Rantauprapat (Antaranews Sumut) - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Kabupaten Labuhanbatu meminta penyelenggara pemilihan umum mengintensifkan daftar pemilih di daerah.
"Dari data yang kami himpun masih ribuan warga Labuhanbatu pengguna KTP SIAK belum terdata sebagai Pemilih," kata Koordinator JPPR Labuhanbatu, Rovi Suhendro di Rantauprapat, Jumat.
Hal itu di sampaikan, berkaitan dengan ribuan warga Tionghoa di Labuhanbatu belum terdata sebagai pemilih.
Dalam keterangan JPPR yang terima Antara Sumut menyebutkan, Pemilu 2019 akan dilakukan serentak dengan sistem baru untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota.
Hingga saat ini masih banyak pengguna KTP SIAK yang belum terdaftar sebagai pemilih, kondisi itu terlihat di inti Kota Rantauprapat maupun di pelosok daerah Kabupaten Labuhanbatu.
Dari penelitian yang dilakukan pihaknya. Hal itu efek dari masih berbelit-belitnya sistem birokrasi pencatatan kependudukan dan aksi percaloan yang terjadi.
Dicontohkan Rovi, dari kalangan etnis Tionghoa yang belum memiliki KTP elektronik dan dipastikan belum terdaftar sebagai pemilih.
Padahal seharusnya sistem kependudukan elektronik dapat memangkas birokrasi namun bagi sebagian kalangan malah menjadi menyulitkan.
Alhasil kalangan warga enggan melakukan pengurusan KTP elektronik dan data serta informasi kependudukanya tidak terekam dalam sistem kependudukan yang berakhir tidak tercantumnya nama-nama warga ini kedalam daftar pemilih.
"Padahal saudara-saudara kita ini juga merupakan anak bangsa yang memiliki kedudukan yang sama," ujarnya.
Belum terdatanya ribuan warga etnis Tionghoa tersebut juga merupakan efek dari maraknya oknum yang memanfaatkan kebutuhan kependudukan mereka sebagai alat mencari uang.
Mirisnya ada warga Tionghoa yang dimintai uang hingga satu juta rupiah untuk urus KTP elektronik oleh oknum-oknum yang ingin mengambil keuntungan.
Hal ini juga yang membuat beberapa warga apatis dalam melakukan pengurusan data kependudukan mereka. Sehingga dia mengharahapkan Pemilu tahun 2019 menjadi Pemilu yang berintegritas dengan mengedepankan azas keadilan sosial tersebut.
Apalagi dia menyebutkan pada Pemilu kali ini merupakan Pemilu yang bakal menjadi Pemilu paling bersejarah di Indonesia.
Pihaknya, telah melakukan pemantauan ditingkat masyarakat, dimana sosialisasi pengenalan jenis kertas suara Pemilu tertama kepada Pemilih pemula, Pemilih Lansia dan Pemilih berkebutuhan khusus (disabilitas) sangat dibutuhkan.
Sehingga pihaknya mengharapkan kepada KPU untuk lebih memaksimalkan kinerjanya dalam hal sosialisasi tata cara Pemilu 2019, agar menjadi Pemilu yang berintegritas dan benar-benar menjadi sarana kedaulatan rakyat yang mengedepankan prinsip-prinsip demokratis dan berkeadilan.
“Untuk memenuhi prinsip tersebut, kepada seluruh lapisan elemen masyarakat pemilih untuk turut serta memantau dan mengawasi proses tahapan-tahapan Pemilu,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018
"Dari data yang kami himpun masih ribuan warga Labuhanbatu pengguna KTP SIAK belum terdata sebagai Pemilih," kata Koordinator JPPR Labuhanbatu, Rovi Suhendro di Rantauprapat, Jumat.
Hal itu di sampaikan, berkaitan dengan ribuan warga Tionghoa di Labuhanbatu belum terdata sebagai pemilih.
Dalam keterangan JPPR yang terima Antara Sumut menyebutkan, Pemilu 2019 akan dilakukan serentak dengan sistem baru untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota.
Hingga saat ini masih banyak pengguna KTP SIAK yang belum terdaftar sebagai pemilih, kondisi itu terlihat di inti Kota Rantauprapat maupun di pelosok daerah Kabupaten Labuhanbatu.
Dari penelitian yang dilakukan pihaknya. Hal itu efek dari masih berbelit-belitnya sistem birokrasi pencatatan kependudukan dan aksi percaloan yang terjadi.
Dicontohkan Rovi, dari kalangan etnis Tionghoa yang belum memiliki KTP elektronik dan dipastikan belum terdaftar sebagai pemilih.
Padahal seharusnya sistem kependudukan elektronik dapat memangkas birokrasi namun bagi sebagian kalangan malah menjadi menyulitkan.
Alhasil kalangan warga enggan melakukan pengurusan KTP elektronik dan data serta informasi kependudukanya tidak terekam dalam sistem kependudukan yang berakhir tidak tercantumnya nama-nama warga ini kedalam daftar pemilih.
"Padahal saudara-saudara kita ini juga merupakan anak bangsa yang memiliki kedudukan yang sama," ujarnya.
Belum terdatanya ribuan warga etnis Tionghoa tersebut juga merupakan efek dari maraknya oknum yang memanfaatkan kebutuhan kependudukan mereka sebagai alat mencari uang.
Mirisnya ada warga Tionghoa yang dimintai uang hingga satu juta rupiah untuk urus KTP elektronik oleh oknum-oknum yang ingin mengambil keuntungan.
Hal ini juga yang membuat beberapa warga apatis dalam melakukan pengurusan data kependudukan mereka. Sehingga dia mengharahapkan Pemilu tahun 2019 menjadi Pemilu yang berintegritas dengan mengedepankan azas keadilan sosial tersebut.
Apalagi dia menyebutkan pada Pemilu kali ini merupakan Pemilu yang bakal menjadi Pemilu paling bersejarah di Indonesia.
Pihaknya, telah melakukan pemantauan ditingkat masyarakat, dimana sosialisasi pengenalan jenis kertas suara Pemilu tertama kepada Pemilih pemula, Pemilih Lansia dan Pemilih berkebutuhan khusus (disabilitas) sangat dibutuhkan.
Sehingga pihaknya mengharapkan kepada KPU untuk lebih memaksimalkan kinerjanya dalam hal sosialisasi tata cara Pemilu 2019, agar menjadi Pemilu yang berintegritas dan benar-benar menjadi sarana kedaulatan rakyat yang mengedepankan prinsip-prinsip demokratis dan berkeadilan.
“Untuk memenuhi prinsip tersebut, kepada seluruh lapisan elemen masyarakat pemilih untuk turut serta memantau dan mengawasi proses tahapan-tahapan Pemilu,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018