Dicopotnya Dharma Bhakti Marbun dari jabatannya sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Tapanuli Tengah berbuntut panjang karena pencopotan itu dinilai bertentangan dengan AD/ART partai.

“Saya terpilih sebagai ketua melalui musda. Jika saya dianggap telah melakukan pelanggaran disiplin organisasi, maka prosedur dan mekanisme pemberhentian saya harus melalui mekanisme sebagai yang diatur dalam AD/ART Partai Golkar," katanya di  Tapteng, seraya menambahkan akhir masa jabatannya berakhir tahun ini.

Dharma menyebutkan, selama memimpin Golkar Tapteng sampai 10 tahun lamanya, dia belum pernah mendapat sanksi organisasi, baik berupa teguran lisan maupun tertulis dari DPD Golkar Sumut.

“Kalau memang saya ada melanggar, harusnya ada peringatan pertama, kedua, dan seterusnya. Ini tidak ada teguran langsung pencopotan,” ketusnya.

Selain memprotes pencopotannya sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Tapanuli Tengah, Dharma juga mempertanyakan kapasitas Plt Ketua Golkar Sumut atas kewenangannya untuk mengganti seorang Ketua DPD yang defenitif.

“Aneh ini namanya, karena seorang Plt bisa mencopot Ketua DPD yang defenitif. Dan itu sudah nyata-nyata melanggar AD/ART Partai Golkar,” bebernya.

Sebagai bentuk protes, Dharma Bakti Marbun telah mengajukan keberatan/pembelaan diri terkait terbitnya surat keputusan DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara Nomor : KEP-106/GK-SU/II/2019 tentang penunjukan pelaksana tugas (Plt) Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Tapanuli Tengah tanggal 18 Februari 2018.

“Saya sudah mengirimkan surat pembelaan saya ke DPP, dan akan saya selesaikan permasalahan ini sampai ke Mahkamah Partai,” tegasnya.

Pewarta: Jason Gultom

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019