Langkat, 9/1 (Antara) - Puluhan nelayan meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat agar membuka kembali paluh Pulau Sembilan di Kecamatan Pangkalan Susu, yang ditutup karena dibenteng oleh perusahaan perkebunan.
"Kami meminta agar pemerintah Langkat segera membuka paluh yang ditutup perusahaan perkebunan," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang Lembaga Penyelamat Hutan Mangrove Jalur Hijau Indonesia Irwansyah di Stabat, Kamis.
Kedatangan puluhan nelayan Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu itu ke kantor Bupati Langkat karena PT Makmur Abadi Raya (MAR) telah "mengangkangi" surat Bupati bernomor 593.44-834/Pem/2013, dan surat nomor 522-284/Pem/2011, agar perusahaan tersebut menghentikan aktifitasnya di lapangan.
"Sampai warga nelayan datang ke kantor bupati ini, mereka masih terus melakukan aktifitasnya berambah hutan mangrove Pulau Sembilan," katanya.
Untuk itu warga masyarakat berharap agar Pemkab Langkat tegas menjalankan surat yang sudah dikeluarkannya karena perusahaan tersebut jelas-jelas menutup paluh tempat para nelayan berlalu lalang untuk mencari ikan ke laut.
"Kami minta agar Pemkab Langkat membuka dan mengembalikan fungsi paluh seperti semula yang ditutup PT MAR, karena sangat merugikan mata pencaharian nelayan desa Pulau Sembilan," ujar Irwansyah.
Secara terpisah salah seorang warga nelayan lainnya Azriadi menjelaskan, paluh yang ditutup perusahaan alih fungsi hutan mangrove ke perkebunan kelapa sawit PT MAR itu, yaitu Paluh Cincang dan Paluh Karet.
"Akibat penutupan paluh itu, pulau semakin mengecil, nelayan tidak bisa melaut, sehingga pencarian mereka terus semakin berkurang," katanya.
Karena nelayan ingin kembali memfungsikan hutan mangrove untuk tempat berkembang biaknya biota laut seperti ikan, udang, kepiting, kerang, agar pendapatan nelayan semakin meningkat, kalau tidak maka nelayan akan terus semakin menderita.
"Jangan biarkan nelayan tradiisional terus semakin menderita, sementara pemilik perusahaan walaupun sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Langkat Bustami alias Acin, sekarang ini bebas berkeliaran tanpa tersentuh oleh hukum," katanya.
Sementara itu Sekretaris Daerah Kabupaten Langkat Indra Salahuddin dihadapan perwakilan nelayan mengatakan sangat mendukung langkah yang dilakukan para nelayan ini.
Untuk itu pihaknya akan segera membuat surat teguran keras, agar perusahaan segera membuka sendiri paluh-paluh yang ditutup oleh perusahaan tersebut, untuk kepentingan para nelayan agar menjadi perhatian.
Indra Salahuddin menegaskan, tidak ada sepotong izinpun yang dikeluarkan pemerintah Langkat, terhadap perusahaan PT MAR, yang mengalih fungsikan hutan mangrove Pulau Sembilan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.(KR-IFZ)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014
"Kami meminta agar pemerintah Langkat segera membuka paluh yang ditutup perusahaan perkebunan," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang Lembaga Penyelamat Hutan Mangrove Jalur Hijau Indonesia Irwansyah di Stabat, Kamis.
Kedatangan puluhan nelayan Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu itu ke kantor Bupati Langkat karena PT Makmur Abadi Raya (MAR) telah "mengangkangi" surat Bupati bernomor 593.44-834/Pem/2013, dan surat nomor 522-284/Pem/2011, agar perusahaan tersebut menghentikan aktifitasnya di lapangan.
"Sampai warga nelayan datang ke kantor bupati ini, mereka masih terus melakukan aktifitasnya berambah hutan mangrove Pulau Sembilan," katanya.
Untuk itu warga masyarakat berharap agar Pemkab Langkat tegas menjalankan surat yang sudah dikeluarkannya karena perusahaan tersebut jelas-jelas menutup paluh tempat para nelayan berlalu lalang untuk mencari ikan ke laut.
"Kami minta agar Pemkab Langkat membuka dan mengembalikan fungsi paluh seperti semula yang ditutup PT MAR, karena sangat merugikan mata pencaharian nelayan desa Pulau Sembilan," ujar Irwansyah.
Secara terpisah salah seorang warga nelayan lainnya Azriadi menjelaskan, paluh yang ditutup perusahaan alih fungsi hutan mangrove ke perkebunan kelapa sawit PT MAR itu, yaitu Paluh Cincang dan Paluh Karet.
"Akibat penutupan paluh itu, pulau semakin mengecil, nelayan tidak bisa melaut, sehingga pencarian mereka terus semakin berkurang," katanya.
Karena nelayan ingin kembali memfungsikan hutan mangrove untuk tempat berkembang biaknya biota laut seperti ikan, udang, kepiting, kerang, agar pendapatan nelayan semakin meningkat, kalau tidak maka nelayan akan terus semakin menderita.
"Jangan biarkan nelayan tradiisional terus semakin menderita, sementara pemilik perusahaan walaupun sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Langkat Bustami alias Acin, sekarang ini bebas berkeliaran tanpa tersentuh oleh hukum," katanya.
Sementara itu Sekretaris Daerah Kabupaten Langkat Indra Salahuddin dihadapan perwakilan nelayan mengatakan sangat mendukung langkah yang dilakukan para nelayan ini.
Untuk itu pihaknya akan segera membuat surat teguran keras, agar perusahaan segera membuka sendiri paluh-paluh yang ditutup oleh perusahaan tersebut, untuk kepentingan para nelayan agar menjadi perhatian.
Indra Salahuddin menegaskan, tidak ada sepotong izinpun yang dikeluarkan pemerintah Langkat, terhadap perusahaan PT MAR, yang mengalih fungsikan hutan mangrove Pulau Sembilan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.(KR-IFZ)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014