Simalungun, 21/5 (Antarasumut) - Kotoran sapi melalui proses permentasi bisa menjadi energi alternatif bagi masyarakat pedesaan yang kesulitan memperoleh bahan bakar minyak atau gas elpiji.

"Tidak berbahaya meski kita sulut di ruang terbuka dan lebih murah dari minyak tanah dan gas," ujar Exaudi Gultom warga Dusun I Nagori Ambarisan Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun, Selasa.

Pernyataan Ketua Kelompok Tani Serasi ini dikuatkan Sahula Sipayung yang juga Ketua Kelompok Tani Maju di Nagori Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun, yang daerahnya berjarak kira-kira 60-an kilometer, dan 80 kilometer dari Kota Pematangsiantar.

Kedua ketua kelompok tani dan sejumlah anggota yang ditemui di daerah masing-masing mengakui kehematan dan kemudahan pemakaian bio gas dari kotoran sapi ini.

Jika biasanya memakai gas elpiji isi tiga kilogram dengan harga Rp18.000 selama sebulan contoh Sahula, dengan bio gas kotoran sapi cukup dengan mengolah kira-kira 100 kilogram kotoran sapi dicampur ilalang di tabung biodigester, bisa dipakai sepuasnya.

"Enam jam proses permentasi, kotoran sapi mengeluarkan gas metan yang bisa dimanfaatkan untuk penerangan rumah, memasak yang disalurkan melalui jalur pipa ke rumah warga," papar Sahula.

Hanya keterbatasan dana sehingga tidak semua anggota kelompok tani di kedua kecamatan ini bisa menikmati bio gas kotoran sapi karena jarak rumah dengan lokasi biodigester yang cukup jauh sehingga membutuhkan pipa yang panjang sesuai jarak rumah.

"Selain anggota kelompok tani, warga sekitar juga minta agar di rumahnya dipasang pipa bio gas, tetapi itu tadi, dana kurang, jadinya permintaan warga dan anggota belum bisa dipenuhi," ujar Sahula.

Meski belum bisa menikmati bio gas hasil permentasi kotoran sapi ini, tetapi anggota kelompok tani dan warga masih bisa memanfaatkan kegunaan lain proyek ini.

Kotoran sapi yang tidak memiliki gas metan lagi, diolah menjadi pupuk bagi tanaman dengan proses pencairan yang ditampung dalam kolam (seluri). Di dalam kolam ini bisa memelihara ikan lele.

Airnya disiram ke tanaman komoditi seperti cabai, kentang, tomat. "Memang hasilnya sama dengan memakai pupuk pestisida, hanya saja dengan seluri tanaman bebas dari bahan kimia, dan tidak perlu beli pupuk lagi," papar Sahula.

Sahula mengatakan untuk sekarang sebagai proses ujicoba, pihaknya tidak memungut biaya bagi anggota kelompok tani maupun masyarakat yang memanfaatkan hasil olah kotoran sapi ini.

"Nanti-nanti bila semua sudah lancar, kita akan minta biaya kepada warga, dan seluri kita jual kepada yang membutuhkan. uangnya kita masukkan ke kas untuk pengembangan usaha.

Sahula menambahkan dengan adanya proyek biodigester bantuan dari Bank Indonesia Perwakilan Pematangsiantar ini pada Februari 2012, kini anggota kelompok tani memiliki kegiatan rutin.

"Kalau dulu selesai ke ladang kami nongkrong di kedai, sekarang semuanya sibuk mengurusi pekerjaan masing-masing yang beragam, dari memberi makan sapi, mengolah kotoran, menanam sayur mayur. Pokoknya banyak kegiatan yang bisa dilakukan," tandas Sahula diiyakan puluhan anggota Kelompok Tani Maju.

Deputi Manager Bank Indonesia Perwakilan Pematangsiantar Agus Budiyono didampingi Humas Fransiska Oktavianti Haloho, Manager Tim Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM James Wilson Lumbantobing dan Konsultan UMKM Frans Gustav Sirait menyampaikan, pihaknya saat ini membina enam kelompok tani yang mengembangkan bio gas kotoran sapi.

"Ini sebagai salahsatu tanggungjawab BI pada penguatan lembaga pendampingan UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) berupa bantuan teknis melalui program sosial," sebut Agus Budiyono.

Pewarta: Waristo

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013