Konsumsi suplemen yang memiliki klaim penguat sistem imun sebaiknya dihindari dalam pengobatan lupus atau pengobatan individu yang berisiko terserang lupus secara genetik.
"Konsumsi suplemen yang memiliki klaim meningkatkan kekebalan tubuh itu sebaiknya dihindari," kata dokter spesialis penyakit dalam-konsultan reumatologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr RM Suryo Anggoro KW, SpPD-KR dalam seminar RSCM terkait Lupus yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Suryo mengatakan dalam lupus terdapat sistem imun yang salah mengenali sesuatu sebagai penyakit, sehingga organ tubuh sendiri pun ikut diserangnya.
"Maka obat yang dianjurkan adalah obat-obatan yang menekan sistem imun supaya itu tidak menyerang tubuh sendiri," kata Suryo.
Lupus biasanya didiagnosis antara usia 15 hingga 44 tahun dan berlangsung seumur hidup.
Lupus lebih sering terjadi pada wanita di mana hampir 90 persen penderitanya adalah wanita, sementara hanya 10 persen pria yang terdiagnosis penyakit ini.
Suryo mengatakan terdapat satu titik di mana kondisi gejala penyakit lupus terlihat minimal, kondisi itu dinamakan remisi. Namun kondisi remisi pada lupus belum tentu sama dengan berhenti berobat.
"Ketika sudah remisi itu, bukan berarti obatnya stop. Akan perlu dipertahankan sampai jangka waktu tertentu yang remisinya terus-menerus, barulah dosisnya bisa kita turunkan atau mungkin suatu saat bisa dihentikan," kata Suryo.
Suryo berharap pasien penyintas lupus tetap menjaga kondisi tubuhnya agar gejala penyakitnya tidak muncul kembali, dan meneruskan masa pengobatan dengan berkonsultasi ke dokter.
"Tentu kalau ada keluhan, berobat ke dokter umum dulu begitu ya. Nanti mereka yang akan menentukan itu (pengobatannya) ke arah penyakit tertentu atau tidak, atau pasien dirujuk ke faskes berikutnya," kata Suryo.
Pengobatan lupus dilakukan untuk mengendalikan peradangan, meringankan gejala, dan mencegah kerusakan organ.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hindari konsumsi suplemen penguat imun dalam pengobatan lupus
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024
"Konsumsi suplemen yang memiliki klaim meningkatkan kekebalan tubuh itu sebaiknya dihindari," kata dokter spesialis penyakit dalam-konsultan reumatologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr RM Suryo Anggoro KW, SpPD-KR dalam seminar RSCM terkait Lupus yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Suryo mengatakan dalam lupus terdapat sistem imun yang salah mengenali sesuatu sebagai penyakit, sehingga organ tubuh sendiri pun ikut diserangnya.
"Maka obat yang dianjurkan adalah obat-obatan yang menekan sistem imun supaya itu tidak menyerang tubuh sendiri," kata Suryo.
Lupus biasanya didiagnosis antara usia 15 hingga 44 tahun dan berlangsung seumur hidup.
Lupus lebih sering terjadi pada wanita di mana hampir 90 persen penderitanya adalah wanita, sementara hanya 10 persen pria yang terdiagnosis penyakit ini.
Suryo mengatakan terdapat satu titik di mana kondisi gejala penyakit lupus terlihat minimal, kondisi itu dinamakan remisi. Namun kondisi remisi pada lupus belum tentu sama dengan berhenti berobat.
"Ketika sudah remisi itu, bukan berarti obatnya stop. Akan perlu dipertahankan sampai jangka waktu tertentu yang remisinya terus-menerus, barulah dosisnya bisa kita turunkan atau mungkin suatu saat bisa dihentikan," kata Suryo.
Suryo berharap pasien penyintas lupus tetap menjaga kondisi tubuhnya agar gejala penyakitnya tidak muncul kembali, dan meneruskan masa pengobatan dengan berkonsultasi ke dokter.
"Tentu kalau ada keluhan, berobat ke dokter umum dulu begitu ya. Nanti mereka yang akan menentukan itu (pengobatannya) ke arah penyakit tertentu atau tidak, atau pasien dirujuk ke faskes berikutnya," kata Suryo.
Pengobatan lupus dilakukan untuk mengendalikan peradangan, meringankan gejala, dan mencegah kerusakan organ.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hindari konsumsi suplemen penguat imun dalam pengobatan lupus
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024