Terpidana penyuap hakim di Medan, Direktur Utama PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi meminta bantuan seorang pegawai Mahkamah Agung agar dapat mengurus perkaranya di pengadilan negeri Medan.

Tamin meminta tolong ke Suhenda, Kepala Seksi Evaluasi Litbang Diklat Mahkamah Agung (MA), untuk mengurus perkaranya agar bebas.

"Dia (Tamin) telepon, cuma saya iya-iya saja tidak fokus. Dia hanya mengatakan kasus hukum sudah diperiksa Kejaksaan Agung, lalu mengatakan 'tolong tengokin gue dong', saya katakan nantilah kalau ada waktu," kata Suhenda di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

Suhenda menjadi saksi untuk hakim ad hoc tipikor PN Medan Merry Purba yang didakwa menerima suap sebesar 150 ribu dolar Singapura (sekira Rp1,56 miliar).

Merry menerima suap dari Direktur Utama PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi melalui Helpandi selaku panitera.

Tujuan pemberian itu agar Tamin mendapat putusan bebas terkait kasus korupsi pengalihan tanah bekas Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Tanjung Morawa.

Suhenda mengaku sudah kenal Tamin sejak 2003 saat masih menjadi resepsionis di MA. Hubungan Suhenda dan Tamin berlanjut karena Suhenda kerap mengantar-jemput Tamin bila Tamin datang ke Jakarta.

"Memang Pak Tamin suka telepon menjelang putusan, ada beberapa kali, tapi saya lagi banyak pekerjaan kalau tidak ada pekerjaan baru saya angkat," ungkap Suhenda.

Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK lalu membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Suhenda terkait rekaman pembicaraan telepon dirinya dengan Tamin.

"Saudara dalam rekaman menyarankan cincai-cincai saja," tanya JPU KPK Luki Dwi Nugroho.

"Terserah beliau sebenarnya kalau mau damai, damai lah, maksud saya, sudah jangan ganggu saya menelepon terus setiap hari," jawab Suhenda berkelit.

"Cincai apa. Dengan siapa," tanya jaksa Luki.

"Damai saja, tapi saya kurang tahu karena tidak terlalu 'mudeng', kadang saling bercanda, beliau lebih banyak curhat," jawab Suhenda.

"Cincai dengan majelis hakim," tanya jaksa Luki lagi.

"Saya tidak tahu, beliau damai dengan siapa, saya tidak tahu," jawab Suhenda.

"Ini ada lagi percakapan 'Terserah bapak saja sama jaksa atau sama ini supaya gak ini," tanya jaksa Luki.

"Ya kalau istilahnya lebih banyak mengganggu saya kerja," jawab Suhenda masih berkelit.

"Pada 27 Agustus 2018 pukul 21.44 Tamin kembali menelepon seusai diputus enam tahun, saksi tanyakan apakah saya urus perkara di PT (Pengadilan Tinggi) atau MA (Mahkamah Agung). Lalu saksi menjawab di PT saja kalau di MA tambah berat, jadi saudara tahu seluk beluk perkara," tanya jaksa Luki.

"Tidak ada, hanya menenangkan agar dia tidak gelisah karena tidak kenal waktu kalau telepon, saya kasihan karena beliau sudah tua," jawab Suhenda.

"Memang pernah urus-urus perkara," tanya jaksa Luki.

"Enggak," jawab Suhenda pelan.

Dalam perkara tersebut, Tamin Sukardi divonis bersalah pada 27 Agustus 2018 dan dijatuhi pidana enam tahun, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp132,468 miliar. 

Hakim Merry Purba menyatakan "dissenting opinion" yaitu dakwaan tidak terbukti dengan adalan sudah ada putusan perdata berkekuatan hukum tetap.

Pewarta: Antara

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019