Batubara, 15/4 (Antara) - Nelayan tradisonal di Batubara masih diresahkan kehadiran pukat trawl atau juga lazim disebut pukat gerandong. Sedikitnya 65 pasang pukat itu masih beroperasi di zona tangkap perairan Batubara.
"Selain itu masih ada pukat trawl hela satu yang jumlahnya ribuan. Kehadiran pukat pukat yang dilarang dalam Permen KKP No 2 Tahun 2015 itu tidak menyisakan apapun bagi nelayan tradisional," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Batubara, Adi Alwi, Jumat (15/4), di kantor DPRD Batubara.
Melihat dampak pukat trawl yang sangat merugikan nelayan tradisional itu, HNSI kembali menemui Komisi B DPRD setempat. Mereka berharap, DPRD mengajak Eksekutif maupun pihak penegak hukum melakukan penertiban pukat gerandong itu.
"Kami juga tahu, dalam Permen KKP 02 Tahun 2015 itu tidak ada kewenangan daerah melakukan penertiban tapi dalam Permen itu jelas ada pelarangan menggunakan pukat trawl. Kemari agar DPRD yang membawa aspirasi para nelayan di Batubara ini," ujar Alwi.
Ketua Komisi B, Mhd Ali Hatta, tetap mendukung dan merespon tuntutan HNSI Batubara itu. Hasil pertemuan dengan HNSI, segera akan disampaikan kepada pimpinan DPRD agar ditindak lanjuti bersama eksekutif.
"Daerah Kabupaten/Kota tidak lagi memiliki kewenangan dalam penegakan hukum di laut seperti persoalan pukat trawl itu. Namun kita tetap dukung tuntutan HNSI karena jelas pukat-pukat itu dilarang," ujarnya.
Persoalan keresahan nelayan di Batubara itu, lanjut Ali, sudah mereka susul sampai ke propinsi. Hasilnya sudah disepakati membentuk satu forum yang akan melakukan penertiban pukat itu.
"Kurang lebih satu bulan lalu Komisi B berkoordinasi ke Dinas Kelautan Perikanan Sumut menyangkut persoalan ini. Respon mereka bagus dengan dibentuknya forum yang melibatkan eksekutif, legislatif, kepolisian, dan TNI Angkatan Laut. Menunggu saat yang tepat, razia pukat itu akan dilakukan," ungkap Ali Hatta.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016