Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin. 

"Menyatakan eksepsi terdakwa yang diajukan melalui penasihat hukumnya tidak dapat diterima,” tegas Hakim Ketua As’ad Rahim Lubis ketika membacakan putusan sela di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Senin (24/2).

Selain itu, majelis hakim juga menolak eksepsi yang diajukan abang kandung Terbit Rencana Perangin-angin, yakni Iskandar Perangin-angin selaku mantan Kepala Desa (Kades) Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumut. 

Sehingga, persidangan kasus dugaan suap pengamanan sejumlah proyek di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat sejak tahun anggaran 2020 sampai 2021 senilai Rp68,40 miliar berlanjut hingga putusan akhir

“Memerintahkan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan perkara kedua terdakwa. Menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir," jelas dia. 

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai eksepsi kedua terdakwa telah memasuki pokok perkara yang memerlukan pembuktian lebih lanjut. Sehingga keberatan kedua terdakwa dinyatakan tidak dapat diterima. 

Kemudian, menurut majelis hakim, surat dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memenuhi syarat formil. 

JPU KPK juga telah menguraikan tindak pidana yang didakwakan kepada para terdakwa secara lengkap, dan sudah cermat, jelas, serta lengkap.

Setelah membacakan putusan sela, Hakim Ketua As’ad Rahim Lubis menunda persidangan dan dilanjutkan pada Senin (10/3), dengan agenda pemeriksaan para saksi.

“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Senin (10/3), diminta agar penuntut umum dapat menghadirkan para saksi ke persidangan,” ujar As’ad Rahim Lubis.

JPU KPK dalam surat dakwaan sebelumnya menyebutkan Terbit Rencana Perangin-angin, bersama abang kandungnya Iskandar Perangin-angin menerima suap sebesar Rp68,40 miliar.

"Kedua terdakwa menerima uang suap sebesar Rp 68.402.393.455 untuk pengamanan sejumlah proyek di Pemkab Langkat sejak tahun anggaran 2020 hingga 2021,” kata JPU KPK Johan Dwi Junianto.

Dijelaskan Johan, bahwa kedua terdakwa melakukan pengaturan terhadap -proyek yang dikerjakan di sejumlah dinas di Pemkab Langkat di antaranya, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).

Kemudian, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Dinas Kelautan dan Perikanan.

Seharusnya, lanjut dia, terdakwa Terbit dan sejumlah Kepala Dinas (Kadis) wajib melakukan pengawasan melalui kegiatan audit review, pemantauan, evaluasi, dan/atau penyelenggaraan proyek infrastruktur maupun pengadaan barang/jasa.

“Namun, baik langsung maupun tidak langsung, malah terdakwa mengarahkan atau melakukan pengaturan dan menentukan pemenang pekerjaan atau proyek sebelum dilaksanakan proses pekerjaan pengadaan langsung, maupun pekerjaan yang terdapat di sejumlah dinas Pemkab Langkat,” jelasnya.

Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasanya, baik secara lelang atau tender maupun dengan penunjukan langsung pada tahun anggaran 2020–2021, terdakwa Terbit memberikan arahannya kepada masing-masing Kadis yang dilakukan di rumah atau warung di sekitar rumah terdakwa.

Lalu dalam prosesnya, terdakwa Iskandar Perangin-angin yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Desa (Kades) Raja Tengah pengatur segala paket pekerjaan atau proyek di sejumlah dinas di Pemkab Langkat.

Di samping itu, kata JPU, Kelompok Kerja (Pokja) juga akan mencari-cari kesalahan sekecil apa pun dari perusahaan lainnya yang ikut lelang.

Selanjutnya, apabila dalam tahap evaluasi administrasi, evaluasi teknis, dan evaluasi harga penawaran ada perusahaan lain mendapatkan poin tinggi dan penawaran terbaik.

Maka Marcos Surya Abdi merupakan orang kepercayaan kedua terdakwa berupaya agar perusahaan lain di luar dari daftar pengantin tersebut tidak datang pada saat proses verifikasi ulang.

“Sehingga hanya perusahaan yang tercantum daftar pengantin saja yang hadir, dan proses tender atau pengadaan barang/jasa tersebut dilakukan terhadap semua tender atau pengadaan paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Langkat,” ucapnya.

JPU KPK juga mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan yang telah dimenangkan untuk mengerjakan suatu proyek wajib menyerahkan fee atau uang sebesar 15,5 persen hingga 16,5 persen dari nilai kontrak kepada para terdakwa.

Atas perbuatannya, jelas JPU, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf i Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi, sebagaimana dakwaan pertama. 

“Kedua terdakwa juga didakwa melanggar Pasal 12 B Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” kata JPU Johan.

Pewarta: Aris Rinaldi Nasution

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2025