Lumbanjulu, Sumut, 25/2 (Antara) - Kalangan petani di Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara, mengeluhkan anjloknya harga jual Jahe dari Rp15.000 menjadi Rp9.000 per kilogram.
"Harga jahe sekarang ini anjlok, karena mengalami penurunan hingga Rp 6.000 per kilogram, sebelumnya pada awal Januari 2015 masih sekitar Rp15.000," kata Manurung, petani jahe dari desa Lumbanrang, di Lumbanjulu, Rabu.
Ia mengatakan, harga jahe di wilayah tersebut hampir setiap pekan mengalami penurunan dan anjlok pada seminggu terakhir dengan kisaran harga antara Rp8.000 hingga Rp9.000 per kilogram.
Menurutnya, akibat anjloknya harga komoditi yang menjadi andalan dari kecamatan tersebut, banyak petani yang beralih ke komoditi lain, seperti jagung ataupun kopi, karena keuntungan yang mereka peroleh dari budidaya jahe dianggap terlalu kecil.
Bahkan saat ini, kata Manurung, sudah mulai banyak petani jahe, yang beralih profesi dengan memilih bekerja sebagai buruh bangunan karena bisa memperoleh upah sekitar Rp70.000 per hari.
Sirait (45) petani jahe lainnya, menambahkan, saat ini banyak petani yang menunda panen, akibat anjloknya harga di pasaran.
Menurutnya, belum ada petani yang berani memanen Jahe dalam jumlah besar, akibat anjloknya harga di tingkat pedagang pengumpul maupun di pasar.
"Dengan harga jual sekitar Rp8.000 hingga Rp9.000, petani tidak mungkin meraup keuntungan, apalagi jika dikaitkan dengan mahalnya pupuk dan biaya sarana produksi lainnya," katanya.
Sirait menambahkan, anjloknya harga jahe di wilayah tersebut, diduga tidak terlepas dari permainan harga yang dilakukan para pedagang pengumpul, terindikasi dengan penurunan harga yang hampir setiap minggu.
"Kami berharap, instansi terkait di daerah ini dapat memperhatikan nasib petani Jahe, karena sebagian besar penduduk menggantungkan penghasilan dari komoditi ini," katanya.
Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Tobasa mencatat, produksi jahe di Kabupaten tersebut mencapai 5.581,8 ton per tahun. ***3***
Budi Suyanto
(T.KR-HIN/B/B. Suyanto/B. Suyanto) 25-02-2015
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015
"Harga jahe sekarang ini anjlok, karena mengalami penurunan hingga Rp 6.000 per kilogram, sebelumnya pada awal Januari 2015 masih sekitar Rp15.000," kata Manurung, petani jahe dari desa Lumbanrang, di Lumbanjulu, Rabu.
Ia mengatakan, harga jahe di wilayah tersebut hampir setiap pekan mengalami penurunan dan anjlok pada seminggu terakhir dengan kisaran harga antara Rp8.000 hingga Rp9.000 per kilogram.
Menurutnya, akibat anjloknya harga komoditi yang menjadi andalan dari kecamatan tersebut, banyak petani yang beralih ke komoditi lain, seperti jagung ataupun kopi, karena keuntungan yang mereka peroleh dari budidaya jahe dianggap terlalu kecil.
Bahkan saat ini, kata Manurung, sudah mulai banyak petani jahe, yang beralih profesi dengan memilih bekerja sebagai buruh bangunan karena bisa memperoleh upah sekitar Rp70.000 per hari.
Sirait (45) petani jahe lainnya, menambahkan, saat ini banyak petani yang menunda panen, akibat anjloknya harga di pasaran.
Menurutnya, belum ada petani yang berani memanen Jahe dalam jumlah besar, akibat anjloknya harga di tingkat pedagang pengumpul maupun di pasar.
"Dengan harga jual sekitar Rp8.000 hingga Rp9.000, petani tidak mungkin meraup keuntungan, apalagi jika dikaitkan dengan mahalnya pupuk dan biaya sarana produksi lainnya," katanya.
Sirait menambahkan, anjloknya harga jahe di wilayah tersebut, diduga tidak terlepas dari permainan harga yang dilakukan para pedagang pengumpul, terindikasi dengan penurunan harga yang hampir setiap minggu.
"Kami berharap, instansi terkait di daerah ini dapat memperhatikan nasib petani Jahe, karena sebagian besar penduduk menggantungkan penghasilan dari komoditi ini," katanya.
Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Tobasa mencatat, produksi jahe di Kabupaten tersebut mencapai 5.581,8 ton per tahun. ***3***
Budi Suyanto
(T.KR-HIN/B/B. Suyanto/B. Suyanto) 25-02-2015
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015