Tapanuli Utara (ANTARA) - "Polri itu harus bisa memberikan perilaku contoh dan teladan bagi masyarakat, baik dalam menjalankan tugas sehari-hari, maupun dalam fungsi-fungsi pelayanan," ujar Ajun Komisaris Besar Polisi Johanson Sianturi, Kapolres Tapanuli Utara saat ditemui di ruang kerjanya di Mapolres Taput, Senin (12/10).
"Pak Kapolri dan Pak Kapolda selalu menekankan untuk mengedepankan hati nurani dalam setiap melaksanakan tugas," imbuh perwira melati dua itu.
Berdasarkan catatan sejarah, meski Polri sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit sebagai satuan pengamanan yang dibentuk Patih Gajah Mada dengan sebutan Bhayangkara, namun Polri didirikan pada 1 Juli 1946 melalui Penetapan Pemerintah nomor 11 tahun 1946.
Undang-undang nomor 2 tahun 2002 menetapkan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang memiliki fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Seiring waktu, Polri tetap menjadi lembaga yang sangat strategis di era reformasi dan menjadi primadona bagi semua pihak dan kelompok untuk didekati mengingat kewenangan Polri yang setiap saat bersentuhan dengan beragam persoalan, dari urusan negara sampai dengan urusan rumah tangga.
Tugas dan kewenangan luas yang dimiliki Polri juga diimbuhi pelaksanaan tugas tambahan di luar penegakan hukum, dimana Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengimplementasikan program Presisi yang mengharuskan kepekaan, dan respon oleh setiap personil atas situasi yang terjadi di tengah masyarakat.
Program Polri yang Presisi diterapkan di seantero negeri, termasuk di wilayah hukum Polda Sumatera Utara di bawah kepemimpinan Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak.
Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak mengawal dan menerapkan program Presisi melalui lima langkah utama, yakni mendukung proyek nasional di Sumut diantaranya Destinasi Super Prioritas Danau Toba yang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus dengan tujuan untuk memakmurkan masyarakat.
Pandemi COVID-19 di Sumut mampu diatasi melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah dalam menyukseskan program vaksinasi, termasuk untuk penanggulangan bencana alam yang terjadi.
Menekan gangguan Kamtibmas, baik segala bentuk kejahatan umum, kejahatan jalanan, serta penyakit masyarakat.
Irjen Pol RZ Panca Putra juga menempatkan media sebagai mitra strategis yang berperan penting untuk menjaga Kamtibmas.
Serta, melanjutkan program mantan Kapolda Sumut, Irjen Pol Martuani Sormin dengan latar belakang tanah kelahiran yang sama di wilayah Sumatera Utara.
Program Polri yang Presisi merupakan akronim kata Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi berkeadilan.
Prediktif menjadi langkah dan upaya setiap personil dalam mengantisipasi adanya suatu masalah, suatu gejala di tengah masyarakat untuk segera dimitigasi, dikurangi resiko agar tidak menimbulkan kejadian atau kondisi yang tidak terkendali.
Responsibilitas dapat diartikan sebagai setiap tindakan anggota Polri yang harus mampu dipertanggung jawabkan sesuai aturan hukum, legalitas, serta legitimasi.
Tranparansi berkeadilan, salah satunya berkaitan dengan perkara yang dilaporkan masyarakat, dimana dinilai penting untuk memberikan keterbukaan kepada semua pihak, baik itu terkait perkembangan perkara yang dilaporkan, serta terkait hal lainnya.
"Sebagai contoh dan menjadi perhatian adalah berkaitan dengan kejahatan narkoba, dan kejahatan-kejahatan jalanan. Dan yang paling penting itu, bagaimana Polri memberikan perilaku yang menjadi contoh teladan kepada masyarakat," ujar AKBP Johanson.
Pelayanan yang paling dapat diamati adalah pelayanan saat masyarakat melapor, saat polisi hadir di tengah masyarakat dalam pengaturan kegiatan, pengaturan pos padat pagi, lalu lintas, juga pelayanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti pelayanan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), dan pelayanan Surat Ijin Mengemudi (SIM).
Menurutnya, perilaku selama ini yang mungkin dilihat dan dinilai masyarakat terhadap Polri seperti pungli, pemerasan, sikap arogan, otoriter, merupakan perilaku lama yang secara perlahan telah berubah.
Bahkan tidak dapat dipungkiri, masa lalu Polri yang penuh dinamika di antara konstelasi politik kepentingan ketika masih berada dalam ABRI yang berkarakter militeristis menjadi refleksi dan pelajaran sangat berharga untuk terus menjaga roh dan senyawa agar tidak kehilangan jati diri, untuk mengamalkan nilai-nilai tribrata dan catur prasetya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pada masa itu, Polri telah menjadi alat kekuatan politik tertentu yang mengkhianati hati nurani masyarakat dan cenderung berkultur arogan, antagonis, dan militeristis, yang pada akhirnya menimbulkan antipati di tengah masyarakat.
Namun kekinian, Polri terus melakukan perbaikan, pembenahan, dan reformasi internal ke arah yang lebih baik, khususnya mewujudkan cita-cita Polri di era reformasi yang berbasis pada paradigma baru polisi sipil dan "community policing".
Kata AKBP Johanson, sudah banyak kasus yang dilakukan dan melibatkan anggota kepolisian telah berakhir dengan menerima ganjaran tindakan tegas dan keras oleh pimpinan demi perbaikan, pembenahan, dan reformasi internal ke arah yang lebih baik.
"Seperti anggota yang terlibat peredaran narkoba, itu jelas tidak ada ampun (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat -PTDH), juga anggota yang terlibat dengan kejahatan seksual, pemerasan, dan lainnya, sudah mendapatkan sanksi tegas dari pimpinan. Dampak efek jeranya, anggota Polri sudah tidak berani berbuat hal-hal tersebut dan selalu ditekankan untuk menghindari perbuatan yang menyakiti hati masyarakat, tidak tulus dalam pelayanan, tidak sungguh-sungguh melaksanakan tugas," terangnya.
Demikian halnya, penerapan kegiatan reformasi struktural, dimana di setiap kecamatan telah berdiri Polsek, atau Pospol, pun telah dilaksanakan sesuai target Kapolri demi menekankan kehadiran polisi di tengah masyarakat.
Moto Polri, Rastra Sewakotama yang berarti abdi utama bagi nusa bangsa, menurut AKBP Johanson, tetap dipegang teguh setiap anggota.
"Kita dengan semangat, dan penuh dedikasi membantu pemerintah dalam melakukan penanganan COVID-19, vaksinasi massal, bakti sosial, membantu pemerintah dalam menyalurkan bantuan sosial, membantu situasi kondisi yang harus ditangani saat bencana alam, longsor, kebakaran. Ini merupakan bagian implementasi dari Polri yang presisi, tidak hanya fokus pada tugas pokok penegakan hukum, tetapi tugas di luar itu, kita juga hadir di tengah masyarakat," jelasnya.
Lanjutnya, satu hal yang harus disyukuri, negeri ini penuh dengan kearifan lokal, salah satunya di wilayah Tapanuli, khususnya di Kabupaten Tapanuli Utara.
Dimana, prinsip adat batak "Dalihan Natolu", serta banyaknya putra daerah yang bertugas di institusi Polri cukup memberikan sumbangsih positif dalam mewujudkan seorang pribadi polisi abdi yang mampu menghempas badai dan ego sentris, ego profesi, serta bentuk nilai keegoan lainnya dengan mengedepankan hati nurani tanpa menciderai nilai keadilan dan penegakan hukum.
"Kita berpikir bagaimana mengedepankan 'Dalihan Natolu' sebagai modal, bagaimana Polri itu bisa lebih dekat, lebih memahami tugasnya, bisa lebih menghilangkan sikap kepolisiannya yang cenderung merasa bahwa seorang polisi, punya kewenangan, punya legalitas untuk berbuat ini dan itu. Tetapi dengan kondisi kearifan lokal yang ada, meskipun dia polisi, namun tetap merupakan bagian dari lingkungan masyarakat batak, yang pasti saling memiliki hubungan kekerabatan," sebutnya.
Hal ini, menurut AKBP Johanson, menjadi salah satu dasar dan pondasi kokoh yang mengedepankan sisi humanis dan hati nurani untuk terus melakukan kebaikan menuju Polri yang Presisi.
"Kita harus paham kedudukan sebagai anggota Polri dari sisi kewenangan hukum, namun harus tetap mengedepankan hati nurani. Apa yang dirasakan masyarakat itu tentu berempati bagaimana cara kita memahami mereka dalam situasi kondisi ini. Sebagai anggota Polri, kita harus bersyukur, setiap bulan dapat gaji, dapat remunerasi. Tapi masyarakat yang di lapangan itu juga adalah masyarakat yang bekerja untuk mencari nafkah untuk membutuhi anaknya sekolah, mencari makan dan sebagainya," urainya.
Pun terkait penanggulangan bencana, dimana saat gempa bumi mengguncang wilayah Tapanuli Utara dengan magnitudo 5,8 yang menimbulkan kepanikan hingga menimbulkan korban luka-luka, korban jiwa, dan kerusakan rumah warga, fasilitas sosial, serta kerusakan fasilitas umum, Polri tetap hadir di tengah masyarakat dengan kesigapan dan rasa sosial yang tinggi.
Gempa yang mengguncang sekira pukul 02.28 WIB, dini hari, Sabtu, 1 Oktober 2020, segera disikapi dengan respon cepat dari kepolisian.
Mobil taktis "raisa" atau pengurai massa yang dilengkapi dengan sistem pengeras suara dan lazim digunakan untuk penyampaian imbauan pembubaran massa saat gelar unjuk rasa berakhir ricuh, segera dimanfaatkan dalam menyampaikan uar-uar untuk mengikuti langkah mitigasi bencana di tengah masyarakat.
"Jika tidak karena mendengar imbauan yang disampaikan petugas kepolisian melalui mobil pengeras suara mungkin kami sekeluarga akan panik berlebihan mengingat kondisi gelap gulita yang seketika terjadi pasca guncangan gempa bumi," ungkap M Nainggolan, warga Tarutung.
Bahkan, manfaat imbauan yang disuarakan petugas dari mobil raisa juga diyakini Patar, warga Tarutung, menjadi penuntun dan pemulih kesadaran sikap untuk bergegas meninggalkan rumah betonnya menuju halaman rumah bersama seluruh keluarganya.
"Jangan panik, segera keluar dari dalam rumah, hindari lokasi yang kemungkinan runtuh, berusahalah untuk tetap tenang sembari menuju halaman rumah yang lapang," sebut Patar menirukan sebagian kalimat imbauan yang dilontarkan petugas dari dalam mobil raisa.
Tak berselang lama, usai guncangan demi guncangan gempa melanda, institusi tri brata juga secara langsung bahu membahu dan gotong royong untuk menyampaikan rasa keprihatinan melalui bantuan donasi hingga material demi meringankan kondisi kesulitan yang dialami warga.
Tak hanya itu, Polres Taput melalui Siedokkes bersama Bag Psikologi Ro SDM Polda Sumut, menggelar kegiatan trauma healing bagi warga terdampak gempa.
Petugas memberikan pertolongan pertama kepada warga yang mengalami trauma, menguatkan kondisi psikologis warga yang terdampak bencana gempa agar kuat menghadapi musibah serta mengajak anak-anak bermain sekaligus melaksanakan trauma healing agar anak-anak dapat kembali ceria.
Selain melaksanakan trauma healing, sosialisasi tentang waspada dan tanggap bencana apabila gempa susulan datang, juga disampaikan, dimana harus segera menuju keluar rumah, dan tetap mengawasi anak-anak agar selalu dalam pantauan orang tua.
Tim kesehatan juga memberikan pemeriksaan kesehatan terhadap masyarakat yang mempunyai keluhan kesehatan akibat gempa bumi.
Bahkan, Polri menyiagakan personilnya untuk mengelola dapur umum hingga upaya pembersihan puing reruntuhan akibat dampak gempa bumi.
Dimana, tim pengelola dapur umum menangani komsumsi tiga kali makan untuk sekitar 300 personil yang diterjunkan dalam pembersihan puing reruntuhan.
Ini merupakan bukti nyata Polri hadir untuk rakyat yang tidak hanya presisi dalam persoalan Kamtibmas, namun Polri juga terdepan dalam menangani persoalan sosial dan bencana alam yang terjadi dalam upaya percepatan pemulihan pasca bencana alam.
Terpisah, Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan juga berharap agar setiap pribadi Polri tetap melakukan yang terbaik demi nusa bangsa.
"Tuntutan sekarang, Polri itu harus humanis dan presisi. Ini yang kita kemudian apresiasi bahwa Polri secara pelan tapi pasti sudah menjalankan peran tersebut. Sudah kita lihat dengan kinerja Pak Kapolri, Kapolda, serta Kapolres Taput dan jajarannya," ucapnya.
Harapnya, kinerja humanis dan presisi tetap dirawat, dijaga dan di kedepankan dalam pelaksanaan tugas bagi nusa dan bangsa, khususnya di Kabupaten Tapanuli Utara.
Saat hati nurani dan sisi humanis bergerak dan di kedepankan dalam menjalankan tugas, harapannya tidak akan ada lagi penyimpangan ke depan.
Memang, tantangan ke depan yang dihadapi Polri sangat kompleks, beragam, dan majemuk.
Dan tentunya, Polisi yang berdedikasi, humanis, berbuat baik, tulus, melayani dengan cinta, dan mampu menerima kritikan diharapkan menjadi langkah andalan dalam menghadapi tantangan ke depan.
Berpadu hati dalam menghempas badai menjadi modal bagi setiap pribadi Polri dalam mewujudkan institusi yang berdedikasi dan dicintai segenap masyarakat Indonesia.
Berpadu Hati Menghempas Badai
Senin, 17 Oktober 2022 16:06 WIB 11644