Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak lulusan Universitas Gajah Mada Prof. Dr. dr. Edi Hartoyo Sp.A(K) mengatakan orang tua perlu mewaspadai penyakit Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD) atau dikenal dengan Flu Singapura yang mudah menular pada anak usia di bawah lima tahun.
Edi, dalam diskusi daring yang diikuti, Selasa, mengatakan virus Flu Singapura yang disebabkan adanya Coxsackie Virus A16 (cox 16) dan enterovirus 71 (EV 71), termasuk dalam kelompok virus RNA yang menyebabkan lesi pada telapak tangan, telapak kaki dan mulut.
“Definisi Flu Singapura adalah kumpulan gejala adanya lesi kulit memerah terutama di telapak tangan, kaki dan mulut, yang disebabkan virus dan banyak menyerang bayi dan balita usia kurang dari lima tahun, dewasa bisa kena tapi sangat jarang, yang jadi faktor risiko anak kurang 5 tahun,” kata Edi.
Edi mengatakan penularan HFMD hampir sama dengan COVID-19 yakni adanya kontak dengan penderita atau droplet. Penularan bisa terjadi secara langsung misalnya karena batuk, bersin, terkena air liur secara oral dan dari kotoran atau feses.
Sementara penularan kontak tidak langsung juga bisa terjadi karena penggunaan handuk dari anak yang terkena Flu Singapura, menyentuh mainan atau peralatan dari anak yang terinfeksi. Sehingga bisa dikatakan HFMD sangat mudah menular baik secara kontak langsung maupun tidak langsung terutama pada anak.
Penularan terjadi saat virus masuk ke saluran pernapasan dan diteruskan ke faring atau tenggorokan, masuk ke usus dan memperbanyak diri, menyebar ke kelenjar limfe dalam waktu 24 jam, dan akhirnya muncul gejala lentingan pada kulit di sekitar mulut dan telapak tangan dan kaki.
“Gejalanya lesi di telapak tangan, kaki, mulut 100 persen, demam 72 persen, nyeri, sulit makan karena seperti sariawan, pilek, nyeri menelan, tapi tidak semua harus di kaki, tangan mulut, bisa seluruh badan 39 persen, dibuktikan dengan hasil PCR dari lokasi ditemukan lesi,” jelas Edi.
Untuk memastikan virus Flu Singapura bisa diperiksa dengan melihat sampel melalui laboratorium dengan menggunakan sampel tinja, usap rektal, atau usap ulkus di mulut atau tenggorokan dengan metode PCR.
Edi juga mengingatkan untuk memperhatikan gejala yang menunjukkan infeksi berat yang harus dilakukan perawatan di rumah sakit seperti demam lebih dari 39 derajat, nafas cepat seperti sesak, terjadi kejang terutama anak di bawah 6 tahun yang memiliki riwayat kejang keluarga.
Flu Singapura juga bisa menyebabkan komplikasi berat yang berbahaya seperti meningitis dan ensefalitis pada anak yang bisa menyebab nyeri, tidak sadar, kejang dan kelumpuhan, sehingga diperlukan pemeriksaan cairan di otak.
“Komplikasi yang diwaspadai yang bahaya kalau menyerang otak yang menyebabkan meningitis dan ensefalitis, walaupun kasusnya sangat jarang tapi beberapa jurnal dan negara tetangga ada kasusnya kesana,” jelasnya.
Untuk mencegah penularan yang cepat, Edi menyarankan untuk mengisolasi anak jika terdiagnosa Flu Singapura atau HFMD, izin dari sekolah selama kurang lebih 5-7 hari, dan penuhi asupan gizi serta cairan untuk menjaga daya tahan tubuh.
Berikan pengobatan simtomatik jika anak demam dan istirahat yang cukup, rata-rata Flu Singapura bisa sembuh dengan sendirinya pada 2-3 hari, dengan lesi yang akan hilang sekitar 7 hari.
Sampai saat ini, kata Edi, vaksinasi untuk HFMD belum ada di Indonesia, sehingga pencegahannya sama seperti saat pandemi yakni menjaga kebersihan, sering mencuci tangan terutama jika kontak dengan penderita, sanitasi peralatan makan atau mainan anak yang terkena Flu Singapura dan penuhi asupan gizi anak.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Waspadai gejala Flu Singapura menular pada anak