Medan, 1/8 (Antara) - Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara hingga Maret 2017 mengalami penurunan sebesar 0,05 persen dibandingkan September 2016 atau tersisa 1.453.870 orang.

"Walau penurunan tidak besar, tetapi kondisi itu sedikit menggembirakan," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Syech Suhaimi di Medan, Selasa.

Penurunan jumlah penduduk miskin itu memang masih terjadi di pedesaan, sementara sebaliknya di perkotaan justru angka kemiskinan mengalami peningkatan.

Secara total, persentase penduduk miskin pada Maret 2017 masih mencapai 10, 22 persen dari jumlah penduduk Sumut atau berkurang sedikit dari posisi September 2016 sebesar 10,27 persen.

Syech menjelaskan, garis kemiskinan Sumut secara total sebesar Rp411.345 per kapita per bulan dengan untuk daerah perkotaan sebesar Rp425.693 dan di pedesaan Ro396.033.

Menurut dia, ada beberapa faktor penyebab masih tingginya tingkat kemiskinan di Sumut mulai adanya inflasi dan adanya pengangguran terbuka di perkotaan.

Syech mengingatkan juga bahwa persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.

Namun perlu diperhatikan juga tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan tersebut.

Dari data BPS, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan sumut menunjukkan penurunan."katanya.

Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,957 pada September 2016 menjadi 1,714 di Maret 2017.

Adapun indeks keparahan kemiskinan turun dari 0,559 menjadi 0,445.

Penurunan nilai kedua indeks tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin menurun.

Pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo menyebutkan, angka kemiskinan yang masih tinggi di Sumut antara lain didorong oleh turunnya harga komoditas dan krisis global yang masih dirasakan.

"Saat harga komoditas turun seperti karet dan TBS (tandan buah segar), maka petani mengalami penurunan pendapatan dan kesulitan semakin dirasakan karena sebaliknya kebutuhan hidup bertambah besar dengan naiknya harga berbagai barang dan tarif listrik dan air serta kebutuhan lain,"katanya.

Krisis global yang membuat kinerja industri melemah juga membuat perusahaan mengurangi atau tidak menambah jumlah lowongan pekerjaan di tengah naiknya angka tenaga kerja.

Pewarta: Evalisa dan Rizka

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2017