Medan, 27/5 (Antara) - Kebebasan pers di Indonesia dinilai mengalami perkembangan yang luar biasa dan memberikan pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat, termasuk di tingkat internasional.

Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Henry Subiakto di Medan, Senin, mengatakan, kebebasan yang didapatkan sejak bergulirnya era reformasi itu menyebabkan pers dapat menyoroti seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Kebebasan pers yang berkembang tersebut membawa pengaruh yang sangat beragam positif, termasuk membawa pengaruh besar dalam sikap pemerintah terhadap pers asing.

Dulu, ketika kebebasan pers belum diberlakukan, pemerintah Indonesia sempat takut dengan media asing seperti Voice of America, BBC, Sydney Morning Herald dan lainnya.

"Sampai-sampai, wartawan Sydney Morning Herald David Jenkins tidak boleh masuk Indonesia," katanya.

Sekarang, kata Henry, kondisinya sudah terbalik karena pemerintah Indonesia tidak takut lagi disebabkan media di Tanah Air lebih keras dalam memberikan kritikan.

"Apalagi sosial media, Trio Macan lebih nekad," kata Staf Ahli Menkominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa itu.

Malah, kata dia, dengan kebebasan pers yang diberlakukan belakangan ini, media massa di Tanah Air menjadi sangat kuat, bahkan ditakuti negara lain.

Ia mencontohkan pemerintah Malaysia yang sering merasa gerah dengan media massa di Indonesia karena selalu menampilkan pemberitaan yang buruk jika dikaitkan dengan kebijakan negara tetangga tersebut.

"Timor Leste dan Singapura juga begitu. Bahkan Philifina. Untungnya media kita berbahasa Indonesia. Kalau berbahasa Inggris, mungkin Australia juga akan merasa terganggu," katanya.

Namun, pihaknya juga mengakui jika kebebasan dan perkembangan pers nasional memiliki sejumlah dampak negatif, terutama dengan kecenderungan untuk terjebak pada kepentingan jangka pendek atau dijadikan sarana politik seperti memuluskan kepentingan politik pemiliknya.

Dalam tataran tertentu, kebebasan pers di Tanah Air dinilai justru lebih bebas dari negara yang selama ini "mendewakan" demokrasi seperti Inggris dan AS.

Di AS, media massa dan stasiun televisi memang sering digunakan untuk politik, tetapi pemilik atau pengusaha tidak terlibat dalam partai politik.

"Seperti stasiun televisi Fox yang dimiliki Rupert Murdock yang menjadi pendukung Partai Republik, tetapi ia tidak pernah ikut partai politik," ujar dia.

"Di Indonesia, pemilik stasiun televisi banyak yang menjadi pengikut dan pengurus partai politik," katanya menambahkan. ***1***
(T.I023/B/Z. Abdullah/Z. Abdullah)

Pewarta: Irwan Arfa

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013