Medan  (Antaranews Sumut) - Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Provinsi Sumatera Utara mendiskusikan makna dan substansi "Islam Nusantara" yang sempat menjadi perdebatan belakangan ini di Medan, Sabtu.

Dalam diskusi dengan tema "Bincang-bincang Islam Nusantara: Paham, Aliran Atau Gagasan?" tersebut, Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) menghadirkan Prof Dr KH Ahmad Baso MA yang merupakan penulis buku "Islam Nusantara".

ISNU juga menghadirkan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI), dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), perwakilan ormas, dan mahasiswa.

Diskusi tersebut diawali dengan pemaparan mengenai polemik dan pro kontra mengenai Islam Nusantara, terutama melalui media sosial.

Bahkan ada peserta yang merasa kebingungan dengan perkembangan di lapangan karena adanya kelompok masyarakat menganggap Islam Nusantara sebagai aliran baru yang sesat.

Menanggapi hal itu, KH Ahmad Baso menjelaskan, Islam Nusantara atau model Islam di Indonesia memiliki ciri utama "tawasuth" (moderat), ramah, antiradikalisme, inklusif dan toleran.

Banyak pihak yang belum menyadari jika konsep Islam Nusantara sebenarnya sudah dikembangkan sejak abad ke-16 melalui institusi pendidikan pesantren.

"Salah satu aspek khasnya adalah penekanan pada prinsip `rahmatan lil `alamin` atau rahamat bagi semesta alam sebagai nilai universal Islam," kata Wakil Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM (Lakpesdam) PBNU itu.

Menurut dia, Islam Nusantara menggunakan pendekatan budaya yang simpatik dalam menjalankan syiar Islam tanpa menghancurkan mau pun merusak atau membasmi budaya asli.

Bahkan, Islam Nusantara tersebut justru merangkul, menghormati, memelihara, serta melestarikan budaya lokal yang hidup di tengah masyarakat.

Pewarta: Irwan Arfa

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018