dan yang berhak mengumumkan adalah KPU. Kemudian ada permufakatan (di Menteng) yang sedang dalam penyidikan ya," ucap Yuwono.
Jacob disangka melanggar pasal 107 KUHP dan atau 110 KUHP juncto pasal 87 KUHP dan atau pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau pasal 15 UU Nomor 1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Dia diduga melakukan kejahatan terhadap keamanan negara atau makar, menyiarkan suatu berita yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat, atau menyiarkan kabar yang tidak pasti.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
Polisi menyebutkan, pensiunan jenderal bintang tiga polisi itu ikut pemufakatan makar dan menyebarkan berita bohong yang terekam dalam sebuah video. Namun kuasa hukum yang bersangkutan, Ahmad Yani, membantah tuduhan tersebut, karena menurutnya pernyataan kliennya pada 17 April 2019 di Kertanegara sama sekali tidak ada unsur makar.
"Kalau menurut kami dari pidatonya Pak Sofyan yang jadi rujukan pada 17 April 2019, belum ada memenuhi unsur kualifikasi pasal-pasal yang dimaksudkan," kata Yani, di Polda Metro Jaya, Senin.
Ketika ditanyakan sebab lainnya, ia mengaku baru mengetahui satu rujukan itu yang membuat kliennya ditetapkan sebagai tersangka dan tak tahu apalaj ada bukti-bukti lainnya.
"Nah, kami tidak tahu apakah penyidik mempunyai bukti-bukti yang lain. Karena, menetapkan orang sebagai tersangka apalagi kasus makar ini kan ngeri-ngeri sedap kasus ini," ujar dia.
Oleh karena itu, ia meminta polisi untuk membeberkan bukti-bukti apa saja yang menjadi kualifikasi kuat menetapkan Jacob sebagai tersangka. Kemudian, alat bukti yang didapat itu, harus diikuti dengan permulaan perbuatan oleh seseorang yang disangkakan.
"Banyak ahli pidana menyatakan tidak masuk kualifikasi makar. Ini kan kebebasan berserikat, berekspresi. Apalagi dalam kontestasi pilpres. Jadi, pada 17 April kan sejumlah survei mengumumkan hasil penghitungan sementara. Pertanyaannya atas dasar apa juga quick count mengumumkan," tutur dia.
Baca juga: Polisi sebut Sofyan Jacob sempat tolak pemeriksaan
Yani menuturkan, kliennya berorasi di Kertanegara kediaman capres nomor urut 02 Prabowo Subianto hanya untuk menenangkan para pendukung. Agar tidak mempercayai hasil penghitungan Pilpres sementara atau quick count yang dimenangkan oleh capres cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Melainkan diminta untuk mempercayai hasil rela count dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Berdasarkan data yang Pak Sofyan dapat input dari BPN, yang menang adalah 02. Kalau hanya dikatakan yang menang 02, itu masih dalam konteks pilpres. Jadi agak sulit jika menggunakan pasal makar. Makar itu kan merongrong pemerintahan yang sah. Sekarang ini kan Pak Jokowi adalah capres, bukan sebagai presiden. Itu yang harus dibedakan," pungkas dia.
Atas dasar itu, menurut dia sah saja jika seseorang ingin mengganti kepemimpinan melalui mekanisme demokrasi. Hal itu juga bukanlah perbuatan makar sepanjang tidak melakukan kekerasan, masih dalam kebebasan berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat.
"Hal itu dijamin betul oleh Undang-undang Dasar (UUD)," tuturnya.
Adapun isi pidato Sofyan Jacob di Kertanegara pada Rabu, 17 April 2019, adalah:
"Saya Komisaris Jenderal Polisi Mochammad Sofyan Jacob, pada kesempatan ini menghimbau seluruh relawan saya dari aceh sampai ke ujung. Pertama tetap semangat, kita tunggu penghitungan quick count kita tunggu. Jangan percaya karena masih ada perhitungan real count dari KPU. Jangan terpengaruh dengan hasil quick count. Saya melihat laporan dari daerah bahwa Prabowo-Sandi menang. Data yamg saya terima dari seluruh daerah bisa dikatakan dari TPS, Prabowo-Sandi menang dengan sekian puluh persen."
Sebelumnya, di RS Polri Raden Said Sukanto, Jakarta, Sabtu (15/6), Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, mengatakan, Jacob diperiksa terkait pernyataannya di dua tempat yakni di kediaman Prabowo Subianto Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, dan di kawasan Menteng.
"Jadi berdasarkan rekaman video bahwa ada penyataan beliau sampaikan kecurangan pemilu (di Kertanegara) kan hasilnya (waktu itu) belum ada dan yang berhak mengumumkan adalah KPU. Kemudian ada permufakatan (di Menteng) yang sedang dalam penyidikan ya," ucap Yuwono.
Jacob disangka melanggar pasal 107 KUHP dan atau 110 KUHP juncto pasal 87 KUHP dan atau pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau pasal 15 UU Nomor 1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Dia diduga melakukan kejahatan terhadap keamanan negara atau makar, menyiarkan suatu berita yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat, atau menyiarkan kabar yang tidak pasti.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019