Medan, 25/3 (Antara) - Gubernur Sumatera Utara H Gatot Pujo Nugroho menegaskan akan mengkoordinasikan 236 pemegang Izin Usaha Pertambangan atau IUP yang tidak terdata di Direktorat Jenderal Minerba dan Koordinasi Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi
"Sebanyak 236 IUP itu merupakan selisih data hasil inventaris dan koordinasi Pemerintah Provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota atas IUP yang terdapat 347 izin yang tersebar di 19 daerah dengan data Direktorat Jenderal Minerba dan KPK dimana jumlah pemegan IUP di Sumut hanya 111 yang tersebar di 10 kabupaten/kota," katanya di Medan, Rabu.

Ia mengatakan itu pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Atas Koordinasi dan Supervisi Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Untuk Empat Provinsi yakni Sumut, Aceh, Riau dan Sumbar.

Selisih sebanyak 236 pemegang IUP itu masing-masing IUP Logam sebanyak satu, IUP Batu Bara empat dan non logam/batuan 231 izin.

Koordinasi soal selisih izin itu perlu untuk berbagai kepentingan mulai kerusakan lingkungan termasuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Data menunjukkan PNBP sektor Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Provinsi Sumut pada 2014 sebesar Rp31.771.231.486 miliar.

PPNBP itu merupakan dari iuran tetap sebesar Rp6.805.271.113 dan royalti/iuran produksi Rp24.965,960.373.

Menurut Gatot, potensi PNBP itu masih dapat ditingkatkan jika semua pemegang IUP Minerba melaksanakan kewajibannya.

Ia memberi contoh di Kabupaten Mandailing Natal dimana dari 19 pemegang IUP, namun hanya dua yang melakukan pembayaran PNBP untuk tahun 2014.

"Semua masalah termasuk temuan adanya selsisih pemegang IUP itu sudah dilaporkan ke Tim Koordinasi dan Supervisi Minerba dan Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tindak lanjut hasil Koordinasi dan Supervisi Bali 4 Desember 2014,"kata Gubernur.

Ketua Sementara KPK, Taufiqurrahman Ruki menyebutkan, Koordinas dan Supervisi di sektor pengelolaan sumber daya alam (SDA) dilakukan mengacu pada banyaknya laporan atau pengaduan tentang korupsi kehutanan.

Hasil kajian KPK pada 2010, katanya, ditemukan hampir 90 persen kawasan hutan di Indonesia diragukan keabsahannya karena belum dikukuhkan.

Mengingat karena penyelesaian permasalahan kehutanan tidak hanya bisa diselesaikan di tingkat Kementerian Kehutanan saja, maka pada tanggal 11 Maret 2013 dilakukan penandatanganan nota kesepakatan bersama 12 kementerian atau lembaga negara.

Dalam kesepakatan itu masing-masing kementerian memiliki rencana aksi mengenai harmonisasi regulasi dan kebijakan penyelarasan teknis dan prosedur serta resolusi konflik.

"Koordinasi dan Supervisi SDA termasuk Minerba diharapkan bisa menekan kerugian Pemerintah dan rakyat dan diharapkan sebaliknya mensejahterakan rakyat,"katanya.

Kerugian itu bisa ditekan karena ada data menunjukkan selama 2010 -2013 potensi kerugian negara dari iuran land rent dari empat provinsi yakni Sumut, Riau, Aceh dan Sumbar mencapai Rp67, 674 miliar.

Dari jumlah itu terbesar dari Sumut yang mencapai Rp30,706 miliar.***3***
(T.E016/B/A. Lazuardi/A. Lazuardi) 25-03-2015

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015