Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut pemerintah memperluas pemberian insentif pajak kepada dunia usaha dengan total mencapai Rp123,01 triliun karena pelemahan perekonomian sebagai imbas COVID-19.
“Ini adalah upaya insentif perpajakan yang diperluas, mencakup hampir kepada seluruh perekonomian yang terdampak negatif akibat COVID-19,” kata Sri Mulyani dalam jumpa pers daring terkait program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Jakarta, Senin.
Menkeu Sri Mulyani merinci untuk pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang ditanggung pemerintah dari sebelumnya Rp8,6 triliun meningkat menjadi Rp25,66 triliun kepada 1.062 Kelompok Usaha (KLU).
Baca juga: Penanganan COVID-19, Pemerintah sudah salurkan Rp2,06 triliun ke Gugus Tugas
Baca juga: Dampak corona, Pemerintah akan kaji ulang pemberian THR dan gaji ke-13 PNS
Kemudian untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk PPh final yang ditanggung pemerintah selama enam bulan mencapai total Rp2,4 triliun.
Untuk pembebasan PPh pasal 22 impor naik dari total Rp8,15 triliun menjadi Rp14,75 triliun kepada 431 KLU atau wajib pajak di Kawasan Industri Tujuan Ekspor (KITE) dan kawasan berikat.
Selanjutnya insentif pajak dalam bentuk pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 30 persen diberikan meluas dari sebelumnya 102 KLU menjadi 846 KLU dan wajib pajak di KITE dan kawasan berikat dari Rp4,2 triliun menjadi Rp14,4 triliun.
Sri Mulyani menambahkan untuk pengembalian pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari semula 102 KLU menjadi 431 KLU untuk KITE dan kawasan berikat insentif pajak yang diberikan naik dari Rp1,5 triliun menjadi Rp5,8 triliun.
Selain insentif pajak tersebut, lanjut dia, di dalam Perppu Nomor 1 tahun 2020 sudah ada penurunan tarif PPh badan dari 25 persen menjadi 22 persen.
“Ini berarti korporasi mendapat keringanan Rp20 triliun sendiri,” kata Sri Mulyani.
Pemerintah, kata dia, akan menambahkan cadangan PPh pasal 21 yang ditanggung pemerintah dan stimulus lain sebesar Rp14 triliun dan Rp26 triliun.