Menteri Pertahanan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Ryamizard Ryacudu, sedih dengan sikap sejumlah purnawirawan TNI yang diduga makar karena para purnawirawan itu telah mengabdi kepada bangsa dan negara sejak lama. Ada beberapa purnawirawan jenderal TNI AD yang belakangan ini tengah berurusan dengan hukum berlatar hasil Pemilu 2019.
"Terus terang saja, di sana yang diperiksa-periksa itu khan banyak purnawirawan. Itu senior saya. Ada adik-adik angkatan saya. Sebagai sama-sama purnawirawan, sebetulnya saya, apa tidak baik. Ini tidak boleh terjadi begitu. Kenapa bisa begitu. Jadi jangan menghilangkan image," kata pensiunan jenderal bintang empat itu, di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, seharusnya mereka jangan menghilangkan citra yang selama ini dimiliki dengan terlibat aksi-aksi tak sepantasnya. Menurut dia, pengabdian kepada bangsa dan negara selama berpuluh-puluh tahun tak sepatutnya dicoreng.
"Teman-temen kita gugur baik di Aceh, Papua, terutama di Timtim. Nah ini sisa-sisa yang belum gugur ini kenapa jadi begitu? Nach ini saya kalau dikatakan sedih, sedih saya," kata tentara karir TNI AD yang menghabiskan lebih separuh usia karirnya di lapangan penugasan.
Mantan kepala staf TNI AD itu menuturkan, sebagai menteri pertahanan, dia selalu berpikir positif dan berdiri di atas semua pihak.
Ia melihat ada ketidakpuasan dalam melihat hasil pemilu sebagai suatu hal yang biasa. Tapi, ketidakpuasan itu harus dicari jalan keluarnya melalui jalur-jalur yang sudah disediakan.
Ia menjelaskan, pesta demokrasi sudah selesai dan semua pihak kembali ke kehidupan normal, sehingga tidak ada lagi mengaku sebagai pendukung pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin, atau pendukung pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Jika ada ketidakpuasan hasil pemilu, bisa gugat ke Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi," katanya.
"Sebetulnya ya, sudah salam-salaman ya. Namanya pesta kok, tapi terjadi ketidakpuasan, biasa saja. Kalau kurang puas kan ada tempat mengadu. Kurang puas kenapa? Ada yang curang di mana, curangnya apa, sampaikan. Khan ada KPU atau Bawaslu. Itu semuanya dipilih bersama kok, kesepakatan bersama, tandatangan bersama. Nah tinggal ketidakbenarannya dimana ditunjukkan data yang benar," kata dia.
Ia berharap tidak ada lagi kerusuhan di kemudian hari hanya karena persoalan Pemilu karena yang rugi adalah masyarakat banyak.
"Saya mengajak semua pihak terutama yang tidak puas untuk tidak melakukan apa-apa, tidak melakukan kerusakan. Yang susah bukannya 01 atay 02 tapi rakyat kok. Rugi berapa miliar. Ada yang mati. Ya sudahlah enggak usah lagi ditambah untuk meninggal itu," ucap pensiunan perwira tinggi TNI AD yang lama berkarir di Komando Cadangan Strategis TNI AD alias Kostrad itu.
Saat ini mantan Komandan Kopassus TNI AD, Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Soenarko, dan mantan Kepala Staf Kostrad, Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Kivlan Zen, ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kepemilikan senjata dan makar. Soenarko ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api dan Kivlan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan makar dan hoax serta kepemilikan senjata api ilegal.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
"Terus terang saja, di sana yang diperiksa-periksa itu khan banyak purnawirawan. Itu senior saya. Ada adik-adik angkatan saya. Sebagai sama-sama purnawirawan, sebetulnya saya, apa tidak baik. Ini tidak boleh terjadi begitu. Kenapa bisa begitu. Jadi jangan menghilangkan image," kata pensiunan jenderal bintang empat itu, di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, seharusnya mereka jangan menghilangkan citra yang selama ini dimiliki dengan terlibat aksi-aksi tak sepantasnya. Menurut dia, pengabdian kepada bangsa dan negara selama berpuluh-puluh tahun tak sepatutnya dicoreng.
"Teman-temen kita gugur baik di Aceh, Papua, terutama di Timtim. Nah ini sisa-sisa yang belum gugur ini kenapa jadi begitu? Nach ini saya kalau dikatakan sedih, sedih saya," kata tentara karir TNI AD yang menghabiskan lebih separuh usia karirnya di lapangan penugasan.
Mantan kepala staf TNI AD itu menuturkan, sebagai menteri pertahanan, dia selalu berpikir positif dan berdiri di atas semua pihak.
Ia melihat ada ketidakpuasan dalam melihat hasil pemilu sebagai suatu hal yang biasa. Tapi, ketidakpuasan itu harus dicari jalan keluarnya melalui jalur-jalur yang sudah disediakan.
Ia menjelaskan, pesta demokrasi sudah selesai dan semua pihak kembali ke kehidupan normal, sehingga tidak ada lagi mengaku sebagai pendukung pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin, atau pendukung pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Jika ada ketidakpuasan hasil pemilu, bisa gugat ke Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi," katanya.
"Sebetulnya ya, sudah salam-salaman ya. Namanya pesta kok, tapi terjadi ketidakpuasan, biasa saja. Kalau kurang puas kan ada tempat mengadu. Kurang puas kenapa? Ada yang curang di mana, curangnya apa, sampaikan. Khan ada KPU atau Bawaslu. Itu semuanya dipilih bersama kok, kesepakatan bersama, tandatangan bersama. Nah tinggal ketidakbenarannya dimana ditunjukkan data yang benar," kata dia.
Ia berharap tidak ada lagi kerusuhan di kemudian hari hanya karena persoalan Pemilu karena yang rugi adalah masyarakat banyak.
"Saya mengajak semua pihak terutama yang tidak puas untuk tidak melakukan apa-apa, tidak melakukan kerusakan. Yang susah bukannya 01 atay 02 tapi rakyat kok. Rugi berapa miliar. Ada yang mati. Ya sudahlah enggak usah lagi ditambah untuk meninggal itu," ucap pensiunan perwira tinggi TNI AD yang lama berkarir di Komando Cadangan Strategis TNI AD alias Kostrad itu.
Saat ini mantan Komandan Kopassus TNI AD, Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Soenarko, dan mantan Kepala Staf Kostrad, Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Kivlan Zen, ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kepemilikan senjata dan makar. Soenarko ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api dan Kivlan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan makar dan hoax serta kepemilikan senjata api ilegal.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019