Jakarta (ANTARA) - Juara dunia tinju kelas berat Anthony Joshua menyebut gerakan protes masyarakat di Amerika pada saat ini merupakan "vaksin" yang mujarab bagi "virus" rasisme.
"Virus yang saya maksudkan ini disebut dengan rasisme," katanya, Sabtu, membandingkan efek bahaya prilaku rasisme dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh COVID-19.
Petinju asal Inggris itu kemudian bertanya: "Berapa lama lagi kita akan membiarkan rasisme menyebar ke seluruh komunitas kita?"
Protes di seluruh dunia di bawah bendera "Black Lives Matter" terjadi pada Sabtu sebagai respon atas kematian George Floyd, seorang pria kulit hitam Amerika yang tewas di Minneapolis bulan lalu tatkala ditangkap petugas polisi setempat.
"Anda adalah vaksinnya, saya adalah vaksinnya," kata Joshua yang berusia 30 tahun itu dalam sebuah aksi massa di kota kelahirannya, Watford.
"Membunuh seseorang secara langsung tidak dapat dimaafkan. Tetapi menelanjangi dari hak asasi mereka, menindas mereka, mengejek mereka, menghina mereka, menempatkan langit-langit kaca di atas mereka ... hanyalah cara yang lebih lambat untuk membunuh mereka dan mengambil kehidupan atas jiwa-jiwa mereka."
Joshua mengenakan kruk pada kegiatan itu dan juga terlihat mengenakan penyangga lutut, tetapi seorang juru bicara bersikeras bahwa itu hanya sebagai "tindakan pencegahan".
Joshua, pemegang gelar juara WBA, IBF dan WBO, merasakan "sedikit nyeri" di lutut kirinya dalam sesi latihan awal pekan ini.
"Anthony merasakan sedikit nyeri pada lututnya saat berlatih," kata juru bicara itu.
"Ini hanya tindakan pencegahan atas saran dari fisioterapis dan akan diperiksa lebih lanjut oleh dokter. Tetapi tidak ada kekhawatiran."
Joshua akan mempertahankan gelar juaranya melawan Kubrat Pulev di Stadion Tottenham Hotspur pada 20 Juni, namun pertarungan itu harus ditunda karena pandemi virus corona, demikian AFP.