Medan, 5/9 (Antara) - Devisa Sumatera Utara dari ekspor karet dan barang dari karet hingga Juli 2015 sudah turun 23,33 persen dampak masih lemahnya permintaan dan harga jual di pasar internasional.

"Data BPS (Badan Pusat Statistik) mengungkapkan, pada Januari-Juli 2015, devisa karet Sumut tinggal 699,803 juta dolar AS, sementara di periode sama tahun lalu masih bisa 912,735 juta dolar AS. Ada penurunan 23,33 persen," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Parlindungan Purba di Medan, Sabtu.

Penurunan devisa itu tetap masih dampak dari krisis global yang membuat permintaan dan harga jual melemah di pasar internasional.

"Permintaan yang paling mengalami penurunan besar adalah dari RRT (Republik Rakyat Tinongkok) yang memang sedang mengalami krisis keuangan," katanya.

Akibat melemahnya permintaan dan harga jual, ujar Parlindungan, pengusaha perkebunan dan pabrikan karet di Sumut mengalami gangguan kinerja.

Laporan yang diterima Apindo, katanya, sudah banyak perusahaan pabrikan karet yang tidak beroperasi secara normal.

Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Edy Irwansyah menyebutkan, Gapkindo sudah terus-terusan meminta pemerintah untuk membantu dalam mendongkrak harga karet.

Gapkindo bahkan sudah meminta agar pengusaha tetap menahan ekspor saat harga anjlok untuk menghindari kerugian yang lebih besar.

"Namun langkah-langkah itu belum juga membuahkan hasil. Permintaan dan harga jual masih tetap melemah," katanya.

Nilai ekspor karet Sumut ke RRT misalnya, hingga Juli 2015 turun 38,37 persen atau menjadi 49, 847 juta dolar AS.

Padahal RRT selama ini menjadi negara tujuan ekspor utama Sumut bersama Amerika Serikat dan Jepang. ***3***


Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Ribut Priadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015