Semarang, 14/5 (Antara) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD memaklumi jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) "tebang pilih" dalam penyelesaian kasus korupsi, terutama dipilih kasus-kasus besar.

"Ya kita memang harus maklum. Begini, di KPK setidaknya ada sebanyak 160 ribu laporan kasus. Dari 160 ribu kasus itu sesudah diteliti kira-kira hanya 10 persennya yang memenuhi untuk ditangani," katanya di Semarang, Selasa.

Hal itu diungkapkannya usai menjadi pembicara pada Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Program Utama I/2013 yang diprakarsai Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Unesco, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Berarti, kata dia, hanya 10 persen dari 160 ribu kasus, yakni sekitar 16 ribu kasus korupsi yang dianggap masuk akal sebagai kasus korupsi untuk ditangani, khususnya korupsi besar yang berdampak besar pada masyarakat.

Dari 16 ribu kasus itu, ia menyebutkan setiap bulannya mampu terselesaikan dua sampai tiga kasus sehingga dalam satu tahun paling banyak hanya sekitar 40 kasus korupsi yang mampu diselesaikan oleh KPK.

"Bayangkan, dari 16 ribu kasus hanya mampu menyelesaikan 40 kasus. Jadi, memang lambat. Makanya harus tebang pilih, pilih kasus yang 'gede-gede' yang memberikan dampak besar bagi masyarakat," kata Mahfud.

Berkaitan dengan penegakan hukum, ia menjelaskan hukum sebenarnya terbagi atas tiga pilar yakni "legal substance" berupa isi aturan hukum, "legal structure" yakni aparat penegak hukum dan "legal culture" (budaya hukum).

Menurut mantan Menteri Pertahanan itu, sebenarnya dari sisi "legal substance" sudah selesai dan tidak perlu memperdebatkan isi hukum, sebab yang terpenting bagaimana aparat penegak hukumnya.

"Kalau bicara penegak hukum, semua aparat pemerintah itu penegak hukum. Bukan hanya polisi, jaksa, dan hakim. Penegakan hukum kan terbagi dua, penegakan hukum dalam kegiatan sehari-hari agar sesuai aturan," katanya.

Yang kedua, kata dia, penegakan hukum dalam arti jika ada pelanggaran dibawa ke pengadilan, tetapi selama ini hanya penegakan hukum dalam konteks kedua yang ramai. Padahal, penegakan hukum sehari-hari yang lebih penting.

"Sebab, kerusakan sebenarnya ada di birokrasi sehingga harus ada penegakan hukum dalam arti pelaksanaan sehari-hari agar semua berjalan sesuai aturan. Dibutuhkan 'strong leadership', pemimpin yang bersih," kata Mahfud. ***2***

(U.KR-ZLS/B/R. Malaha/R. Malaha)

Pewarta: Zuhdiar Laeis

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013