Mantan Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang dipindahkan lokasi penahanannya dari Lapas Kelas IIA Sibolga, ke rumah tahanan Polres Tapanuli Tengah usai mengikuti sidang di PN Sibolga, Senin (15/4).
Pemindahan tempat tahanan mantan Bupati Tapteng itu sesuai dengan surat permohonan dari Polres Tapanuli Tengah kepada Majelis Hakim, yang meminta terdakwa ditahan di ruang tahanan Polres Tapteng, terkait proses penyidikan kasus yang diadukan ke Polres Tapteng dengan terlapor Raja Bonaran Situmeang.
“Sesuai dengan surat dari Polres Tapanuli Tengah yang meminta kepada Majelis Hakim agar terdakwa ditahan di Polres Tapteng guna penyidikan kasus yang dilaporkan ke Polres Tapteng, dengan ini Majelis Hakim memberikan ijin agar terdakwa dipindahkan tempat tahanannya dari Lapas Kelas IIA Sibolga ke ruang tahanan Polres Tapteng, terhitung tanggal 15-22 April 2019,” kata Ketua Manjelis Martua Sagala sebelum sidang ditutup.
Terdakwa Raja Bonaran Situmeang pun bereaksi atas putusan tersebut. Menurutnya pemindahannya dari Lapas Kelas IIA Sibolga ke ruang tahanan Polres Tapteng penuh dengan kejanggalan.
“Melalui Penasihat Hukum saya, saya sudah mengajukan surat permohonan kepada Majelis Hakim agar jangan dilakukan pemindahan tempat tahanan. Namun surat kami itu tidak ditanggapi Majelis, sementara surat permohonan dari Polres Tapteng langsung ditanggapi. Makanya saya tidak mengerti harus bagaimana lagi melihat hukum di negeri ini. Karena saya saja orang yang mengerti hukum diperlakukan seperti ini, konon saudara-sudara saya para petani, nelayan dan masyarakat awam,” protes Bonaran.
Dijelaskan Bonaran, dalam PP Nomor 27 Pasal 19 ayat 8 dijelaskan, dalam hal tertentu seorang tahanan bisa meninggalkan Rutan. Pembuat Undang-undang membuat penjelasan tentang hal tertentu itu bagi tahanan yang sakit, keluarganya sakit, atau meninggal dunia.
“Dalam pemindahan saya ini tidak ada unsur sesuai dengan PP Nomor 27 itu. Ini aneh namanya. Makanya hari ini juga, saya mengajukan keberatan atas hal ini kepada Badan Pengawasan Mahkama Agung RI, Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung RI, ke Komisi Yudisial RI. Karena persidangan ini tidak benar, ada catatan buruk bagi saya, dan saya akan laporkan ke Mahkamah Agung RI. Pertanyaannya masih mugkinkah saya mendapat keadilan di PN Sibolga ini? Jawabnya impossible,” tegas Bonaran.
Hal senada juga diungkapkan Penasihat Hukum Bonaran, Mahmuddin Harahap. Menurutnya, tanggal 4 April 2019 surat permohonan agar kliennya tidak dipindahkan sudah disampaikan ke Majelis Hakim namun tidak digubris. Sementara surat dari Polres yang masuk tanggal 9 April 2019 langsung ditanggapi.
“Ada apa dibalik ini? Kalau soal pemeriksaan klien kami oleh penyidik Polres, kan bisa dilakukan di Lapas, karena Lapas itu juga adalah milik negara, dan biasa dilakukan pemeriksaan di Lapas tidak harus ditahan di Polres. Makanya kami langsung menyurati Komisi Yudusial dan Badan Pengawasan Mahkama Agung RI terkait kejanggalan ini,” ujarnya, Selasa (16/4) di Sibolga.
Sementara itu Ketua PN Sibolga Martua Sagala melalui Humas PN, Obaja Sitorus yang dikonfirmasi ANTARA menjelaskan, saat surat permohonan terdakwa masuk, belum ada surat permohonan dari Polres Tapteng, lantas apa yang mau ditanggapi.
“Kecuali kalau surat permohonan Polres Tapteng yang lebih dulu masuk baru kami tanggapi surat permohonan dari terdakwa. Dan perlu juga kami tegaskan, jika surat permohonan dari Polres tidak kami kabulkan, kami bisa dilaporkan karena tidak mendukung proses penegakan hukum,” sebut Obaja.
Sedangkan terkait pelaporan terdakwa, Obaja menilai sah-sah saja. Dan itu hak setiap orang. “Sepanjang kami tidak melakukan pelanggaran hukum acara pidana, dan laporan itu tidak ada kaitan dengan uang, tidak ada masalah,” tandasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
Pemindahan tempat tahanan mantan Bupati Tapteng itu sesuai dengan surat permohonan dari Polres Tapanuli Tengah kepada Majelis Hakim, yang meminta terdakwa ditahan di ruang tahanan Polres Tapteng, terkait proses penyidikan kasus yang diadukan ke Polres Tapteng dengan terlapor Raja Bonaran Situmeang.
“Sesuai dengan surat dari Polres Tapanuli Tengah yang meminta kepada Majelis Hakim agar terdakwa ditahan di Polres Tapteng guna penyidikan kasus yang dilaporkan ke Polres Tapteng, dengan ini Majelis Hakim memberikan ijin agar terdakwa dipindahkan tempat tahanannya dari Lapas Kelas IIA Sibolga ke ruang tahanan Polres Tapteng, terhitung tanggal 15-22 April 2019,” kata Ketua Manjelis Martua Sagala sebelum sidang ditutup.
Terdakwa Raja Bonaran Situmeang pun bereaksi atas putusan tersebut. Menurutnya pemindahannya dari Lapas Kelas IIA Sibolga ke ruang tahanan Polres Tapteng penuh dengan kejanggalan.
“Melalui Penasihat Hukum saya, saya sudah mengajukan surat permohonan kepada Majelis Hakim agar jangan dilakukan pemindahan tempat tahanan. Namun surat kami itu tidak ditanggapi Majelis, sementara surat permohonan dari Polres Tapteng langsung ditanggapi. Makanya saya tidak mengerti harus bagaimana lagi melihat hukum di negeri ini. Karena saya saja orang yang mengerti hukum diperlakukan seperti ini, konon saudara-sudara saya para petani, nelayan dan masyarakat awam,” protes Bonaran.
Dijelaskan Bonaran, dalam PP Nomor 27 Pasal 19 ayat 8 dijelaskan, dalam hal tertentu seorang tahanan bisa meninggalkan Rutan. Pembuat Undang-undang membuat penjelasan tentang hal tertentu itu bagi tahanan yang sakit, keluarganya sakit, atau meninggal dunia.
“Dalam pemindahan saya ini tidak ada unsur sesuai dengan PP Nomor 27 itu. Ini aneh namanya. Makanya hari ini juga, saya mengajukan keberatan atas hal ini kepada Badan Pengawasan Mahkama Agung RI, Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung RI, ke Komisi Yudisial RI. Karena persidangan ini tidak benar, ada catatan buruk bagi saya, dan saya akan laporkan ke Mahkamah Agung RI. Pertanyaannya masih mugkinkah saya mendapat keadilan di PN Sibolga ini? Jawabnya impossible,” tegas Bonaran.
Hal senada juga diungkapkan Penasihat Hukum Bonaran, Mahmuddin Harahap. Menurutnya, tanggal 4 April 2019 surat permohonan agar kliennya tidak dipindahkan sudah disampaikan ke Majelis Hakim namun tidak digubris. Sementara surat dari Polres yang masuk tanggal 9 April 2019 langsung ditanggapi.
“Ada apa dibalik ini? Kalau soal pemeriksaan klien kami oleh penyidik Polres, kan bisa dilakukan di Lapas, karena Lapas itu juga adalah milik negara, dan biasa dilakukan pemeriksaan di Lapas tidak harus ditahan di Polres. Makanya kami langsung menyurati Komisi Yudusial dan Badan Pengawasan Mahkama Agung RI terkait kejanggalan ini,” ujarnya, Selasa (16/4) di Sibolga.
Sementara itu Ketua PN Sibolga Martua Sagala melalui Humas PN, Obaja Sitorus yang dikonfirmasi ANTARA menjelaskan, saat surat permohonan terdakwa masuk, belum ada surat permohonan dari Polres Tapteng, lantas apa yang mau ditanggapi.
“Kecuali kalau surat permohonan Polres Tapteng yang lebih dulu masuk baru kami tanggapi surat permohonan dari terdakwa. Dan perlu juga kami tegaskan, jika surat permohonan dari Polres tidak kami kabulkan, kami bisa dilaporkan karena tidak mendukung proses penegakan hukum,” sebut Obaja.
Sedangkan terkait pelaporan terdakwa, Obaja menilai sah-sah saja. Dan itu hak setiap orang. “Sepanjang kami tidak melakukan pelanggaran hukum acara pidana, dan laporan itu tidak ada kaitan dengan uang, tidak ada masalah,” tandasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019