Langkat, Sumut, 28/1 (Antara) - Ratusan nelayan di Desa Pantai Gading Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, resah dan menjerit karena hasil tangkapan kepiting mereka tidak laku di pasaran ekspor.
"Ratusan nelayan sekarang menjerit karena kepiting tidak laku," kata seorang nelayan secanggang Buyung Kasbie, di Secanggang, Rabu.
Buyung Kasbie menjelaskan bahwa sekarang ini para toke tidak mau membeli kepiting ekspor lagi karena adanya larangan mengekspor kepiting.
"Kami belum tahu benar ada larangan dari Menteri Perikanan dan Kelautan itu, tapi para nelayan sudah tidak mencari kepiting lagi, kalaupun ada kepiting tersebut dibeli dengan harga murah,¿ katanya.
Buyung menjelaskan sejak toke menolak membeli kepiting, para nelayan di desanya resah dan menjerit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Meski larangan itu hanya pada kepiting betina (jumbo) dan kepiting yang beratnya dibawah dua ons namun hal itu berpengaruh pada pendapatan nelayan yang cuma mengandalkan hidup dari menangkap kepiting.
"Apalagi jelang Imlek ini biasanya harga kepiting jumbo bisa mencapai Rp 200.000 per kilogram, tapi saat ini hanya Rp 40.000 saja per kilonya, sedangkan kepiting sangkak juga tidak laku," sambungnya.
Dirinya tidak membantah kalau sebagian kecil nelayan masih juga mencari kepiting walau harganya murah untuk dijual dipasar lokal, karena mereka harus tetap bertahan hidup.
Sementara salah seorang nelayan lainnya Jamaluddin menjelaskan dengan adanya larangan jual beli kepiting ini tentunya masyarakat nelayan menjerit karena para nelayan ini biasanya tidak memiliki keahlian lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya selain menangkap kepiting.
Mereka para nelayan berharap mendapat kepastian tentang pelarangan jual beli kepiting dari pemerintah, karena menurut mereka justru harga kepiting betina (jumbo) itu yang harganya mahal dan kepiting yang berat dibawah dua ons untuk benih sangkak yang mahal harganya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015
"Ratusan nelayan sekarang menjerit karena kepiting tidak laku," kata seorang nelayan secanggang Buyung Kasbie, di Secanggang, Rabu.
Buyung Kasbie menjelaskan bahwa sekarang ini para toke tidak mau membeli kepiting ekspor lagi karena adanya larangan mengekspor kepiting.
"Kami belum tahu benar ada larangan dari Menteri Perikanan dan Kelautan itu, tapi para nelayan sudah tidak mencari kepiting lagi, kalaupun ada kepiting tersebut dibeli dengan harga murah,¿ katanya.
Buyung menjelaskan sejak toke menolak membeli kepiting, para nelayan di desanya resah dan menjerit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Meski larangan itu hanya pada kepiting betina (jumbo) dan kepiting yang beratnya dibawah dua ons namun hal itu berpengaruh pada pendapatan nelayan yang cuma mengandalkan hidup dari menangkap kepiting.
"Apalagi jelang Imlek ini biasanya harga kepiting jumbo bisa mencapai Rp 200.000 per kilogram, tapi saat ini hanya Rp 40.000 saja per kilonya, sedangkan kepiting sangkak juga tidak laku," sambungnya.
Dirinya tidak membantah kalau sebagian kecil nelayan masih juga mencari kepiting walau harganya murah untuk dijual dipasar lokal, karena mereka harus tetap bertahan hidup.
Sementara salah seorang nelayan lainnya Jamaluddin menjelaskan dengan adanya larangan jual beli kepiting ini tentunya masyarakat nelayan menjerit karena para nelayan ini biasanya tidak memiliki keahlian lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya selain menangkap kepiting.
Mereka para nelayan berharap mendapat kepastian tentang pelarangan jual beli kepiting dari pemerintah, karena menurut mereka justru harga kepiting betina (jumbo) itu yang harganya mahal dan kepiting yang berat dibawah dua ons untuk benih sangkak yang mahal harganya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015