Oleh Evalisa Siregar
Medan, 28/4 (Antara)- Internasional Labour Organization di Indonesia mendesak Pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO Nomor 177 Tahun 2000 tentang Kerja Rumahan atau tahap awal membuat peraturan untuk melindungi pekerja rumahan di Indonesia yang cukup besar.
"Jumlah pekerja rumahan di Indonesia kesejahteraannya masih jauh dari semestinya. Sebenarnya ILO menilai, ratifikasi Konvensi ILO Nomor 177 itu mendesak dilakukan Pemerintah, tetapi mengingat prosesnya lama, maka diharapkan yang penting ada payung hukum atau aturan saja dulu," kata Spesialin Gender Perorganisasian dan Advokasi ILO Jakarta, Agnes Gurning di Medan, Senin.
Dia mengatakan itu pada kegiatan diskusi soal Pekerja Rumahan bersama jajaran terkait di Sumut mulai pemerintah, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat dan serikat pekerja.
Pekerja rumahan adalah pekerja yang bekerja dari rumah atau tempat kerja lain yang bukan tempat kerja dari majikan dan itu membuat para pekerja tersebut tidak terpantau, sehingga tetap di luar sistem atau peraturan tentang ketenagakerjaan.
"ILO berharap, Pemerintah Provinsi Sumut peka dengan masalah pekerja rumahan itu dan membuat aturan agar pekerja semakin sejahtera. Adapun Asosasi Pengusaha indonesia (Apindo) diminta mendukung penuh dengan mensosialisasikan dan mendorong pengusaha untuk memperhatikan kesejahteraan pekerja rumahan itu," katanya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumut, Bukit Tambunan mengakui, meski Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO, tetapi diakui pekerja rumahan tidak asing lagi.
Data misalnya menunjukkan hingga Agustus 2013, dari 110.804.041 orang total penduduk yang bekerja, hanya 41.034 050 orang yang berstatus bekerja langsung di tempat pemberi kerja, sementara sisanya sebanyak 60.769.991 orang atau 62,97 persen tidak bekerja di tempat pemberi kerja.
Di Sumatera Utara sendiri hanya 7,68 persen yang bekerja langsung di industri, sementara 48,92 persen di bidang jasa.
"Jadi memang perlu segera ada kesepakatan untuk kebijakan perlindungan pekerja rumahan," katanya melalui Kepala Seksi Tenaga Kerja Khusus Disnakertrans Sumut, Mangatur Sihaloho.
Untuk ada kesepakatan itu, Disnakertrans berharap, pekerja dengan kesadarannya melapor ke Disnakertrans soal pekerjaan dan termasuk gaji yang diberikan dan lembaga swadaya masyarakat juga bisa melaporkan hasil temuannya.
"Sepanjang tidak ada aturan, bagaimana Disnakertrans melakukan tindakan," katanya.
Disnakertrans Sumut juga berharap Apindo ikut mendorong percepatan terbentuknya aturan tersebut dengan kesiapan pengusahanya untuk memperhatikan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja rumahan, katanya.
Wakil Ketua Apindo Sumut, Johan Brien, mengatakan pekerja rumahan terus bertambah banyak seperti di Jawa Timur bahkan Sumut, dimana pekerjanya 80 persen merupakan tenaga kerja wanita.
"Harus diakui, kelemahan perkerja rumahan adalah tidak ada peraturan yang mengatur. Apindo mendukung ada aturan soal pekerja rumahan itu karena itu juga diyakini meningkatkan etos kerja ,"katanya.
Namun dia, mengingatkan, agar aturannya jangan sampai membuat pengusaha kesulitan lalu tidak mampu memberikan lowongan pekerjaan itu kepada pekerja rumahan yang tentunya berdampak negatif bagi masyaraat dan Pemerintah sendiri.
Dia memberi contoh, dalam penetapan upah misalnya, harusnya penetapannya dilakukan dalam sistem sektoral mengingat masing-masing sektor berbeda harga jual dan penjualannya yang menjadi penentu biaya produksi atau keuntungannya.***2***
(T.E016/B/Suparmono/Suparmono)
ILO: Pemerintah Perlu Buat Aturan Pekerja Rumahan
Senin, 28 April 2014 16:30 WIB 1333