Langkat (Antaranews Sumut) - Kalau tidak ada aral melintang, Rabu (20/2) jabatan Bupati Kabupaten Langkat Sumatera Utara Ngogesa Sitepu akan berakhir, dilantiklah terbit rencana Perangin-angin selaku bupati terpilih dilaksanakan di kantor Gubernur oleh Gubernur Edy Rahmayadi mewakili Menteri Dalam Negeri.

Tengku Zainuddin bertanya adakah nantinya riak sosial saat menggunggah akun faceboknya, menyinggung soal peralihan kekuasaan itu, ketika ditemui di Stabat, Senin.

Penggiat Budaya ini juga mengungkapkan sebait lagu untaian lagu Mbah Surip "tak gendong kemana-mana" pasalnya yang digendong akan segera dilantik untuk menduduki jabatannya.

Ketika itu muncul banyak berbagai tanggapan dialamatkan kepadanya termasuk yang dalam keseharian yang berprofesi sebagai jurnalis dan politisi di Langkat semisal H Imam Fauzi Hasibuan SH, Darwis Sinulingga dan Ahmad Ghazali Syam, katanya.

Berbagai tanggapan yang muncul menyebutkan apa yang disampaikan Tengku Zainuddin sarat pesan budaya. Dirinya menulis sematan soal pergantian Bupati dilinimasi facebook tak lain untuk menyuarakan kecemasan arus bawah.

Menurutnya, jika Kabupaten Langkat diibartkan sebuah kapal, maka sang Bupati adalah nahkoda yang dipundaknya dibebankan tanggung jawab untuk membawa kapaldan penumpangnya sampai pada tujuan akhir.

"Bila nahkoda kuranglah paham, maka alamat kapal akan tenggelam, ini bentuk keresahan di masyarakat yang tidak tersuarakan secara gamblang," katanya.

Ibarat kata, keresahaan itu bak api dalam sekam yang tak terlihatsebelum apinya mencapai sekam lapisan teratas, artinya keresahaan ini baru akan mencuat bila sudah terjadi kegaduhan.

Ia menyimpulkan sementara tak mudah emmimpin Langkat, namun masyarakat akan menerima dan patuh terhadap sosok pemimpin yang sekaligus mampu hadir sebagai tauladan disemua lapisan masyarakat.

"Orang Langkat itu orang berbudaya, konsekwen dengan pilihannya. Bahkan tatkala seseorang sudah dipilih menjadi pemimpin, maka akan diberi gelar "datuk" sebagaimana yang diterima Syamsul Arifin dan Ngogesa Sitepu," ujarnya.

Tapi itu tak bisa dianggap sebagai sanjungan semata, dimana pemberian gelar itu lebih dimaksudkan sebagai pembebanan tanggung jawab terhadap budaya. "Orang bergelar Datuk tak boleh tercela," ungkapnya.

Tengku menambahkan seseorang bergelar Datuk harus menjadi suri tauladan. Jadi harus siap meninggalkan segala hal yang tercela dalam sudut pandang agama dan kebudayaan.

Sebab pepatah lama mengatakan "ikan busuk itu dari kepalanya". Jadi masyarakat tak mau dipandang busuk lantaran pemimpinnya tercela. Ini yang sangat berat, tukasnya.

Ia juga mengingatkan di Langkat berlaku ketentuan yang oleh banyak orang disebeut"Rahasia Ilahi" seorang pemimpin terlebih yang bergelar datuk, langsung kualat bila melakukan perbuatan tercela.

Pewarta: H.Imam Fauzi

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019