Medan (Antaranews Sumut) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, Sumatera Utara meminta kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan agar menunda pelaksanaan Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik, karena ratusan kapal nelayan di daerah itu, tidak diperbolehkan untuk melaut.
Wakil Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut Nazli, di Medan, Selasa, mengatakan kapal nelayan tersebut, mengalami kendala dengan PP Nomor 24 Tahun 2018, tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
Dalam PP Nomor 24 Tahun 2018 tersebut, menurut dia, setiap kapal penangkapan ikan milik nelayan yang berada diatas 30 Gross Ton (GT) pengurusan izin SIUP dan SIPI melalui Kementarian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Sedangkan, kapal milik nelayan yang berada dibawah 30 GT, merupakan kewenangan Provinsi Sumatera Utara," ujar Nazli.
Ia mengatakan, namun sampai saat ini nelayan yang akan mengurus SIUP dan SIPI melalui KKP tersebut, mengalami kesulitan setelah diberlakukannya PP Nomor 24 Tahun 2018.
Selain itu, dalam Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik, yang telah diberlakukan masih terdapat berbagai kelemahan dan proses pengurusan SIUP dan SIPI yang cukup lama.
"Akibatnya, kapal nelayan tidak berani pergi menangkap ikan ke laut, karena bisa saja mereka ditangkap petugas TNI AL, Polisi Perairan dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) karena tidak memiliki SIUP dan SIPI," ucap dia.
Nazli menyebutkan, jika kapal nelayan itu, memaksakan pergi melaut merupakan pelanggaran hukum, karena tidak memiliki izin pelayaran yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Bahkan, kapal nelayan tersebut, sudah hampir dua bulan lebih tidak melaut dan mereka masih menganggur di rumah, serta banyak terlilit hutang dengan para pengusaha perikanan.
Hal ini, jika terus dibiarkan akan berdampak kepada gangguan perekonomian nelayan di Sumut."Kapal ikan nelayan yang belum bisa melaut itu, berasal dari wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera, yakni Sibolga/Tapanuli Tengah, Asahan, Tanjung Balai, Batubara, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Belawan dan beberapa daerah lainnya," kata Wakil Ketua HNSI Sumut itu.***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018
Wakil Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut Nazli, di Medan, Selasa, mengatakan kapal nelayan tersebut, mengalami kendala dengan PP Nomor 24 Tahun 2018, tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
Dalam PP Nomor 24 Tahun 2018 tersebut, menurut dia, setiap kapal penangkapan ikan milik nelayan yang berada diatas 30 Gross Ton (GT) pengurusan izin SIUP dan SIPI melalui Kementarian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Sedangkan, kapal milik nelayan yang berada dibawah 30 GT, merupakan kewenangan Provinsi Sumatera Utara," ujar Nazli.
Ia mengatakan, namun sampai saat ini nelayan yang akan mengurus SIUP dan SIPI melalui KKP tersebut, mengalami kesulitan setelah diberlakukannya PP Nomor 24 Tahun 2018.
Selain itu, dalam Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik, yang telah diberlakukan masih terdapat berbagai kelemahan dan proses pengurusan SIUP dan SIPI yang cukup lama.
"Akibatnya, kapal nelayan tidak berani pergi menangkap ikan ke laut, karena bisa saja mereka ditangkap petugas TNI AL, Polisi Perairan dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) karena tidak memiliki SIUP dan SIPI," ucap dia.
Nazli menyebutkan, jika kapal nelayan itu, memaksakan pergi melaut merupakan pelanggaran hukum, karena tidak memiliki izin pelayaran yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Bahkan, kapal nelayan tersebut, sudah hampir dua bulan lebih tidak melaut dan mereka masih menganggur di rumah, serta banyak terlilit hutang dengan para pengusaha perikanan.
Hal ini, jika terus dibiarkan akan berdampak kepada gangguan perekonomian nelayan di Sumut."Kapal ikan nelayan yang belum bisa melaut itu, berasal dari wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera, yakni Sibolga/Tapanuli Tengah, Asahan, Tanjung Balai, Batubara, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Belawan dan beberapa daerah lainnya," kata Wakil Ketua HNSI Sumut itu.***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018