Jakarta, 3/3 (Antara) - Tokoh adat Papua dari Lembaga Adat Suku Amungme (Lemasa) meminta PT Freeport Indonesia tidak merusak tanah adat Papua dan berupaya menukarnya dengan iming-iming kepemilikan saham.
"Jangan lubangi mama kami'. Kami tidak ribut soal siapa pemilik saham. Tapi kehancuran lingkungan dan tatanan simbol budaya yang rusak harus dipulihkan demi sebuah martabat yang adil," kata Ketua Lembaga Adat Suku Amungme (Lemasa) Odizeus Beanal melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Odizeus menekankan keberadaan PT Freeport Indonesia selama 50 tahun di tanah Papua telah merusak aset leluhur. Kerusakan alam itu, kata dia, tidak bisa dijawab dengan dana berapa pun.
"Ini soal harga diri kami, perasaan sosial akan filosofi adat budaya leluhur Amungme harus dikembalikan. Sekali lagi 'jangan lubangi mama kami'," tegas Odizeus.
Sementara itu aktivis pertambangan rakyat di Papua, Jhon Gobai yang juga Sekretaris II Dewan Adat Papua, mengingatkan negara dan para pemangku kepentingan bisnis agar melibatkan hak masyarakat adat dalam setiap pengambilan kebijakan.
Gobai juga sependapat dengan Odizeus soal saham. Menurut dia, martabat adat masyarakat Papua tidak bisa diukur melalui saham.
"Kami ingin langkah pemerintah dalam menyelesaikan masalah Freeport ke depan harus benar-benar melibatkan masyarakat," ujar Gobai.
Dalam keterangan tertulisnya Lemasa sebagai lembaga representatif suku Amungme, mendesak dilakukan perundingan yang melibatkan masyarakat adat setempat.
Aktivis Papua Arkilaus Baho mengatakan Freeport harus mengalah sebagai bentuk dukungan terhadap UU Minerba dan PP Nomer 1/2017 yang sudah tercantum di dalamnya tinggal diimplementasikan.
"Supaya ruang berunding bebas dan tidak ada unsur paksaan, terutama soal implementasi regulasi IUPK yang dijalankan oleh pemerintah terkait freeport, maka segala upaya kekisruhan yang saat ini dilakukan oleh pihak tertentu yang masih menyuarakan kepentingan freeport, harus dihentikan agar ada suasana damai untuk duduk bicara," ujar Arki.
Sebelumnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah melakukan penyelidikan atas hal ini. Menurut Komnas HAM terdapat pelanggaran atas tanah adat Suku Amungme oleh PT Freeport Indonesia.