Langkat, 5/11 (Antara) - Anggota DPRD Kabupaten Langkat, Effendi Lubis berharap Polda Sumatera Utara (Sumut) segera mengusut tuntas kasus perambahan hutan mangrove atau bakau yang telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit di Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu.
"Kita Polda Sumut agar mengambil alih penyelidikan dan penyidikan kerusakan hutan mangrove di Pulau Sembilan," katanya di Stabat, Selasa.
Kasus alih fungsi hutan mangrove menjadi perkebunan sawit di Pulau Sembilan tersebut diduga kuat dilakukan PT MAR.
Dari pengembangan penyelidikan itu, ia berharap Polda Sumut dapat mengungkap latar belakang kenapa direktur PT.MAR akhirnya melarikan diri dan hingga kini belum diketahui dimana keberadaannya.
Effendi mengaku heran kenapa aparat kepolisian belum berhasil menyidik dan memanggil oknum direktur PT-MAR.
"Padahal Direktur PT MAR telah ditetapkan sebagai tersangka," katanya.
Mencermati kasus tersebut, ia menilai ada sesuatu yang janggal dengan penerapan hukum yang dilakukan oleh penyidik di jajaran Kepolisian Resor Langkat, sehingga tersangka bisa berkali-kali dipanggil tidak datang.
"Harus ada penuntasan dari kasus ini agar penyelidikan kasus perambahan kawasan hutan mangrove di Pulau Sembilan Pangkalan Susu menjadi terang benderang," ujarnya.
Sebab, kawasan hutan mangrove Pulau Sembilan, sudah ditetapkan menjadi kawasan wisata bahari oleh Pemerintah Kabupaten Langkat.
Namun, menurut diaa, sekarang ini kawasan tersebut telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit oleh salah satu pengusaha yang bermukim di Stabat.
"Agar tidak menjadi preseden buruk, diharapkan penyidikan diambil alih oleh kepolisian Sumatera Utara," kata Effendi.
Disebutkannya, luas hutan mangrove di kawasan bahari Pulau Sembilan yang dirambah dan beralih fungsi menjadi lahan kebun sawit saat ini diperkirakan mencapai 370 hektare.
"Kerusakan hutan mangrove dan alih fungsi lahannya harus secepatnya diungkap, termasuk mengenai status direktur PT-MAR yang sudah ditetapkan jadi tersangka tetaapi hingga kini belum berhasil ditahan," ujarnya.
Sebelumnya, Kapolres Langkat AKBP Yulmar Tri Himawan dalam keterangannya kepada Antara, menyatakan akan segera kembali menggelar perkara kasus perambahan dan alih fungsi hutan mangrove yang diduga melibatkan PT-MAR.
"Kita akan gelar perkara menyangkut dengan perambahan hutan mangrove yang dilakukan PT MAR," katanya di Stabat, baru-baru ini.
Bahkan ia menyatakan akan minta agar penyelidikan kasus itu ini sebelumnya untuk kembali digelar," katanya.
Ia membenarkan, tersangka Acin dari PT MAR sudah beberapa kali dipanggil, namun tidak juga memenuhi panggilan aparat penyidik Polres Langkat.
"Tersangka terus menghilang nampaknya," ucap dia.
Gelar perkara tersebut berkaitan erat dengan adanya pengembalian berkas yang dilakukan oleh pihak penyidik Kejaksaan Negeri Stabat.
Yulmar menambahkan, jika pada saat gelar perkara itu ternyata masih ada hal-hal yang dianggap kurang, maka pihaknya akan meminta bantuan kepada Polda Sumut. (KR-IFZ)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013
"Kita Polda Sumut agar mengambil alih penyelidikan dan penyidikan kerusakan hutan mangrove di Pulau Sembilan," katanya di Stabat, Selasa.
Kasus alih fungsi hutan mangrove menjadi perkebunan sawit di Pulau Sembilan tersebut diduga kuat dilakukan PT MAR.
Dari pengembangan penyelidikan itu, ia berharap Polda Sumut dapat mengungkap latar belakang kenapa direktur PT.MAR akhirnya melarikan diri dan hingga kini belum diketahui dimana keberadaannya.
Effendi mengaku heran kenapa aparat kepolisian belum berhasil menyidik dan memanggil oknum direktur PT-MAR.
"Padahal Direktur PT MAR telah ditetapkan sebagai tersangka," katanya.
Mencermati kasus tersebut, ia menilai ada sesuatu yang janggal dengan penerapan hukum yang dilakukan oleh penyidik di jajaran Kepolisian Resor Langkat, sehingga tersangka bisa berkali-kali dipanggil tidak datang.
"Harus ada penuntasan dari kasus ini agar penyelidikan kasus perambahan kawasan hutan mangrove di Pulau Sembilan Pangkalan Susu menjadi terang benderang," ujarnya.
Sebab, kawasan hutan mangrove Pulau Sembilan, sudah ditetapkan menjadi kawasan wisata bahari oleh Pemerintah Kabupaten Langkat.
Namun, menurut diaa, sekarang ini kawasan tersebut telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit oleh salah satu pengusaha yang bermukim di Stabat.
"Agar tidak menjadi preseden buruk, diharapkan penyidikan diambil alih oleh kepolisian Sumatera Utara," kata Effendi.
Disebutkannya, luas hutan mangrove di kawasan bahari Pulau Sembilan yang dirambah dan beralih fungsi menjadi lahan kebun sawit saat ini diperkirakan mencapai 370 hektare.
"Kerusakan hutan mangrove dan alih fungsi lahannya harus secepatnya diungkap, termasuk mengenai status direktur PT-MAR yang sudah ditetapkan jadi tersangka tetaapi hingga kini belum berhasil ditahan," ujarnya.
Sebelumnya, Kapolres Langkat AKBP Yulmar Tri Himawan dalam keterangannya kepada Antara, menyatakan akan segera kembali menggelar perkara kasus perambahan dan alih fungsi hutan mangrove yang diduga melibatkan PT-MAR.
"Kita akan gelar perkara menyangkut dengan perambahan hutan mangrove yang dilakukan PT MAR," katanya di Stabat, baru-baru ini.
Bahkan ia menyatakan akan minta agar penyelidikan kasus itu ini sebelumnya untuk kembali digelar," katanya.
Ia membenarkan, tersangka Acin dari PT MAR sudah beberapa kali dipanggil, namun tidak juga memenuhi panggilan aparat penyidik Polres Langkat.
"Tersangka terus menghilang nampaknya," ucap dia.
Gelar perkara tersebut berkaitan erat dengan adanya pengembalian berkas yang dilakukan oleh pihak penyidik Kejaksaan Negeri Stabat.
Yulmar menambahkan, jika pada saat gelar perkara itu ternyata masih ada hal-hal yang dianggap kurang, maka pihaknya akan meminta bantuan kepada Polda Sumut. (KR-IFZ)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013