Selama sembilan hari, Konsorsium Medan menggelar Parade Teater Medan. Sejak 6 Desember 2024-15 Desember 2024, tampil 9 (sembilan) grup teater memeriahkan parade tersebut. 

Saya menyempatkan menonton dan memberikan amatan terhadap 4 pertunjukan pada gelar Parade Teater Medan. Empat pementasan tersebut yakni Rapel Pensiun (Teater Imago) 12 Desember 2024, Sedulur Tunggal Sekapal (Bandar Peran) 13 Desember 2024, Orang-orang Setia (Medan Teater) 14 Desember 2024 dan Delirium (Sasude) 15 Desember 2024.

Dalam konsep dramaturgi, penonton memiliki peran penting dalam membentuk interaksi sosial. Aktor menyesuaikan diri dengan apa yang diharapkan oleh penonton mereka.

 Penonton juga berfungsi untuk mengamati dan menilai penampilan individu, yang pada gilirannya akan mempengaruhi bagaimana aktor tersebut melanjutkan penampilannya di masa depan. Pada konsep inilah saya memberikan interaksi sosial atas 4 pementasan tersebut.

Dramaturgi adalah konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang sosiolog asal Jerman, Erving Goffman yang mengembangkan teori dramaturgi untuk menggambarkan bagaimana kehidupan sosial diorganisir seperti sebuah pertunjukan teater.

Goffman menyamakan interaksi sosial dengan sebuah drama, di mana individu bertindak sebagai "aktor" yang memainkan peran tertentu di berbagai "panggung" sosial. Seorang aktor teater harus memenuhi berbagai tuntutan teknis, emosional, dan fisik dalam proses pertunjukan.

Mereka tidak hanya sekadar memainkan peran, tetapi juga menghidupkan karakter, berkolaborasi dalam tim, dan berkomitmen untuk terus berkembang dalam seni peran. Keberhasilan seorang aktor teater bergantung pada keseimbangan antara keterampilan teknis, kreativitas, dan kemampuan untuk berkomunikasi secara emosional dengan penonton.

Komunikasi Emosional
Pada konteks inilah saya mencoba memberikan catatan kecil atas 4 pementasan tersebut. Dengan catatan kecil ini, setidaknya frase mempengaruhi kualitas aktor atau pentas teater secara keseluruhan di masa depan, bisa jadi perenungan kita semua.

Pementasan Rapel Pensiun Teater Imago
Naskah ini bercerita tentang ulang tahun perkawinan. ‘’Aku tahu kau tidak main-main pak, apalagi sampai satu ekor kambing bandot tumbang untuk perhelatan ulang tahun pesta perkawinan kita ini, memang bukan main-main lagi. Ini namanya ulang tahun perkawinan kelas satu, jarang ada duanya. Apalagi di kampung ini.’’

Seandainya kualitas vokal aktor dan pesan penting tersebut sampai ke telinga penonton dengan baik, maka persepsi penonton mungkin bisa saja benar : Rapel Pensiun bercerita tentang rencana ulang tahun perkawinan, bukan persiapan pernikahan! Patut dicatat, pementasan bersponsor ‘Pegadaian’ ini sejatinya bisa kaya dengan komedian, namun sayang, komitmen aktor menyesuaikan diri dengan apa yang diharapkan oleh penonton jadi sirna hanya karena problem esensial dramaturgi!

Oleh karenanya tidak ada istilah gagal dalam pementasan. Bagi saya pementasan teater hanya kurang baik dan belum memenuhi ekspetasi individu-individu tertentu. Kekurangbaikan Rapel Pensiun justru muncul pada Kinerja Aktor yang Kurang Memadai.

 Jika aktor tidak dapat menampilkan karakter dengan kuat, tidak meyakinkan dalam mengungkapkan emosi, atau tidak bisa bekerja sama dengan pemain lain di panggung, pertunjukan akan terasa kurang hidup. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya persiapan, ketidakmampuan untuk menghafal naskah, atau ketegangan dalam bekerja dengan sesama aktor.

Untuk hal teknis mendasar ini, Teater Imago penting memikirkan kualitas aktor atau pentas teater secara keseluruhan di masa depan. Problemnya, Rapel Pensiun tampil tanpa Sutradara. Mereka hanya punya pelatih. Mungkin saja perlu difikirkan ke depan untuk membuat Lisensi Pelatih Teater sama seperti dalam sepak bola.

Sedulur Tunggal Sekapal : Bandar Peran
Pementasan yang diklaim sebagai pertunjukan Ketoprak akan pas jika defenisi ketoprak terpenuhi. Ketoprak adalah seni pertunjukan teater tradisional yang khas dari Jawa, dengan elemen drama, musik, dan tari yang menyatu untuk menghibur sekaligus memberikan pesan sosial atau moral.

 Pertunjukan ini kaya akan budaya dan seni Jawa, mencerminkan kearifan lokal serta perkembangan estetika dalam masyarakat Jawa dari masa ke masa. Dengan demikian, pentas Sedulur Tunggal Sekapal, sejatinya bukan ketoprak yang dipahami banyak orang.

Patut dicatat, bahwa setiap pertunjukan selalu ada dramaturgi. Pada pertunjukan ketoprak, unsur dramaturgi yang dibangun merujuk pada cara naskah, struktur pertunjukan, dan elemen-elemen seni lainnya disusun untuk menyampaikan cerita kepada penonton.

Dalam konteks ketoprak, dramaturgi berperan penting dalam mengatur bagaimana cerita dituturkan, bagaimana karakter-karakter berinteraksi, dan bagaimana elemen-elemen seperti musik, tari, dan dialog bekerja bersama untuk menciptakan pengalaman teater yang menarik dan bermakna.

Pada bagian pendahuluan, bagian pertama pertunjukan akan memperkenalkan latar, tokoh utama, dan situasi yang berkembang. Dengan demikian, penonton mulai mengenal karakter dan alur cerita. Dalam ketoprak, pengenalan ini sering disertai dengan iringan musik gamelan dan dialog pembuka yang menggugah rasa penasaran penonton.

Saya mencoba mengambil konsep dalang. Pada ketoprak, dalang tidak hanya berfungsi sebagai narator, tetapi juga berperan sebagai sutradara, pengarah, dan pengendali jalannya pertunjukan. Secara keseluruhan, fungsi dalang dalam ketoprak adalah sebagai pusat kendali artistik yang mengarahkan seluruh elemen pertunjukan untuk bekerja sama dalam menciptakan pengalaman teater yang memadai.

Idealnya dalang adalah Russell bukan ‘tante-tante sosialita.’ Mari kita diskusikan kembali konsep Ketoprak sebenarnya. Apakah pentas Bandar Peran jenis ketoprak atau parade puisi protes sosial?

Delirium : Sasude
Adalah sah dalam pertunjukan panggung setiap orang menyuguhkan cara mereka tampil. Tetapi yang patut dicatat bahwa pagelaran kali ini bertajuk Parade Teater Medan. Oleh karena itu, mari kita luruskan konsep awal agar pembenaran atas sebuah suguhan tidak membuat bingung penonton.

Sebagai sebuah pertunjukan, saya menyebutnya lebih tepat visualisasi puisi, Sasude dapat jadi contoh menarik kemasan realitas sosial di atas panggung.

 Meski pada teks naskah Delirium dicantumkan tokoh-tokoh cerita, hal tersebut belum mencerminkan konsep ideal dramaturgi. Karena tetap harus ada tokoh utama yang menjadi pusat perhatian. Apakah aktor 4 yang mempunyai lebih banyak eksplorasi olah tubuh bisa dianggap sebagai tokoh utama?

Secara visual, konsep Delirium mampu menerjemahkan keresahan kondisi Sungai Deli Medan. Totalitas visual para pemain yang ‘bermandi lumpur’ menjadi kekuatan utama pentas Sasude. Sebagai sebuah pertunjukan, Sasude menurut hemat saya berhasil, tetapi tidak untuk Pertunjukan Teater !

Orang-orang Setia : Medan Teater
Untuk melihat karakter tokoh pada konsep dramaturgi, Orang-orang Setia yang di sutradari Ahmad Munawar Lubis memiliki 2 aktor yang mampu menyampaikan cerita, emosi, dan pesan kepada penonton.

Mungkin ada sebuah kekeliruan dalam berteater kita bahwa vocal pada aktor pada pementasan diukur dari kekuatan bukan berfokus pada bagaimana aktor menggunakan suara mereka untuk menyampaikan karakter, emosi, dan plot dalam pementasan teater.

 Ini meliputi pengaturan intonasi, volume, kecepatan, ritme, dan artikulasi untuk mendukung keseluruhan struktur cerita. Oleh karenanya, pilihan penggunaan alat clip on pada pertunjukan teater sama sekali tidak berhubungan dengan penyampaian karakter, emosi dan plot.

Akan tetapi, meski kekuatan tokoh jadi andalan Medan Teater, sebuah pementasan berbasis dramaturgi harus dilihat secara keseluruhan. Naskah berbentuk realis semestinya disuguhkan dengan properti yang lebih realis, musik yang lebih membangun cerita serta tata lampu yang lebih mendekatkan karakter tokoh ke penonton.

)***Penulis Dosen FKIP dan FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU)

Pewarta: Yulhasni S.S, M.SI )***

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024