Langkat, Sumut, 15/7 (Antara) - Halua merupakan manisan khas masyarakat Melayu Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang selalu dihidangkan kepada para tamu, terutama pada Idul Fitri.
"Halua ini dibuat dari berbagai macam buah yang ada di wilayah Kabupaten Langkat, lalu diberikan gula, dan diendapkan beberapa hari, hingga bisa dihidangkan kepada para tamu," kata salah seorang pembuat halua di kota Stabat Ani Syafii, di Stabat, Selasa.
Halua merupakan ciri khas dari masyarakat Melayu yang dihidangkan ketika menyambut tamu datang pada saat lebaran, katanya.
"Warga Melayu Langkat tidak akan lupa menyuguhkan hidangan manisan halua buat tamu yang datang," katanya.
Dikatakannya bahwa para peminat manisan halua tersebut tidak hanya berasal dari Langkat, Binjai, namun juga berasal dari Aceh, Pekanbaru, Jakarta.
Manisan halua yang berasal dari berbagai buah-buahan seperti pepaya, cabai, labu, wortel, daun pepaya, buah gelugur, buah renda, terong, kolang kaling, buah gundur, lalu dibentuk dengan berbagai variasi.
Dicampur dengan gula yang dipanaskan atau pun dimaksukkan langsung ke dalam manisan yang sudah dibentuk, dan diendapkan beberapa hari lamanya, katanya.
Setelah itu siap untuk disajikan atau pun dihidangkan kepada para tamu yang datang ke rumah ketika berlebaran, rasanya sangat enak dan manis.
Ani Syafii juga menjelaskan bahwa setiap tahunnya, manisan halua yang dibuatnya diminati para pembeli.
Untuk tahun ini, manisan halua yang telah dipersiapkan mencapai 200 kilogram.
Tentang harganya tentu bervariasi tergantung bentuk halua tersebut, kalau harga biasa mencapai Rp70.000-Rp 75.000 per kilogram, katanya.
Ada juga harganya yang mahal seperti manisan cabai bisa Rp80.000 - Rp 100.000 per kilogram.
Diantara manisan halua yang dibuatnya, yang sangat diminati para pembeli ataupun pengunjung yang datang ke tempat usahanya di Jalan Kiyai Haji Zainal Arifin Stabat, adalah manisan dari buah cabai.
Satu hari menjelang lebaran biasanya manisan halua dari cabai tersebut sudah habis, padahal dibuat lebih dari 20 kilogram.
Sementara itu salah seorang pembeli ibu Nasbah Lubis menjelaskan, setiap tahunnya, dia memesan manisan halua mencapai 10 kilogram, untuk dibawa dan dibagi-bagikan kepada sanak keluarganya yang berada di Medan.
"Kita harus bawa manisan halua setiap lebaran, karena para saudaranya akan bertanya bawa halua apa tidak?" katanya.
Manisan halua ini, lalu dihidangkan, dan akan dinikmati oleh keluarga yang datang berlebaran, dan bisanya dalam tempo singkat manisan halua yang dihidangkan dipastikan akan habis.
Demikian juga dengan ibu Bariah, yang ditemui secara terpisah menjelaskan, kalau hidangan halua belum disajikan, akan terasa kurang sajian makanan yang disajikan, bagi masyarakat di Kabupaten Langkat.
"Harus ada manisan halua yang disajikan di setiap lebaran," katanya.
Karena halua merupakan ciri khas makanan di hari lebaran, dipastikan harus ada di setiap rumah masyarakat Melayu maupun warga lainnya yang sudah bermukim lama di bumi Langkat, katanya.***2***
(T.KR-IFZ/B/E.S. Syafei/E.S. Syafei)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014
"Halua ini dibuat dari berbagai macam buah yang ada di wilayah Kabupaten Langkat, lalu diberikan gula, dan diendapkan beberapa hari, hingga bisa dihidangkan kepada para tamu," kata salah seorang pembuat halua di kota Stabat Ani Syafii, di Stabat, Selasa.
Halua merupakan ciri khas dari masyarakat Melayu yang dihidangkan ketika menyambut tamu datang pada saat lebaran, katanya.
"Warga Melayu Langkat tidak akan lupa menyuguhkan hidangan manisan halua buat tamu yang datang," katanya.
Dikatakannya bahwa para peminat manisan halua tersebut tidak hanya berasal dari Langkat, Binjai, namun juga berasal dari Aceh, Pekanbaru, Jakarta.
Manisan halua yang berasal dari berbagai buah-buahan seperti pepaya, cabai, labu, wortel, daun pepaya, buah gelugur, buah renda, terong, kolang kaling, buah gundur, lalu dibentuk dengan berbagai variasi.
Dicampur dengan gula yang dipanaskan atau pun dimaksukkan langsung ke dalam manisan yang sudah dibentuk, dan diendapkan beberapa hari lamanya, katanya.
Setelah itu siap untuk disajikan atau pun dihidangkan kepada para tamu yang datang ke rumah ketika berlebaran, rasanya sangat enak dan manis.
Ani Syafii juga menjelaskan bahwa setiap tahunnya, manisan halua yang dibuatnya diminati para pembeli.
Untuk tahun ini, manisan halua yang telah dipersiapkan mencapai 200 kilogram.
Tentang harganya tentu bervariasi tergantung bentuk halua tersebut, kalau harga biasa mencapai Rp70.000-Rp 75.000 per kilogram, katanya.
Ada juga harganya yang mahal seperti manisan cabai bisa Rp80.000 - Rp 100.000 per kilogram.
Diantara manisan halua yang dibuatnya, yang sangat diminati para pembeli ataupun pengunjung yang datang ke tempat usahanya di Jalan Kiyai Haji Zainal Arifin Stabat, adalah manisan dari buah cabai.
Satu hari menjelang lebaran biasanya manisan halua dari cabai tersebut sudah habis, padahal dibuat lebih dari 20 kilogram.
Sementara itu salah seorang pembeli ibu Nasbah Lubis menjelaskan, setiap tahunnya, dia memesan manisan halua mencapai 10 kilogram, untuk dibawa dan dibagi-bagikan kepada sanak keluarganya yang berada di Medan.
"Kita harus bawa manisan halua setiap lebaran, karena para saudaranya akan bertanya bawa halua apa tidak?" katanya.
Manisan halua ini, lalu dihidangkan, dan akan dinikmati oleh keluarga yang datang berlebaran, dan bisanya dalam tempo singkat manisan halua yang dihidangkan dipastikan akan habis.
Demikian juga dengan ibu Bariah, yang ditemui secara terpisah menjelaskan, kalau hidangan halua belum disajikan, akan terasa kurang sajian makanan yang disajikan, bagi masyarakat di Kabupaten Langkat.
"Harus ada manisan halua yang disajikan di setiap lebaran," katanya.
Karena halua merupakan ciri khas makanan di hari lebaran, dipastikan harus ada di setiap rumah masyarakat Melayu maupun warga lainnya yang sudah bermukim lama di bumi Langkat, katanya.***2***
(T.KR-IFZ/B/E.S. Syafei/E.S. Syafei)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014